PTN Enggan Pakai Nilai Unas

Jika Pelaksanaannya Tidak Kredibel

Senin, 12 Januari 2015 – 06:51 WIB
Siswa nyontek saat Ujian Nasional. Foto: Indopos/dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Fungsi nilai ujian nasional (unas) untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN) masih menjadi tanda tanya.

PTN enggan memakai nilai unas jika dalam pelaksanaannya tidak kredibel atau banyak kecurangan. Seleksi nasional masuk PTN (SNM PTN) 2015 rencananya diluncurkan Kamis (15/1).
 
Ketua SNM PTN 2015 Rochmat Wahab mengatakan, dalam peluncurannya nanti hanya akan dibahas tentang teknis pendaftaran saja. Sedangkan untuk komposisi penilaian kelulusan SNM PTN, para rektor masih menunggu penyelenggaraan Unas 2015.
 
"Posisi kami wait and see. Jika penyelenggaraan unas tidak sungguh-sungguh, kami tidak akan menggunakan untuk pertimbangan kelulusan SNM PTN," kata pria yang juga rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu kemarin.

BACA JUGA: Sekolah Kongkalikong dengan Toko Buku

Para rektor sudah menyiapkan skenario ketika kelulusan SNM PTN tak lagi mengacu pada nilai unas. Yakni, hanya berbekal nilai rapor dan rekam jejak prestasi akademik lainnya.
 
Rochmat menuturkan, risiko perubahan nomenklatur di Kabinet Kerja saat ini memang memengaruhi Unas dan SNM PTN. Saat ini, penyelenggaraan Unas ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sedangkan PTN berada di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristek-Dikti).
 
Guru besar bidang pendidikan itu mengatakan, akhir-akhir ini dia mengikuti perkembangan rencana penyelenggaraan Unas 2015. Termasuk, keputusan Unas tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Sebaliknya, kelulusan siswa ditentukan dari ujian sekolah serta penilaian guru.
 
Rochmat sejatinya keberatan ketika Unas tidak lagi dipakai sebagai penentu kelulusan siswa.

"Ada kebijakan yang tidak logis," tutur dia. Rochmat membenarkan bahwa Unas membuat peserta ujian stres. Tetapi, menurut dia, itu adalah hal yang positif karena memacu siswa untuk lebih giat belajar.
 
"Jika siswanya stres, tugas guru untuk menyiapkan para siswa menghadapi Unas. Bukan Unasnya dihapus (sebagai penentu kelulusan, red)," urainya.
 
Rochmat masih meragukan penilaian yang dilakukan oleh guru atau sekolah. Dia mencontohkan, selama ini nilai rapor siswa rata-rata minimal delapan. "Masak iya pandai semua. Saya rasa kok tidak seperti itu. Ada siswa yang pintar sekali, tetapi sebaliknya juga ada yang tidak bisa sekali."
 
Menurut Rochmat, penghapusan Unas sebagai penentu kelulusan siswa tidak sejalan dengan Kurikulum 2006 yang selama ini masih diterapkan. Alasannya, evaluasi ketuntasan belajar Kurikulum 2006 selama ini mempertimbangkan hasil Unas.
 
Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Zainal Arifin Hasibuan mengatakan, sah-sah saja apabila PTN tidak bersedia menggunakan nilai Unas sebagai pertimbangan penerimaan mahasiswa baru.

BACA JUGA: Mengajar 32 Jam, Bayaran Hanya Separo

"Pokoknya kita sudah siapkan hasil penilaian dari Unas. Dipakai atau tidak, itu hak PTN," ujar ketua lembaga penyelenggara Unas itu.
 
Zainal menuturkan, meskipun kelulusan siswa mengacu hasil ujian sekolah, pemerintah tetap menyelenggarakan Unas. Sebab, ujian berbiaya sekitar Rp 600 miliar itu dipakai untuk pemetaan kualitas pendidikan nasional. Pemerintah tidak bisa melakukan pemetaan ketika ujiannya tidak berstandar nasional. (wan/sof)

BACA JUGA: Dibentuk Ditjen Baru, Urus Pelatihan dan Tunjangan Guru

BACA ARTIKEL LAINNYA... Unas untuk Masuk Jenjang Lebih Tinggi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler