jpnn.com, MEDAN - Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi menanggapi fakta yang ditemukan oleh Komnas HAM RI terkait adanya pasien di kerangkeng milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang tewas.
Bahkan dari temuan Komnas HAM, pasien yang tewas itu lebih dari satu.
BACA JUGA: LPSK Sebut Ada Korban Meninggal dengan Kondisi Luka-Luka di Kerangkeng Milik Bupati Langkat
Edy Rahmayadi sendiri tidak mau berkomentar banyak terkait hal itu. Dia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak kepolisian.
Mantan Panglima Kodam I Bukit Barisan itu meminta agar kasus itu diusut tuntas.
BACA JUGA: Irjen Panca Ungkap Fakta Mencengangkan soal Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat
"Sedang didalami oleh polda, kami tunggu. Di mana letak salahnya, yang pasti kalau tidak legal, salah itu," ujar Edy Rahmayadi, Senin (31/1).
Mantan Pangkostrad itu mengatakan Pemprov Sumut juga telah menurunkan tim untuk melihat kondisi kerangkeng yang terletak di rumah pribadi Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
BACA JUGA: Jelang Kunjungan Jokowi ke Sumut, Densus 88 Amankan Terduga Teroris
"Kami menghentikan itu, harus ada izin. Saya kejar itu legalitas, dia (kerangkeng) tidak ada legalitas. Saya baru bisa melangkah di situ," ujar Edy Rahmayadi.
Pria kelahiran 10 Maret 1961 itu juga mengimbau agar seluruh bupati dan wali kota untuk mengawasi rehabilitasi swasta di wilayahnya masing-masing. Dia tak ingin, ada tempat rehabilitasi yang tidak sesuai aturan.
"Bupati lakukan monitor, yang melakukan (rehabilitasi) non-prosedural, itu tidak boleh, Ilegal," sebutnya.
Sebelumnya, Komnas HAM RI menemukan fakta bahwa pasien di kerangkeng milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dianiaya hingga tewas.
Faktanya memang kami temukan terjadi proses rehabilitasi yang memang penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa," kata Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Mohammad Choirul Anam saat konferensi pers di Mapolda Sumut, Sabtu (29/1).
Choirul menjelaskan bahwa temuan adanya pasien yang dianiaya hingga tewas itu ternyata juga ditemukan oleh Polda Sumut dengan korban yang berbeda.
Dia sendiri tidak memerinci berapa banyak pasien yang tewas karena mendapat kekerasan di dalam kerangkeng itu. Pasalnya, hal tersebut masih tengah didalami.
"Kalau ditanya memang berapa yang meninggal, itu pasti lebih dari satu. Jangan tanyak siapa namanya, dan jumlahnya karena memang sedang berproses. Terakhir meninggal tak lebih dari satu tahun," ungkapnya.
Choirul mengatakan bahwa penganiayaan itu intensif diterima oleh pasien pada awal masuk ke kerangkeng itu. Lama kelamaan, tingkat kekerasan itu mulai berkurang.
"Jadi, ada satu pola dimana terjadinya yang paling intensif ketika awal orang masuk ke sana. Nanti, ketika prosesnya sudah mulai agak lama, itu sudah mulai berkurang mendapatkan kekerasan," ungkapnya. (mcr22/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Finta Rahyuni