jpnn.com, JEMBER - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyadari modernisasi menuju era revolusi 4.0 adalah syarat mutlak yang harus diikuti Indonesia agar tak tertinggal.
Hanya saja, Hasto mengingatkan Indonesia sebagai bangsa tak boleh kehilangan jati diri bangsa dalam mencapai modernisasi itu.
BACA JUGA: Evan Dimas Ungkap Bisikan Indra Sjafri Setelah Timnas Indonesia U-23 Lolos ke Final
"Mau era 4.0 atau 5.0, itu sebenarnya hanya alat bagi negara mencapai tujuan. Namun, yang terpenting bagi kita adalah kemajuan adalah jati diri itu sendiri sebagai bangsa," kata Hasto dalam acara diskusi Jember Menyiapkan Era Difinalisasi 4.0 yang diselenggarakan Lembaga Pemikiran Islam Bung Karno (LPI-BK) di Jember, Jawa Timur, Minggu (8/12).
Hasto mengingatkan Indonesia sendiri sudah melangkah sebagai negara maju pada abad ketujuh sampai delapan. Banyak peninggalan bersejarah yang menunjukkan kemajuan yang belum dilakukan oleh negara lain. Seperti pembangunan Borobudur, artefak, prasasti dan arca yang bentuknya sangat mendetail.
BACA JUGA: Sekjen PDI Perjuangan Minta Erick Thohir Restrukturisasi BUMN
Bahkan Hasto tidak bisa memikirkan bagaimana orang pada zaman itu membuat benda yang sangat sulit mengingat teknologinya belum ada. Namun, Hasto kembali berpikir bahwa mental masyarakat saat itu sangat berpegang pada kekuatan luhur nusantara.
Pada abad ketujuh dan kedelapan pula, Indonesia sudah mencapai puncak peradaban. Rempah-rempahnya dan jalur perdagangannya sudah mengarungi lautan lepas. "Kapal-kapal kita juga sudah mampu mengarungi samudera. Rempah-rempah kita sudah melawati one road one belt yang digagas Tiongkok," tambah Hasto.
BACA JUGA: Pengakuan Pelatih Timnas Myanmar U-23 Usai Digagalkan Indonesia Melaju ke Final
Sebagai contoh lainnya, Hasto melihat banyak budaya dan agama ketika masuk di Indonesia membawa semangat nusantara itu sendiri. Borobudur adalah contoh nyata di mana saat itu India tengah dilanda konflik tetapi perwujudan bangunannya diserap secara damai di Indonesia.
Politikus asal Yogyakarta ini juga mengatakan Islam masuk lewat budaya nusantara. Sunan Kalijaga salah satu tokoh wali sanga menggunakan wayang untuk memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa saat itu. "Akhirnya masuk dalam kontemplasi Jawa tanpa menggunakan konflik di Indonesia," jelas Hasto.
Di samping itu, Hasto menekankan bahwa Pancasila merupakan hasil perenungan Soekarno dengan para pendiri bangsa yang digali lewat sejarah, budaya dan akar nusantara itu sendiri. Ideologi tersebut menawarkan persatuan bukan hanya untuk Indonesia, tetapi dunia. Sebab, Indonesia sepanjang sejarah selalu menerima perbedaan dan menjadi tamu yang baik.
"Kalau ada konflik, itu pasti ada aktor-aktor politiknya," tambah Hasto.
Oleh karena itu, Hasto mengajak anak-anak muda untuk memahami jati diri bangsa. Dia meyakini modernisasi hanya alat bagi bangsa. Namun, hakikat yang harus dijaga adalah jati diri bangsa.
"Kita jangan hilang jati diri karena kita akan terseret arus globalisasi. Kita jangan ikut-ikutan digitalisasi 4.0, tetapi kita harus berakar kuat. Kita bisa bangsa yang kuat kalau kita berdiri bersama rekam jejak sejarahnya," kata Hasto.
BACA JUGA: Evan Dimas Ungkap Bisikan Indra Sjafri Setelah Timnas Indonesia U-23 Lolos ke Final
Dalam acara diskusi ini, hadir anggota DPR RI dapil Jawa Timur sekaligus Ketua Umum Pagar Nusa Nabil Haroen, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kemenkominfo Ismail Ahmad, Ketua LPI-BK Ali Assegaf dan Zuhairi Misrawi. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga