SURABAYA - DPRD Surabaya terus membedah dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah. Kemarin (13/1) komisi D kembali mengadakan pertemuan dengan dinas pendidikan (dispendik). Pertemuan tersebut menghasilkan rekomendasi tentang perlunya mempertegas regulasi pungutan di sekolah-sekolah.
Komisi D menilai, terbongkarnya kasus pungli di SMAN 15 membuat banyak sekolah memilih ''tiarap''. Mereka menghentikan pungutan dalam bentuk apa pun kepada wali murid. Bahkan, sejumlah kegiatan rutin siswa yang bersumber dari dana urunan ikut dihentikan.
Komisi D juga menginstruksi dispendik mengevaluasi fasilitas di sekolah-sekolah negeri. Sebab, persoalan fasilitas itu kerap menjadi pintu masuk bagi sekolah untuk memungut dana kepada wali murid.
Sejatinya, agenda utama pertemuan itu adalah evaluasi kinerja dispendik selama 2014. Namun, pertemuan tersebut akhirnya membahas kisruh dugaan pungli di SMAN 15 dan sekolah lain.
Anggota Komisi D Reni Astuti mengawali pembahasan kasus tersebut. Dia membeberkan temuan anyar soal aktivitas belajar mengajar di sejumlah sekolah negeri setelah kasus tangkap tangan pungutan mutasi siswa di SMAN 15. "Masalah ini perlu kita bahas. Sebab, jika tidak segera ada solusi, yang kasihan adalah para siswa," kata Reni.
Dia lantas menceritakan kondisi terkini di SMAN 15. Di sekolah itu, seluruh aktivitas yang membutuhkan pendanaan swadaya kini dihentikan total. Bahkan, kegiatan siswa yang berasal dari hasil urunan distop. "Termasuk kelanjutan pembangunan masjid di sana. Semuanya berhenti," ujar Reni.
Cerita sama diungkapkan anggota komisi D lainnya, Dyah Katarina. Dia lantas membacakan pesan singkat dari anaknya yang sekolah di SMAN 15. Isinya adalah keluhan siswa soal batalnya sejumlah kegiatan yang sudah mereka buat.
Dalam pesan singkat itu, ada sejumlah kegiatan yang di-cancel. Mulai pembuatan buku kenang-kenangan kelas dari hasil urunan siswa, kegiatan wisuda, hingga sejumlah kegiatan rutin lain. "Intinya, kini para siswa resah," kata Dyah.
Menurut Reni, jika tidak ada solusi dari dispendik, persoalan tersebut berpotensi mengganggu proses belajar mengajar. "Karena itu, mari kita duduk bersama untuk membuat aturan baku soal pungutan," kata Reni.
Dia mengatakan, perda pendidikan di Surabaya masih menyisakan celah. Sulit membedakan antara tarikan yang diperbolehkan dan pungli.
Komisi D juga membeberkan temuan mereka tentang dugaan pungutan mutasi siswa di SMAN 3 dan SMAN 21 dengan dalih pembelian AC.
Kepala Dispendik Ikhsan menjelaskan, instansinya sudah merealisasikan program pengadaan AC serta LCD untuk sekolah-sekolah pada tahun anggaran 2014. "Namun, karena ada masalah, akhirnya tertunda," ujar Ikhsan. Dia membeberkan, sejatinya, proses lelang pengadaan AC dan LCD sudah tuntas. Hanya, ending-nya tidak sesuai rencana awal. Pengadaan dua fasilitas itu ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi. Akhirnya, dispendik menolak membayar hasil pengadaan tersebut kepada penyedia barang/jasa. "Saat ini mereka (penyedia, Red) mengajukan gugatan. Maka, sekarang pengadaan masih terhenti," kata Ikhsan.
Terkait dengan desakan dewan agar ada pembahasan ulang soal regulasi penarikan dana partisipasi wali murid, Ikhsan awalnya mengklaim bahwa aturan tersebut sudah ada. Dia menyebut, sudah ada batasan soal apa saja kegiatan yang bisa diambilkan dari sumbangan/partisipasi wali murid. "Namun, jika memang diperlukan, kami siap," jelasnya.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, anggota komisi D Baktiono mengaku kecewa dengan kasus yang terjadi di SMAN 15. Sebab, dia menyebut pungutan di SMAN 15 benar-benar untuk keperluan mutasi. Namun, sekolah mengklaim tarikan tersebut untuk sumbangan pembangunan rumah ibadah. "Kalau Pak Ikhsan tidak percaya, nanti sampean saya bawakan bukti otentik. Di sana sudah jelas-jelas ada tarif mutasi siswa," katanya. (ris/fim/oni/mas)
BACA JUGA: Tak Lulus Akreditasi, 483 Prodi Harus Dibubarkan
BACA ARTIKEL LAINNYA... PTN Enggan Pakai Nilai Unas
Redaktur : Tim Redaksi