Informasi yang dihimpun, pungli yang dilakukan itu bervariasi nilainya, dari nilai sebesar Rp1,5 juta, hingga tak terbatas tergantung kemampuan orang tua murid. Selain pungli tersebut, siswa juga masih dibebani dengan pungli lainnya, sebesar Rp100 ribu permurid yang dibayar setiap bulan berjalan.
“Kalau tidak dibayar, siswa menjadi korban tekanan guru, bahkan siswa diancam tidak diberikan kursi yang bagus. Masalah pungli tersebut, diminta segera dituntaskan agar siswa tidak menjadi korbannya,” ujar Nasrun Bandiong yang didampingi sejumlah orang tua murid dalam pertemuan dengan komisi A DPRD Banggai seperti yang diberitakan Radar Sulteng (JPNN Group), Minggu (7/10).
Pertemuan yang dipimpin Sekretaris Komisi A Hidayat Monoarfa ST itu, berlangsung singkat. Karena, komisi A hanya mendengarkan dan meminta data adanya dugaan pungli yang terjadi di SMP Negeri 3 Luwuk alias SLBI tersebut. Data-data itu dinilai sangat penting sebagai dasar untuk memanggil pihak-pihak yang terkait.
Yang menyedihkan, kata Nasrun semua pungli yang dilakukan sekolah itu, tidak dimusyawarahkan terlebih dahulu. Ada pertemuan yang membahas masalah tersebut, tetapi orang tua murid tidak diberikan kesempatan untuk mempertanyakan masalah uang pungli itu. Orang tua siswa hanya diberikan blangko untuk diisi tanpa bisa bertanya kepada para pembina sekolah.
“Kita (orang tuamurid,red) hanya digiring ke bangunan sekolah yang sedang dibangun dan diminta mengamati apa sesungguhnya yang dibutuhkan dalam pembangunan tersebut. Bangunan sekolah itu, bisa diselesaikan kalau ada bantuan orang tua siswa,” ujar Nasrun mengutip pernyataan para oknum guru sekolah tersebut.
Anehnya, nilai bantuan yang harus diberikan orang tua siswa ditentukan dan diputuskan sendiri oleh pihak sekolah. Keputusan sepihak tersebut, mengundang reaksi orang tua siswa. Tetapi tidak diperbolehkan orang tua siswa berbicara atau bertanya. Orang tua siswa dipaksa menerima keputusan itu sambil mengisi formulir yang ada.
Menyikapi pungli, Komisi A DPRD Banggai akan memanggil Kepsek SMP SLBI Luwuk dan instansi terkait. Pemanggilan itu, memastikan kebenaran laporan orang tua siswa dan mempertanyakan dasar dari pungli yang dilakukan oleh pihak sekolah.
Senada dengan itu, Djufri Diko, anggota komisi A DPRD Banggai mengamini adanya punggutan di sekolah SLBI. Karena sekolah SLBI berbeda perlakuan perundan-undangannya. Namun, apapun punggutan tersebut, tidak bisa diputuskan dan ditentukan sendiri oleh pihak sekolah. Keputusan itu, ditentukan oleh orang tua siswa dalam sebuah forum.
“Kalau keputusan itu, dilakukan sepihak oleh sekolah, maka sekolah yang dimaksud telah melanggaran azas dan wajar kalau dikatagorikan sebagai pungli. Apalagi kalau uang tidak dibayar akan berimbas kepada murid. Ini merupakan sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” tandasnya. (rd)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Nonsertifikasi Merasa Dianaktirikan
Redaktur : Tim Redaksi