JAKARTA - Program wajib belajar 12 tahun (pendidikan menengah universal/PMU) mulai 2013, dimana setiap lulusan SMP wajib masuk SMA, terancam tidak efektif. Pasalnya daya tampung siswa baru di SMA tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMP. Setiap tahun ada sejuta siswa lulusan SMP tidak tertampung di SMA karena keterbatasan infrastruktur.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad menuturkan, penyediaan bangunan sekolah di jenjang SMA sederajat merupakan PR besar Kemendikbud.
Sejatinya tahun ini Kemendikbud memiliki angeda membangun ruang kelas baru (RKB) dan pendirian unit sekolah baru (USB).
"Tetapi program RKB dan USB itu kan membutuhkan waktu lama. Sedangkan tahun ajaran baru dimulai paling lambat sebulan lagi," tandasnya di Jakarta kemarin.
Kendala lainnya adalah anggaran Kemendikbud untuk menjalankan pengadaan RKB maupun pendirian USB tadi masih belum bisa disalurkan karena diblokir Kementerian Keuangan. Sehingga sampai saat ini belum ada laporan bahwa Kemendikbud telah menjalankan dua program ungulan itu.
Hamid mengatakan angka nasional menunjukkan setiap tahun ada 3,5 juta siswa lulus SMP sederajat. Sedangkan daya tampung di SMA sederajat sekitar 2,8 juta. Jumlah tadi sudah menghitung sekolah swasta.
Menurut Hamid kondisi ideal ketika program wajib belajar 12 tahun ini bergulir, tidak ada alasan siswa putus sekolah ketika peralihan dari SMP ke SMA. "Tetapi kondisi infrastruktur masih menjadi tantangan kami," ujar pejabat asal pulau Madura itu.
Sambil menunggu program pengadaan RKB dan USB tadi jalan, Hamid mengatakan Kemendikbud memiliki strategi lainnya. Yakni meminta daerah-aerah dengan rasio siswa baru SMA dengan ruang kelas yang tinggi, untuk memperbanyak operasio sekolah dengan dua gelombang (sift) pembelajaran. "Memang kondisi ini (pembelajaran dua sift, red) tidak ideal," katanya.
Tetapi upaya pembelajaran dua gelombang ini lebih baik ketimbang membiarkan jumlah siswa putus sekolah dari SMP ke SMA semakin banyak. Dalam beberapa tahun pelaksanaan pembelajaran dua gelombang ini berangsung akan dikurangi. Tepatnya ketika jumlah unit SMA sudah mulai merata. Khusus di daerah dengan populasi penduduk kecil, Hamid mengatakan Kemendikbud mengupayakan pendirian 1 SMA di setiap kecamatan.
Hamid menuturkan ada tantangan lain yang menghadang ketika lulusan SMP harus melanjutkan ke SMA semuanya. Diantara yang paling signifikan adalah keberadaan guru. Dia menyebutkan jika skenario wajib belajar 12 tahun berjalan penuh, pemerintah membutuhkan 12 ribu guru baru untuk jenjang pendidikan SMA sederajat.
"Kondisi ini semakin menjadi tantangan, karena Kemendikbud tidak bisa mengangkat guru," kata dia. Kemendikbud hanya bisa menyuplai guru-guru "sementara", yakni mahasiswa tingkat akhir FKIP di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Negeri.
Program wajib belajar 12 tahun atau PMU ini juga mendapat perhatian khusus dari Presiden SBY. Dalam kesempatan Kongres Ke-XXI PGRI dan Kongres Guru 2013 di Jakarta Rabu lalu (3/7), SBY berpesan supaya program ini harus berjalan dengan efektif. Sebab melalui program PMU ini, bisa mempercepat pengingkatan angka paritisipasi kasar (APK) pendidikan menengah (SMA sederajat).
Saat ini APK pendidikan menengah (dikmen) masih sekitar 78,7 persen. Itu artinya ada 21,3 persen atau sekitar 4 juta anak-anak usia SMA (16-18 tahun) tidak bersekolah. SBY menuturkan tanpa program PMU tadi, peningkatan APK dikmen di angka ideal sebesar 97 persen baru bisa terwujud pada 2040 nanti.
"Tetapi dengan program PMU ini, peningkatan APK dikemen sebesar 97 persen bisa terwujud pada 2020," tutur SBY. (wan)
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad menuturkan, penyediaan bangunan sekolah di jenjang SMA sederajat merupakan PR besar Kemendikbud.
Sejatinya tahun ini Kemendikbud memiliki angeda membangun ruang kelas baru (RKB) dan pendirian unit sekolah baru (USB).
"Tetapi program RKB dan USB itu kan membutuhkan waktu lama. Sedangkan tahun ajaran baru dimulai paling lambat sebulan lagi," tandasnya di Jakarta kemarin.
Kendala lainnya adalah anggaran Kemendikbud untuk menjalankan pengadaan RKB maupun pendirian USB tadi masih belum bisa disalurkan karena diblokir Kementerian Keuangan. Sehingga sampai saat ini belum ada laporan bahwa Kemendikbud telah menjalankan dua program ungulan itu.
Hamid mengatakan angka nasional menunjukkan setiap tahun ada 3,5 juta siswa lulus SMP sederajat. Sedangkan daya tampung di SMA sederajat sekitar 2,8 juta. Jumlah tadi sudah menghitung sekolah swasta.
Menurut Hamid kondisi ideal ketika program wajib belajar 12 tahun ini bergulir, tidak ada alasan siswa putus sekolah ketika peralihan dari SMP ke SMA. "Tetapi kondisi infrastruktur masih menjadi tantangan kami," ujar pejabat asal pulau Madura itu.
Sambil menunggu program pengadaan RKB dan USB tadi jalan, Hamid mengatakan Kemendikbud memiliki strategi lainnya. Yakni meminta daerah-aerah dengan rasio siswa baru SMA dengan ruang kelas yang tinggi, untuk memperbanyak operasio sekolah dengan dua gelombang (sift) pembelajaran. "Memang kondisi ini (pembelajaran dua sift, red) tidak ideal," katanya.
Tetapi upaya pembelajaran dua gelombang ini lebih baik ketimbang membiarkan jumlah siswa putus sekolah dari SMP ke SMA semakin banyak. Dalam beberapa tahun pelaksanaan pembelajaran dua gelombang ini berangsung akan dikurangi. Tepatnya ketika jumlah unit SMA sudah mulai merata. Khusus di daerah dengan populasi penduduk kecil, Hamid mengatakan Kemendikbud mengupayakan pendirian 1 SMA di setiap kecamatan.
Hamid menuturkan ada tantangan lain yang menghadang ketika lulusan SMP harus melanjutkan ke SMA semuanya. Diantara yang paling signifikan adalah keberadaan guru. Dia menyebutkan jika skenario wajib belajar 12 tahun berjalan penuh, pemerintah membutuhkan 12 ribu guru baru untuk jenjang pendidikan SMA sederajat.
"Kondisi ini semakin menjadi tantangan, karena Kemendikbud tidak bisa mengangkat guru," kata dia. Kemendikbud hanya bisa menyuplai guru-guru "sementara", yakni mahasiswa tingkat akhir FKIP di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Negeri.
Program wajib belajar 12 tahun atau PMU ini juga mendapat perhatian khusus dari Presiden SBY. Dalam kesempatan Kongres Ke-XXI PGRI dan Kongres Guru 2013 di Jakarta Rabu lalu (3/7), SBY berpesan supaya program ini harus berjalan dengan efektif. Sebab melalui program PMU ini, bisa mempercepat pengingkatan angka paritisipasi kasar (APK) pendidikan menengah (SMA sederajat).
Saat ini APK pendidikan menengah (dikmen) masih sekitar 78,7 persen. Itu artinya ada 21,3 persen atau sekitar 4 juta anak-anak usia SMA (16-18 tahun) tidak bersekolah. SBY menuturkan tanpa program PMU tadi, peningkatan APK dikmen di angka ideal sebesar 97 persen baru bisa terwujud pada 2040 nanti.
"Tetapi dengan program PMU ini, peningkatan APK dikemen sebesar 97 persen bisa terwujud pada 2020," tutur SBY. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengumuman SBMPTN Dimajukan jadi 9 Juli
Redaktur : Tim Redaksi