Seorang pria berhenti di depan sebuah kapel di ibu kota Filipina, Manila, tapi bukan untuk berdoa. Ia memberikan tabung oksigen untuk seorang pasien yang sedang kritis karena COVID-19.

Kapel di Rumah Sakit Quezon City Hospital untuk sementara berubah fungsi dari tempat berdoa menjadi unit perawatan intensif karena rumah sakit kekurangan tempat tidur di tengah meningkatnya kasus COVID-19 di sana.

BACA JUGA: Eks Dubes Australia untuk Indonesia Desak Pemerintahnya Genjot Bantuan untuk Asia Tenggara

Hanya beberapa langkah dari Patung Yesus, altar sudah diisi dengan ranjang, tabung oksigen dan ventilator untuk membantu pasien yang sedang sekarat.

Seorang perempuan yang mendapat bantuan oksigen terlihat masih mengalami kesulitan bernapas sambil berdoa dengan rosario di genggamannya.

BACA JUGA: Kisah Cinta Perawat Amerika dan Tentara Afghanistan, Terpisah Gegara Taliban

"Kamar khusus COVID-19 dan ICU sudah penuh," kata Direktur RS Quezon City, Josephine Sabando.  

"Dengan fasilitas kapel ini, kami berharap bisa menerima pasien tambahan yang saat ini memerlukan bantuan segera."

BACA JUGA: Varian Delta di Indonesia Masih Menakutkan, Ini Datanya

Di Manila dan kawasan sekitarnya, rumah sakit semakin kewalahan menghadapi kasus yang terus meningkat karena varian Delta dan telah mencapai rekor baru.

Filipina sekarang menjadi salah satu negara dengan situasi COVID terburuk di Asia Tenggara, setelah rata-rata kasus harian minggu lalu mencapai 16.937.

Angka ini 20 persen lebih tinggi dari pekan sebelumnya.

Total angka sejak pandemi dimulai sudah mencapai hampir 2 juta kasus, dengan kematian lebih dari 33 ribu orang. Filipina mendekati 'garis merah'

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus varian Delta sekarang ini membuat rumah sakit dan berbagai fasilitas kesehatan di kawasan negara-negara di Pasifik Barat kewalahan.

"Di beberapa tempat, kenaikan kasus sudah menekan sistem kesehatan ke garis yang kami anggap berbahaya yang disebut 'garis merah"," kata Direktur Regional WHO Takeshi Kasai.

"Garis merah itu berarti jumlah kasus kritis melebihi kapasitas ICU dan rumah sakit tidak lagi bisa melayani mereka yang membutuhkan."

Dr Kasai memperingatkan pemerintah Filipina untuk mengambil langkah agar bahwa baik rumah sakit dan pekerja kesehatan mendapat dukungan yang diperlukan supaya terus bisa melayani pasien.

"Yang penting bukan saja kepastian [ketersediaan] tempat tidur, tapi juga dukungan terhadap para dokter dan perawat yang sudah bekerja keras," katanya.

Menurut Dr Kasai, pandemi ini sudah memengaruhi seluruh lapisan masyarakat di mana pun, tapi bagi para pekerja kesehatan dampaknya lebih besar lagi.

"Mereka sudah bekerja siang-malam selama 18 bulan dan sebagian dari mereka tidak bisa pulang ke rumah untuk bertemu keluarga mereka selama berbulan-bulan," katanya.

Peringatan ini muncul di saat yang kritis bagi Filipina.

Banyak rumah sakit mengkhawatirkan perginya para perawat dalam jumlah besar yang sudah mengeluh bahwa mereka dibayar rendah untuk pekerjaan yang terlalu banyak. Kasus Delta meningkat, perawat mundur

Menurut survei yang dilakukan tahun lalu, gaji para perawat di Filipina adalah yang paling rendah di ASEAN.

Gaji mereka per bulan sekitar Rp11 juta, sementara perawat di Singapura mendapat bayaran sekitar Rp65 juta per bulan.

Menurut Asosiasi Rumah Sakit Swasta Filipina, tahun lalu sekitar 40 persen perawat di rumah sakit swasta Filipina mengundurkan diri.

Menurut Direktur Asosiasi, Jose Rene de Grano, kepada ABC, lima persen lagi berhenti sejak bulan April lalu ketika terjadi peningkatan kasus di tahun 2021 ini.

