Sekolah Pakai Sendal Jepit, Cari Uang Jual Tuak

Senin, 27 Mei 2013 – 00:58 WIB
Rumah Labora di Kampung Kebun Sayur Dusun 12 Desa Sei Bamban, Sergei, Sumut. Foto: Sumut Pos/JPNN
MENDADAK Indonesia heboh dengan Aiptu Labora Sitorus. Bintara di Polda Papua itu memiliki transaksi di rekeningnya sebanyak Rp1,5 triliun. Nah, seperti apa sebenarnya kehidupan Labora Sitorus semacsa kecil di Sei Bamban Serdang Bedagai? Adakah dia sudah kaya sejak kecil?

Labora Sitorus sering disapa dengan panggilan Ucok (51) anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Sitorus dan Br Pasaribu. Dia tinggal di Dusun 12 Kampung Kebun Sayur Desa Sei Bamban Kecamatan Sei Bamban Kebupaten Sergai. Semasa keciln dia dikenal sebagai anak yang pintar ketika bersekolah di SD Negeri 102037 Kebun Sayur Kec Sei Bamban Sergai.

Sekolah Dasar tersebut  berjarak hampir 500 meter dari rumahnya. Setiap pagi dia berjalan kaki.  Dia tidak memakai sepatu. Sehari-hari dia berangkat sekolah hanya dengan emmakai sendal jepit.

Maklum, kehidupannya saat itu tergolong tidak mampu. Ya, meski ayah Labora berkerja sebagai PNS di jajaran PDK Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang (sebelum terpisah menjadi Kabupaten Sergai).

Mak Deliana Br Butar-Butar (52) warga Kebun Sayur Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Sergai yang termasuk teman dekat Labora ketika masih sekolah di SD Negeri 102037 Kebun Sayur menceritakan kalau Labora anak yang dikenal pendiam serta pandai. “Dalam penampilannya Labora juga dikenal sederhana,” bilang Mak Deliana, kepada Sumut Pos (Grup JPNN), belum lama ini.

Menurut guru SMP yang bertugas di Sei Rampah ini, kehidupan Labora tak ubahnya anak kecil lainnya. Bermain lomba lari dan layang-layang ketika habis masa panen padi.

“Labora sedikit pendiam, jarang sekali berbicara dan kalau ada yang penting baru dia mau bicara. Ya, banyak teman-teman Labora di kampung pada saat seumur 7 hingga 12 tahun,” ujar Mak Deliana.

Menurut Mak Deliana, di kawasan mereka tinggal dulu banyak etnis Tionghoa. “Labora saat sekolah banyak berteman dengan orang China. Di antara teman-teman yang lain, Labora paling lain, dia tak banyak bicara dan berpenampilan sederhana,” kata Mak Deliana.

Bukan maksud memuji, tambah Mak Deliana, Labora juga dikenal sebagai anak yang pintar. “Sering juara kelas, tetapi dia tetap rendah hati dan mau membagi ilmunya kepada teman-teman sekelas dan itu masih terjalin hingga sekarang sesudah menjadi anggota polisi,” jelas Mak Deliana.

Namun, usai tamat SD, Mak Deliana dan Labora berpisah. Mak Deliana ke Medan sedangkan Labora sekolah di SMP di Kota Sei Rampah. “Sebelumnya warga terkejut melihat kejadian kalau Aiptu Labora Sitorus ditangkap memiliki transaksi uang Rp1,5 triliun,” jelas Mak Deliana.

Hal senada juga dikatakan oleh teman sekelas Labora, Br Situmorang yang disapa Mak Ando (52). “Saya sering melihat Labora membantu orangtuanya pergi ke ladang seusai pulang sekolah,” ujar Mak Nando.

Menurut Mak Nando, hasil panen dari bertani orangtuanya dipergunakan untuk biaya sekolah. “Ya, namanya mereka banyak keluarga, untuk mencukupi kehidupan sebagai PNS kalau itu tidak tercukupi memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.

Memasuki masa SMA, Labora sudah jarang lagi bergaul. Terkadang pada hari Minggu ketika pulang dari gereja di Kampung Kebun Sayur Desa Sei Bamban, mereka bercengkerama seperti layaknya teman biasa. “Pacar Labora ketika itu, saya tidak mengetahuinya,” akunya.

Saat duduk dibangku SMA kira-kira kelas 2, Labora ditinggal oleh bapaknya yang meninggal dunia. Setelah kepergian bapaknya Labora dibantu dengan adik-adiknya kemudian bekerja lebih giat di ladang untuk membantu ibunya dalam membantu mencari nafkah. “Labora membantu kakaknya berjualan lapo tuak di depan rumah orangtuanya,” kata Mak Nando.

Singkat cerita ketika menamatkan bangku SMA pada 1981, Labora alias Ucok langsung dibawa oleh tulangnya menuju Sorong Papua. Tepatnya tahun 1983, Labora Sitorus mengikuti seleksi masuk polisi di Papua. “Sejak itu, kami jarang mendengar kabar si Labora,” kata Mak Nando.

Selang setahun kemudian, ibu Labora meninggal dunia dan dimakamkan di kampung Kebun Sayur Desa Sei Bamban. Semenjak kedua orangtuanya meninggal, keberadaan Labora makin tak jelas. Tetapi selang beberapa tahun ini, tepatnya tiga tahun belakangan ini setelah dibangunya rumah mewah yang dibangunnya, Labora baru sering pulang kampung pada tahun baru.

Rumah Labora berlantai dua bercat kuning berkeramik dan satu kawasan dengan kuburan (makam) yang terletak di Kampung Kebun Sayur Dusun 12 Desa Sei Bamban. Namun, ketika disambangi rumah itu tertutup rapat. Di dalam lingkungan rumah terbangun satu makam mewah yang di dalamnya diletakan jasad kedua orangtua beserta opungnya.

“Resmi dibangun pada tahun 2011 lalu, Labora Sitorus bersama istri dan anak-anaknya pulang kampung pada saat perayaan Natal dan tahun baru lalu (tahun 2012),” jelas Marga Sitorus (58) di Lapo Tuak.

Diceritakan Marga Sitorus, Labora tak pernah tinggal di rumah mewah itu. Untuk merawat rumah ada satu keluarga yang setiap hari datang dan tinggal di situ seperti menyiram tanaman dan membersihkan rumah.

Setiap pulang kampung, pihak keluarga mereka selalu mengundang warga untuk makan bersama dan apabila ada warga kampung pesta, Labora yang dikenal dermawan selalu memberikan sumbangan cuma-cuma satu ekor ternak babi. “Keluarga mereka dikenal murah hati dan sering membantu warga saat pulang kampung,”cetusnya. (*)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Belajar Hampir 24 Jam sampai Lupa Tidur

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler