Terlepas dari kegelisahan masa remaja yang sempat dialaminya, perempuan kelahiran Hong Kong, Christina Ho, benar-benar menikmati masa SMA yang ia habiskan di sekolah khusus para siswa berprestasi tinggi.
"Sekolahnya bagus. Mereka pastinya mendorong kebebasan berpikir," kenang Dr Ho.
BACA JUGA: Harga Berlian Langka di Lelang Rio Tinto Capai Jutaan Dolar
Yang paling penting, ia sangat menghormati teman-teman sebayanya kala itu, dan mengatakan, ia belajar banyak dari mereka.
Meski demikian, Dr Ho, yang meneliti keragaman sebagai dosen senior di fakultas ilmu sosial dan politik Universitas Teknologi Sydney, memutuskan untuk tidak menyekolahkan dua anaknya di sekolah khusus.
BACA JUGA: Remaja Australia Lebih Sering Alami Reaksi Alergi
Alasannya? Menurut akademisi ini, susuan etnis di sejumlah sekolah khusus itu kini tak lagi mencerminkan masyarakat Australia. Dr Ho ingin yang terbaik untuk putri-putrinya, tapi tak akan mengirim mereka ke sekolah khusus.
ABC RN: Sophie Kesteven
BACA JUGA: Peringatan Penerbangan ke Bali Ditingkatkan ke Level Tertinggi
Di tengah siswa seangkatan Dr Ho tahun 1991, warga Asia adalah minoritas. Kini, ada lebih dari 20 sekolah yang sepenuhnya menerapkan sistem khusus, dan 25 sekolah yang menerapkan sistem khusus sebagian di NSW, dan siswa dengan latar belakang Asia mendominasi sebagian besar sekolah negeri untuk mereka yang berprestasi dan berbakat tersebut.
Mayoritas besar yang tak proporsional dari institusi elit itu berada di NSW, dan para pengamat pendidikan memperkirakan bahwa populasi dari beberapa sekolah di Sydney bisa mencapai 90% warga Australia keturunan Asia.
Bagi Dr Ho, yang kini berusia 43 tahun, lingkungan yang tak membaur secara ras ini bukanlah yang ia inginkan untuk anak-anaknya.
"Idealnya, sekolah adalah mikrokosmik dari masyarakat di mana anak-anak belajar multikulturalisme secara langsung setiap hari," ujar Dr Hom
Ia mengatakan, hal itu kurang muncul di sekolah yang tak merefleksikan sususan etnis atau budaya dari masyarakat luas.Julukan yang melekat untuk kelompok tertentu
Meski hanya ada sedikit bukti bahwa ketegangan ras muncul di ruang kelas, ras adalah faktor kunci dalam bagaimana anak-anak melihat diri mereka dan teman-temannya di sekolah khusus.
Menurut Trissha Varman, siswa sekolah khusus berusia 15 tahun yang terlahir di Malaysia, anak-anak dari Asia selatan cenderung untuk bergaul dengan sesamanya. Alissa, 17 tahun, yang hanya ingin disebut nama depannya, mengatakan, sebuah kelompok yang didominasi anak-anak berkulit putih akan dijuluki 'Skips', kependakan dari Skippy si kanguru hutan.
Dr Ho menunjukkan sejumlah istilah seperti "the Asian five" -sekelompok mata pelajaran sukar termasuk sains, yang bertolak belakang dengan 'mata pelajaran kulit putih' yang sebagian besar berisi ilmu humaniora.
Aktivitas seperti debat dan olahraga juga diidentikkan dengan 'kulit putih'. Itu adalah jenis ekstra kurikuler sekolah yang menyulitkannya.
"Sebagai seseorang dengan latar belakang imigran yang tumbuh besar di Australia, saya benar-benar ingin menyesuaikan diri. Saya tak ingin didefinisikan berbeda secara rasial," tutur Dr Ho.
Ia memperhatikan bahwa melihat dunia dengan kacamata ras bisa mengarah ke segregasi yang tak sehat, karena itulah ia ingin mendorong adanya diskusi yang lebih luas tentang ras, etnisitas dan pendidikan.
"Saya pikir tentang ras sudah ada. Itu sudah nampak dan orang-orang tak tahu bagaimana membicarakannya," kata Dr Ho.
"Salah satu hal yang ingin saya lakukan dengan penelitian saya adalah menyediakan cara alternatif untuk membicarakan masalah-masalah seperti ini. Jadi ini bukan hanya tentang ras, bukan hanya tentang budaya, ini tentang kebijakan pemerintah."Meningkatnya kursus pelatihan
Selama beberapa dekade terakhir, kebijakan imigrasi Australia telah berubah, menjadi mempertimbangkan kemampuan, kesejahteraan dan latar belakang pendidikan ketimbang faktor lain seperti reuni keluarga.
Dalam bidang pendidikan, kebijakan pemerintah juga telah berubah dari yang tadinya menerapkan model berbasis komprehensif ke sistem kompetitif hirarkis berbasis tes NAPLAN.
Dr Ho mengatakan, hasil secara keseluruhannya adalah bahwa Australia memiliki imigran yang terlalu terseleksi dari negara-negara seperti India, China, dan Korea Selatan yang rata-rata lebih berpendidikan ketimbang warga Australia.
Menurutnya, para imigran bercita-cita tinggi ini mementingkan pendidikan sebagai kunci masa depan yang sukses bagi anak-anak mereka, dan untuk mendapatkan pengetahuan lebih, mereka lebih mungkin mengikuti kursus-kursus pelatihan dan program bimbingan swasta. Lembaga kursus pelatihan di jalan Chatswood di utara Sydney.
ABC RN: Sophie Kesteven
Nyatanya, dukungan akademik ekstra-kurikuler kini menjadi semacam kewajiban bagi keluarga manapun yang ingin anaknya masuk dalam program bergengsi atau program pemerintah apapun yang selektif di seluruh Australia. Industri pengajaran swasta, kini, secara mengejutkan, telah meningkat dua kali lipat selama satu dekade terakhir.
Tren ini, kini, menjadi penyebab utama dari ketegangan, khususnya di NSW. Program pelatihan dan bimbingan begitu mahal, dan bisa mengarah ke ketidaksetaraan. Tapi kebanyakan, itu dianggap sangat membebani anak-anak.
"Saya pernah mendengar orang mengatakan kepada saya bahwa ini pada dasarnya pelanggaran terhadap anak, apa yang dilakukan orang tua Asia ini terhadap anak mereka," jelasnya.
"Saya melihat adanya permusuhan rasial yang meningkat, dan saya rasa pastinya ada beberapa kekhawatiran nyata. Tapi juga ada rasisme di dalamnya."Mendobrak kebiasaan
Meski ia adalah contoh kesuksesan dari sistem sekolah khusus, Dr Ho tak yakin sistem ini masih merupakan ide yang bagus.
"Saya rasa, sekolah khusus, secara sosial menambah ketidaksetaraan yang kita lihat di dunia pendidikan," ujar Dr Ho.
Ia menyarankan adanya pencabutan sumber daya pemerintah dari program yang menguntungkan segelintir minoritas anak pintar ke sekolah negeri komprehensif yang menguntungkan semua siswa.
But so far, she seems to be swimming against the tide. The trend towards more selective schools is currently intensifying in nearly all states.
Tapi sejauh ini, ia tampaknya mendobrak tradisi itu sendirian. Tren memilih sekolah khusus saat ini justru meningkat di hampir semua negara bagian Australia.
Bagaimana dengan anak-anaknya? Tak inginkah ia agar mereka mendapat manfaat dan keuntungan konpetitif yang ia dapatkan sebagai anak berprestasi tinggi di sekolah khusus? Christina Ho menjauh dari pesan Pendidikan berorientasi hasil yang dipromosikan lembaga kursus.
ABC RN: Sophie Kesteven
"Anak-anak saya berada dalam lingkungan keluarga yang sangat mendukung," sebutnya.
"Mereka punya orang tua yang berpendidikan baik dan terkoneksi dengan baik."
Dr Ho dan pasangannya menolak metode berorientasi hasil berpandangan sempit yang dipromosikan oleh sejumlah lembaga pelatihan.
"Saya ingin agar pembelajaran menjadi pengalaman langsung yang menarik untuk mereka, di mana mereka punya otonomi di dalamnya," kata Dr Ho.
"Dan kami tak akan membiarkan anak-anak kami gagal!."
Anak-anak Dr Ho kini berusia 5 dan 9 tahun. Di saat mereka mencapai usia SMA, akankah sistem pendidikan Australia bahkan makin hirarkis, membuat depresi, kompetitif dan tersegregasi secada ras?
Dan masyarakat Australia seperti apa yang akan diciptakan oleh anak-anak yang lulus dari sistem seperti itu?
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peluncuran Jadwal Transportasi Publik Baru di Sydney