jpnn.com - Namanya Hardjono, biasa dipanggil Djon. Nah, kisah hidup maestro lukis Indonesia, Affandi tidak bisa dilepaskan dari nama pria yang satu ini. Bagaimana tidak, hampir 30 tahun Pak Djon ini mengabdi pada pelukis papan atas itu.
Awalnya sebagai sopir, lantas naik menjadi asisten pribadi. Awalnya hanya memegang kemudi mobil, lantas menjadi teman perjalanan mengitari lebih dari 30 negara. Kisah hidup Pak Djon itu kemudian dibukukannya dengan judul “Dia Datang, Dia Lapar, Dia Pergi : Kenangan Pak Djon, Sopir dan Asisten Pribadi tentang Pelukis Affandi (1907-1990)”
BACA JUGA: Uuhh.. Begini Teknik Blow Job yang Bikin Merem Melek
Dalam buku setebal 308 halaman yang ditulis Hendro Wiyanto dan Hari Budiono, Pak Djon memaparkan awal mulanya bisa menjadi sopir Affandi. Kala itu dia diminta menggantikan posisi sopir sebelumnya yang memutuskan resign karena tidak enak telah membuat lecet mobil indah Sang Maestro.
Karena usianya yang sangat muda saat itu, Affandi sempat enggan menerimanya sebagai sopir. Alasannya, pasti akan ngebut saat mengendarai mobil. Namun, berkat permintaan dari istrinya, Maryati, Affandi pun luluh dan menyetujui Pak Djon sebagai pengemudi mobil Chevrolet Impala miliknya.
BACA JUGA: Hhmm...Aromaterapi untuk Gairahkan Seks
Usai melewatkan masa ujicoba sebagai sopir kontrak selama 2 tahun, Affandi kemudian mantap mengangkatnya sebagai sopir pribadi. Itu setelah mereka melewati perjalanan bersama ke Surabaya menemui kolektor dan sahabat Affandi, Usman Nabhan.
Oleh Usman Nabhan, yang merupakan paman dari seniman dan budayawan Indonesia, Hamid Nabhan, Affandi diinapkan di hotel Elmi jalan Tunjungan, Surabaya. Dalam tulisan di bukunya disebut, hotel itu digambarkan jauh lebih bagus dibandingkan Losmen Jaya di Jalan Darmo yang biasa ditempati Affandi saat ke Surabaya.
BACA JUGA: Ingin Hohohihi yang Liar? Coba Quickie Sex di 3 Tempat Ini
Saat malam telah beranjak, Djon yang diharuskan tidur sekamar bertiga dengan Affandi dan istrinya Maryati, tiba-tiba dibangunkan dan diajak berbicara banyak hal. ”Keesokan harinya Sang Maestro itu bilang pada Bu Maryati. Si Djon harus ikut saya. Tiap pagi datang. Bisa nggak kira-kira Djon?” tulis Pak Djon dalam bukunya.
Mulai dari sana perjalanan hidupnya berubah. Bahkan, pada satu siang di tahun 1964 keduanya terlibat pembicaraan serius mengenai gaji. Sambil menunjuk salah satu sudut lukisannya, Affandi tiba-tiba bilang, ”Kamu tahu, secuil lukisan saya ini melebihi gajimu setahun. Nah, kalau sekarang kita ganti, kamu kita gaji lukisan saja gimana?” tanya Affandi yang dijawab setuju oleh Pak Djon.
Tak lama dari perbincangan itu, Affandi menyuruh Djon menyediakan kanvas berukuran 30 x 30 cm. Sang Maestro segera melukis objek perahu Bali. Hasil lukisan itu kemudian disuruh Affandi dibawa ke Surabaya. Tak lain untuk menjualnya kepada Usman Nabhan. ”Lukisan ini besok kamu bawa ke Usman Nabhan di Surabaya. Ada memo dari saya,” perintah Affandi saat itu.
Usai menemui Usman dengan mengendarai kereta api, Pak Djon pulang ke Jogja dan segera lapor ke tuannya bahwa lukisan itu laku Rp 300 ribu. Apa tanggapan Affandi? ”Ya sudah, untuk kamu semua itu Djon,” jawabnya enteng.
Jumlah itu tentu cukup besar pada masanya. Sebab, menurut pengakuan Pak Djon, kalau ditotal, gajinya pertahun saat itu “hanya” Rp 100 ribu.
”Paman saya memang mengerti betul letak keindahan lukisan Affandi. Makanya dia bersedia membayar mahal untuk lukisan yang ukurannya cukup kecil itu,” papar Hamid Nabhan. (pda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ladies.. Coba 4 Tips Ini saat Kencani Brondong
Redaktur : Tim Redaksi