"Beberapa pindah ke rumah sakit pemerintah karena mereka mendapat tawaran gaji lebih baik," katanya.

Serikat pekerja mengatakan banyak perawat yang marah karena mereka tidak mendapat 'tunjangan risiko khusus' yang sudah dijanjikan sebelumnya sebagai kompensasi bekerja di garda terdepan layanan penanganan COVID.

Tunjangan itu dijanjikan sekitar Rp1,4 juta per bulan.

"Bahkan sebelum pandemi, para perawat sudah menuntut agar mendapat kompensasi dan bayaran yang adil," kata Melbert Reyes, presiden Asosasi Perawat Filipina.

"Gaji dan tunjangan bagi perawat di Filipina tidaklah sebanding dengan di negara lain, khususnya di Inggris, Amerika Serikat dan Timur Tengah.

"Dan salah satu tuntutan dari para perawat adalah mereka mendapat bayaran yang layak."

Lebih banyak lagi perawat sudah mengancam akan berhenti atau mogok kerja bila tunjangan yang sudah dijanjikan tidak dibayar dalam beberapa hari mendatang.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, sudah memberikan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Anggaran waktu 10 hari untuk menyelesaikan pembayaran, tapi masalah tersebut belum juga terselesaikan.

"Bayar secepatnya," kata Presiden Duterte kepada Menteri Kesehatan Francisco Duque. 

"Gunakan anggaran dari mana saja yang bisa digunakan.'

Menurut Asosiasi Perawat, sekitar enam ribu perawat sejauh ini positif COVID sejak pandemi dimulai, 30 orang di antaranya meninggal dunia. Dapat tawaran menarik dari luar negeri

Bayaran rendah, kondisi kerja yang kurang memadai, ditambah risiko terkena COVID telah membuat sebagian perawat Filipina memutuskan pindah ke luar negeri karena bayaran yang didapatkan jauh lebih tinggi.

Filipina memang sudah lama menjadi penyedia tenaga perawat di berbagai bagian dunia, seperti Amerika Serika dan Saudi Arabia.

Tahun lalu Manila melarang pekerja kesehatan pindah ke luar negeri untuk bekerja karena pandemi.

Larangan ini kemudian dicabut, tapi kuota pekerja kesehatan yang boleh pindah ke luar negeri setiap tahunnya masih diberlakukan. 

Asosiasi Perawat Filipina mengatakan tidak mendorong para perawat untuk mengundurkan diri, meski mereka juga tidak menyalahkan bila mereka ingin mendapat pekerjaan yang memberikan bayaran lebih baik di dalam maupun di luar negeri.

"Kami tidak bisa menghentikan perawat yang mencari kesempatan lebih baik di luar negeri karena mereka tidak bisa menemukannya di Filipina. 

"Bahkan di masa pandemi, mereka masih berharap mendapat tawaran bekerja di luar negeri," kata Presiden Asosiasi Perawat, Melbert Reyes. 

"Kami khawatir nantinya tidak akan ada lagi pekerja kesehatan yang tersisa untuk merawat warga kami sendiri bila kita mengizinkan mereka pergi."

Pengunduran diri besar-besaran para perawat ini terjadi di masa-masa yang sulit bagi Filipina.

Menurut data Kementerian Kesehatan, varian Delta sekarang sudah terdeteksi di 16 dari 17 kawasan pemerintahan Filipina.

Pemerintah mengatakan kasus akan terus meningkat meski lockdown sudah diberlakukan ketat di Manila dan kawasan sekitarnya.

"Di beberapa hari dan pekan mendatang, kita mungkin akan melihat masa-masa puncak baru," kata Alethea De Guzman dari Biro Epidemiologi Departemen Kesehatan.

Filipina sejauh ini sudah memberikan 32 juta dosis vaksin COVID-19 secara keseluruhan. Sekitar 15 persen warga di sana sudah mendapatkan vaksinasi penuh.

Pemerintah berharap bisa mencapai tingkat vaksinasi yang dicanangkan, yakni 70 juta orang di akhir tahun ini.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Teknologi Drone Digunakan untuk Menyalurkan Bantuan kepada Pasien COVID-19 di Makassar

Berita Terkait