Kasus tersebut mengingatkan sejumlah peristiwa serupa di Jakarta. Semisal SDN 01 Kembangan Utara, Jakarta Barat, halaman sekolah disegel dengan pagar seng. Maka siswa dan guru tak bisa upacara dan olahraga. Yang lebih sedih lagi, ratusan siswa Sekolah Kristen Ketapang (SKK) II di Kompleks Green Garden, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, harus terusir dari sekolah mereka sendiri. Gara-garanya lahan sekolah tersebut diklaim dan digugat oleh pihak yang mengatasnamakan ahli waris.
Sedangkan di Ciracas kemarin, seluruh siswa langsung diungsikan ke masjid yang ada di areal gedung sekolah untuk melanjutkan kegiatan belajar mengajar (KBM). Pagar tembok sekolah setinggi dua meter dan panjang 50 meter dirobohkan 30-an massa yang mengaku dari keluarga ahli waris Siman bin Buntun (Alm).
Massa juga menyegel sekitar 12 pintu kelas MTs. Aksi tersebut sebagai bentuk protes ahli waris terhadap pihak yayasan yang sejak tahun 2006 belum memberikan ganti rugi atas lahan tersebut. Mereka mengklaim sebagai pemilik sah lahan seluas 20.020 meter2 sejak tahun 1950 dengan bukti kepemilikan Girik C nomor 119, Persil 24, Blok D.II.
Melihat situasi dan kondisi yang tak memungkinkan, pihak sekolah terpaksa memulangkan siswanya lebih cepat dari biasanya. Bahkan rencananya siswa diliburkan hingga Selasa hari ini. Namun jika lusa sekolah masih disegel ahli waris, kemungkinan sekolah akan diliburkan kembali. Itupun masih menunggu perkembangan.
Salah satu kuasa hukum ahli waris, Boris Korius Malau, mengatakan, lahan seluas 20.020 meter persegi ini diakui milik kliennya, Siman bin Buntun (Alm). Para ahli waris masing-masing adalah, Nali bin Siman, Amat bin Siman,Amani binti Siman, Anah binti Siman, Lamin bin Siman. Kemudian Rojali bin m Nolah bin Siman (Alm) dan Rimpen binti Kuplik (Alm). Lahan tersebut terletak di Jalan Kelapadua Wetan RT 01/08, KelapaduaWetan, Ciracas, Jakarta Timur. Namun lahan tersebut kini di atasnya telah banyak berdiri bangunan sekolah beserta sarana dan prasarana pendukungnya.
Berdasarkan bukti dokumen, Badan Pengurus Yayasan Pendidikan Pondok Karya Pembangunan (PKP) masih di bawah naungan Pemprov DKI. Sebenarnya pihaknya mengusulkan biaya ganti rugi ke Pemprov DKI Jakarta. Namun ganti rugi belum terealisasi. Pihaknya dengan Pemprov DKI beberapa kali melangsungkan pertemuan namun tidak membuahkan hasil.
”Pada tahun 2006, lahan tersebut dikuasai Pemprov DKI dan di atasnya didirikan bangunan MTs dan SMK. Selain itu juga terdapat sarana dan prasarana pendukung sekolah, seperti masjid, panjat tebing, lapangan olahraga dan sebagainya,” ujar Boris di sela-sela aksi pembongkaran tembok tersebut.
Akibatnya, pihak ahli waris mengklaim rugi senilai Rp 45 miliar. Karenanya mereka menuntut pada pihak yayasan maupun Pemprov DKI agar diberikan ganti rugi. Jika tuntutan tersebut tak teralisasi maka aksi akan dilanjutkan dengan memblokir kegiatan sekolah. Sedangkan para ahli waris akan memanfaatkan lahan tersebut.
Terkait hal tersebut, Kepala Bagian Humas YP PKP, Endang Supriatna, mengatakan, lahan yang digunakan untuk sekolah ini adalah milik Pemprov DKI Jakarta. Yayasan tersebut sifatnya hanya mengelola aset berupa lahan dan bangunan sekolah, termasuk pagar yang dirobohkan massa. Dia mengakui kalah pihak yang mengklaim ahli waris sudah lima kali ini melakukan aksi serupa sejak tahun 2006. Terutama setiap pihak yayasan melakukan pembangunan atau perbaikan gedung sekolah.
”Yayasan PKP ini hanya ditugaskan Pemprov DKI untuk mengelola aset berupa tanah dan bangunan. Sedangkan lahan ini adalah milik Pemprov DKI Jakarta. Ahli waris memang berulangkali menuntut ganti rugi dengan cara melakukan aksi, mulai dari pemagaran, penanaman pohon pisang di lingkungan yayasan hingga mengajukan somasi dan melakukan pembongkaran pagar,” tegas Endang.
Sementara itu Camat Ciracas, Syarifudin, mengatakan, sengketa lahan tersebut memang sudah berlangsung lama. Seingatnya, sejak tahun 2008 sudah pernah dilakukan musyawarah namun tak membuahkan hasil. Musyawarah dilakukan mulai dari tingkat kecamatan, kota hingga provinsi. Terakhir, musyawarah dengan pihak BPKD DKI Jakarta pada pekan lalu, toh tak membuahkan hasil juga. Secara hukum lahan tersebut adalah memang milik Pemprov DKI Jakarta.
Para Ahli waris juga menyewa empat pengacara untuk mengurus kasus sengketa lahan itu namun sampai sekarang tidak ada titik temu. Saat ini sudah pengacara yang ke lima kalinya. ”Intinya mereka meminta agar lahan tersebut diberikan ganti rugi, namun hal itu belum ada titik temu. Lahan ini sudah menjadi milik Pemprov DKI namun apakah sudah diberikan ganti rugi atau tidak saya tidak tahu pasti,” tandasnya.(dni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Beri Motivasi Mahasiswa via HP
Redaktur : Tim Redaksi