Sekolah Baru Masih Kekurangan Guru

Kamis, 24 Agustus 2017 – 12:58 WIB
Siswa SMP. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Kegiatan belajar-mengajar (KBM) sudah berjalan lebih dari sebulan di beberapa sekolah baru yang dibentuk pemerintah Kota Surabaya.

Sebut saja SMPN 59, 60, dan 61. Karena jumlah murid masih sedikit, guru yang disalurkan pun minim.

BACA JUGA: Istri Lihat Kaki Menggantung, Ternyata Suami Bunuh Diri

Misalnya, di SMPN 60. Sekolah baru yang menempati bangunan tiga lantai itu hanya memiliki dua guru tetap.

Padahal, ada beberapa mata pelajaran (mapel) yang mesti diajarkan kepada tiga rombel siswa.

BACA JUGA: Kembangkan Energi Terbarukan, PT NKE Bangun Pembangkit Listrik Minihidro

Sekolah tersebut memang baru menerima murid pada tahun pelajaran 2017-2018.

Dua guru yang bertugas tetap di SMPN 60 adalah guru bahasa Inggris.

BACA JUGA: Kasihannya Kau, Gerindra

Saat ini mereka merangkap mapel lain. Misalnya, Eka Fadiyah Wati. Dia nyambi mengajar PKn.

"Yang satunya nyambi mapel agama. Kalau bahasa Inggris, kami bagi dua," ujar perempuan yang akrab disapa Diyah itu.

Untuk beberapa mapel lain, ada bantuan tenaga pengajar dari beberapa sekolah terdekat.

Terutama para guru PNS yang masih kekurangan jam mengajar.

Misalnya, guru dari SMPN 9, 11, 15, 18, dan 35. Selain itu, menurut Diyah, sekolah tersebut belum memiliki kepala sekolah tetap.

"Masih Plt dari SMPN 15," imbuhnya.

Bantuan guru dari luar belum mencukupi. Padahal, lanjut Diyah, jam mengajar guru di mapel yang tak linier itu tidak bisa diakui untuk sertifikasi.

Namun, Diyah juga tidak bisa membiarkan kelas kosong. Para murid harus tetap mendapat pelajaran. Tidak boleh tertinggal.

Diyah menuturkan, sarana-prasarana SMPN 60 memang sangat lengkap. Ada lapangan futsal, basket, maupun voli.

Bangunan kelas juga memadai. Saat ini baru ada siswa kelas VII yang menghuni tiga ruangan.

Plt Kepala SMPN 55 Chamim Rosyidi Irsyad mengatakan, ketersediaan guru memang penting untuk kelangsungan belajar-mengajar.

Sebagai sekolah yang baru berjalan di tahun kedua, SMPN 55 praktis memerlukan tenaga guru.

"Mulanya kami membuat grup klaster sekolah terdekat," tuturnya.

Chamim menjelaskan, dalam grup klaster itu, ada lima sekolah yang terdekat dengan SMPN 55.

Yakni, SMPN 12, 21, 36, 22, dan SMPN 32. Namun, hanya tiga sekolah yang bisa meminjamkan guru untuk SMPN 55.

Yakni, SMPN 21, 36, dan 22. Ada juga bantuan dari SMPN 29 dan SMPN 45.

"Guru-guru di sekolah itu yang kurang jam mengajar bisa memenuhinya di SMPN 55," terangnya.

Seiring berjalannya waktu, kekurangan guru pun mulai terpenuhi. Pada awal tahun ini, SMPN 55 mendapatkan guru hasil pemerataan dari Dinas Pendidikan Surabaya.

"Kami mendapat sembilan guru," katanya. Jumlah itu tentu masih kurang. Sebab, jika dihitung sesuai mata pelajaran, diperlukan 12 guru. "Kita juga menambah guru agama Kristen dari SMPN 21," imbuhnya.

Saat ini sudah ada 12 guru PNS di SMPN 55. Meski begitu, jumlah tersebut tetap masih kurang.

Terutama guru seni budaya dan guru agama Islam. Kekurangan itu dipenuhi dari guru kontrak atau outsourcing.

Adapun, pengajar mapel prakarya bisa diisi guru IPA, IPS, atau TIK.

Menurut Chamim, saat ini total ada 15 guru di sekolahnya. Mereka hadir untuk mengisi delapan rombel.

Yakni, 2 rombel kelas VII dan 6 rombel kelas VIII. Secara bertahap, linieritas guru ditata.

Pihaknya terus berkoordinasi dengan dinas pendidikan terkait pengisian tenaga guru.

Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi menyayangkan adanya sekolah baru yang kekurangan guru.

Sebab, sarana sekolah baru tersebut sudah bagus. Lengkap, bahkan di atas standar.

"Tapi, komponen tenaga pendidik harus diperhatikan," tegasnya.

Menurut Martadi, standar minimum yang harus dimiliki sekolah adalah guru mapel.

Berbeda dengan jenjang SD, guru SMP dibagi sesuai jumlah mapel. Itu pun harus linier dengan kompetensi guru tersebut.

Karena itu, pihaknya tidak setuju jika ada guru yang mengajar dua mapel. Hal itu rawan memecah fokus guru sekaligus merugikan siswa.
"Sebab, siswa semestinya mendapat pengajaran langsung dari guru yang kompeten di bidangnya," katanya.

Pilihannya, lanjut dia, perlu ada perekrutan guru di sekolah baru itu. Jika tidak memungkinkan, kekurangan bisa diatasi dengan mutasi guru dari sekolah negeri lain.

Apabila belum terpenuhi, sekolah bisa meminta bantuan guru dari sekolah lain. Solusi lain, merekrut guru tidak tetap.

Tentu, pemkot harus merekrut GTT berkualitas baik. Sebab, sekolah baru tengah membangun nama baik. (kik/puj/c7/nda/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nekat Bawa Senjata Tajam di Depan Kantor Polisi, Beginilah Akibatnya


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler