jpnn.com, DENMARK - Sejumlah partai politik di Denmark mendesak pemerintah untuk melarang panggilan salat atau azan dengan pengeras suara, yang dianggap menimbulkan gangguan.
Partai terbesar kedua Denmark, Venstre, memimpin dorongan parlemen untuk melarang azan melalui pengeras suara di masjid dengan alasan sangat mengganggu.
BACA JUGA: Kabar dari Imam Sudais: Masjidilharam & Masjid Nabi Hanya Kumandangkan Azan selama Ramadan
Partai Rakyat Denmark, Konservatif, dan Kanan Baru bergabung dengan Venstre, demikian dilaporkan kantor berita Denmark, DR.
Secara total, keempat partai itu menguasai 71 kursi di parlemen Denmark dengan keseluruhan 179 kursi.
BACA JUGA: Viral Video Adegan Begituan di Mobil UN, PBB Menanggung Malu
Anggota parlemen Venstre, Mads Fuglede mengatakan usulan itu dipicu gangguan suara yang disebabkan oleh azan dan fakta bahwa mereka belum secara familiar didengar di Denmark.
“Bagi Venstre, ini bukan tentang agama tunggal, meskipun saya menyadari bahwa panggilan salat sering dikaitkan dengan Islam. Panggilan salat bukanlah sesuatu sebuah tradisi yang kita punyai dalam masyarakat Denmark. Kami pikir itu akan sangat mengganggu di Denmark,” jelas Fuglede dilansir Russia Today.
BACA JUGA: Lafal Azan di Masjid-masjid Serukan Agar Salat di Rumah
Perdebatan tentang menara azan di negara Skandinavia telah ramai dalam beberapa bulan.
Terutama sejak sebuah masjid di Gellerupparken, dekat Aarhus, menggemakan suara azan dari lapangan sepak bola. Ini karena masjid masih ditutup akibat pandemi Corona.
Resolusi yang diajukan oleh empat parpol itu memang tidak secara khusus menyebut Islam atau agama apa pun, dan merujuk pada larangan panggilan salat menggunakan pengeras suara di tempat umum.
Rasmus Stoklund, juru bicara Partai Sosial Demokrat yang berkuasa, mengatakan pemerintah pada dasarnya setuju bahwa panggilan salat tidak boleh diizinkan di Denmark.
Namun, larangan yang diusulkan akan berpotensi melanggar konstitusi jika ditujukan khusus untuk Islam, dan di sisi lain ada kekhawatiran bahwa hal itu juga dapat mempengaruhi gereja-gereja Kristen, jika hukum terlalu luas.
"Jika kita membuat undang-undang sekarang, kita juga berisiko menabrak lonceng gereja-gereja Denmark, dan bahwa kita berada di tepi dengan hak konstitusional tentang kebebasan beragama dan berbagai konvensi," jelas Stoklund.
Azan melanggar peraturan di banyak negara, tetapi undang-undang di sejumlah negara bersikap lunak.
Tetangga Denmark, Swedia misalnya, pertama kali mengizinkan kumandang azan di depan umum pada tahun 2013. (mg8/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha