jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq menyebut kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia dan Ukraina beberapa waktu lalu sebagai milestone penting dalam mendorong penyelesaian konflik secara diplomatis.
Diplomasi yang dilakukan Indonesia melalui Presiden Jokowi ini, menurut Mahfudz bisa dikatakan dengan diplomasi ketuk pintu.
BACA JUGA: Jokowi ke Korsel Pekan Depan, AS Sampaikan Prediksi Mengkhawatirkan soal Nuklir Korut
Mantan anggota DPR RI ini pun mengingatkan bahwa strategi ketuk pintu biasanya tak menghasilkan kesuksesan di ketukan pertama.
"Tetapi ketika diplomasi ketuk pintu ini disambut baik oleh para pihak yang bertikai, dan juga diapresiasi oleh negara-negara lain di dunia, maka itu bisa dikatakan sebagai indikator keberhasilan awal diplomasi ini," kata Mahfudz dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Prospek Penyelesaian Perang Rusia-Ukraina: Upaya Kolektif atau Individual?" di Jakarta, Jumat (22/7).
BACA JUGA: Jokowi Tanggapi Kasus Brigadir J, Saiful: Sangat Mungkin Kapolri Dicopot, Apabila
Dan, sambung Mahfudz, Indonesia harus melanjutkan upaya diplomasi ini. Termasuk di Forum G-20 yang akan digelar di, Bali, Indonesia.
Mahfudz berharap, Forum G-20 dihadiri oleh para pemimpin negara-negara besar dari Rusia dan Amerika Serikat. Sehingga, Presiden Jokowi bisa melanjutkan upaya nya mencari penyelesaian diplomatik perang Rusia-Ukraina.
BACA JUGA: Jokowi Datang Pekan Depan, China Terapkan Sistem Lingkaran Tertutup
"Semoga, Forum G-20 ini bisa dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk merajut kembali ide-ide yang sudah dibicarakan dalam kunjungan nya ke Rusia dan Ukraina beberapa waktu lalu, guna mencari penyelesaian diplomatik dari perang ini," papar Mahfudz.
Mahfudz melanjutkan, kunjungan Presiden Jokowi dan Ibu Negara ke korban-korban perang di Ukraina memiliki dimensi kemanusiaan.
"Hal ini, membuat Rusia maupun Ukraina, sulit menolak peranan Indonesia dalam menyelesaikan peperangan yang melibatkan kedua negara tersebut secara diplomatik," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal AS-Eropa Kementerian Luar Negeri, Duta Besar Ngurah Swajaya mengatakan, ada langkah-langkah mendesak yang harus dilakukan para pemimpin dunia untuk menanggulangi dampak peperangan antara Rusia dan Ukraina.
Sebab, peperangan itu telah berpotensi menimbulkan berbagai krisis di dunia ini, seperti krisis kemanusiaan, krisis pangan, dan krisis energi.
"Karena itulah, ketika Presiden Jokowi mendapatkan undangan dari G-7 sebagai mitra, maka beliau memanfaatkan momentum itu untuk berkomunikasi dengan para pemimpin G-7 guna membantu penghentian perang antara Rusia dan Ukraina," ujar Ngurah.
Ngurah melanjutkan, Presiden Jokowi tak hendak memulai proses baru dalam mewujudkan perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Tetapi, Presiden ingin melanjutkan dan memperkuat proses yang sudah ada demi tercapainya perdamaian.
"Dan kebijakan Presiden Jokowi ini disambut baik para pemimpin dunia. Presiden Jokowi pun menjadi pemimpin Asia Pasifik pertama yang berkunjung ke Ukraina dan Rusia, setelah peperangan meletus," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan upaya diplomasi yang dilakukan Presiden Jokowi dalam mewujudkan perdamaian antara Rusia dan Ukraina memang tak semudah 'membalikkan telapak tangan'.
Namun, yang terpenting, Indonesia sudah menunjukkan upaya nya untuk melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945, yakni turut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
"Dan 'buah' dari upaya diplomasi itu sebenarnya sudah mulai terlihat, seperti dibukanya kembali rantai pasokan pangan," ujarnya. (dil/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif