jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Momon Rusmono menanggapi sejumlah pertanyaan soal penurunan anggaran pembangunan sektor pertanian. Menurut dia, hal tersebut tak perlu dikhawatirkan oleh banyak pihak.
Pasalnya, kata dia, selama lima tahun Kementan terakhir telah bekerja sangat keras untuk terus meningkatkan produksi dan mencukupi ketersediaan pangan.
BACA JUGA: Riset Bappenas Bukti Efektivitas Belanja Kementan untuk Ekonomi
"Bapak Menteri Pertanian sebagai policy maker secara cerdas dan berani telah menetapkan 80 persen anggaran Kementan fokus untuk kesejahteraan petani. Alokasi anggaran untuk pembangunan pertanian diperkuat luar biasa," kata Momon kepada wartawan di Kementan, Selasa (20/8).
Momon menambahkan, melalui berbagai program unggulan khususnya dalam penyediaan benih unggul, alat mesin pertanian, pupuk dan ketersediaan irigasi menjadi fokusnya. Bappenas secara khusus juga telah memberikan apresiasi belanja barang dalam program Kementan, dinilai memacu pertumbuhan ekonomi di daerah.
BACA JUGA: Anggaran Menurun, Kinerja Sektor Pertanian Melesat Naik
BACA JUGA: Kementan Sebut Ekspor Obat Hewan Sumbang Devisa Rp 26 Triliun
Momon menjelaskan, anggaran Kementan memang terus turun dari tahun ke tahun. Pada 2015 adalah yang tertinggi yaitu Rp 32,72 triliun. Kemudian pada 2016 turun jadi Rp 27,72 triliun, Rp 24,23 triliun (2017), Rp 23,90 triliun (2018), Rp 21,71 triliun (2019), dan yang terbaru untuk 2020 ditetapkan sebesar Rp 21,05 triliun.
BACA JUGA: Ditjen PSP Kementan Jemput Bola Sosialisasikan Asuransi Usaha Tani Padi
"Kementan tidak terlalu risau terkait ini. Menilik capaian kinerja Kementan selama lima tahun, faktanya penurunan anggaran bukan menurunkan kinerja. Namun indikator kinerja makro Kementan selama 2014-2018 malah terus meningkat," jelas Momon dengan bangga.
Menurutnya data BPS, BPKPM dan Bappenas menjadi sinyal positif fakta capaian Kementan.
Pertama, Indikator Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Pertanian dahulu pada akhir tahun 2014 hanya mencapai Rp 880,40 triliun, namun kemudian meningkat secara signifikan setiap tahunnya, yaitu mencapai Rp 906,80 triliun (2015), Rp 936,40 trilliun (2016), Rp 969,80 triliun (2017), dan kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2018 yang mencapai Rp1.005,40 triliun.
Kedua, nilai Investasi Pertanian Indonesia turut pula meningkat dan menggambarkan sektor pertanian makin menjanjikan. Pada akhir tahun 2014 nilai investasinya hanya sebesar Rp 44,80 triliun, kemudian berturut turut pada tahun berikutnya sebesar Rp 43,10 trilun (2015), Rp 45,40 triliun (2016), Rp 45,90 triliun (2017), dan Rp 61,60 triliun pada 2018.
Capaian ini akibat deregulasi atau kemudahan usaha bagi para investor, khususnya di sektor pertanian dalam empat tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, serta terobosan percepatan investasi dan pendampingan kepada calon-calon investor yang ingin berinvestasi di sektor pertanian.
Ketiga, volume ekspor komoditas pertanian juga naik luar biasa. Ekspor komoditas pertanian di tahun 2018 tercatat BPS volumenya sebesar 42,5 juta ton, naik pesat dibandingkan pada awal pemerintahan yang hanya mencapai 36 juta ton (2014), kemudian naik menjadi 40,4 juta ton (2015), 35,5 juta ton (2016), dan 41,30 juta ton (2017).
Keempat, terjadi peningkatan angka Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP). Pada tahun 2014, BPS mencatat NTP sebesar 102.03 dan NTUP 106.05, dan pada akhir tahun 2018 tercatat NTP 102.25 dan NTUP 111.77
"Data ini menunjukkan kesejahteraan petani dari tahun ke tahun makin baik. Daya beli petani meningkat dan mereka mulai dapat menikmati hasil dari pertaniannya," tandas Momon.(cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peragi: Mentan Amran Sukses Tingkatkan Produksi dan Pertumbuhan Ekonomi
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan