Gempa besar melanda Lombok di tahun 2018 dan menghancurkan kampung, infrastruktur, serta sekolah-sekolah.
Namun, tiga tahun kemudian, sebuah sekolah yang disebut sebagai sekolah pertama di Asia yang dibangun dari bahan daur ulang, berdiri di Lombok.
BACA JUGA: Victor Yeimo Akhirnya Dibantar ke Rumah Sakit Dua Hari Setelah Perintah Pengadilan Terbit
Sekolah tersebut dibangun dengan materi bangunan 'eco-blocks', yang terbuat dari plastik daur ulang dicampur dengan kayu.
Materi ini lebih dapat bertahan dari goncangan gempa, karena lebih kuat namun ringan jika dibandingkan dengan batu bata biasa.
BACA JUGA: Rumah Produksi Asal Indonesia Watchdoc Raih Penghargaan Magsaysay Award Dari Filipina
Penggagasnya adalah Classroom of Hope, organisasi asal Australia Barat yang sudah membangun sekolah-sekolah di daerah yang banyak anak-anaknya tidak bisa sekolah.
"[Sekolah ini] jauh lebih tahan lama, ringan, hemat biaya, dan akan bertahan lebih dari 100 tahun. Selain itu, akan membersihkan lingkungan hidup," kata Duncan Ward, yang mendirikan organisasi tersebut sembilan tahun lalu.
BACA JUGA: Persidangan Dalang Bom Bali Dimulai di Guantanamo Bay
Untuk membangun kembali SDN 4 Taman Sari yang rusak karena gempa Lombok, Classroom of Hope bekerja sama dengan beberapa organisasi lokal lainnya, termasuk Yayasan Pelita.
Kepala Yayasan Pelita, Satriawan Amri, mengatakan awalnya ada tanggapan yang beragam dari warga soal ide pembangunan sekolah tahan gempa tersebut.
"Saat saya memberikan ide itu, mereka sedikit kurang yakin," ujarnya.
"Tetapi, setelah [itu], saya memberikan… contoh-contoh bangunan, kemudian jelaskan bahannya dari apa, [proyek] ini bagus untuk lingkungan karena dari recycled plastic."
Waktu pembangunan dimulai, warga pun mulai menyadari manfaat dari proyek ini.
"Setelah masyarakat melihat bahannya datang, melihat bangunan kelas, anak-anak tidak sabar untuk mencoba kelas itu," kata Satriawan.
Marizal adalah guru olahraga di sekolah tersebut yang sudah bekerja hampir 11 tahun.
Dia mengatakan telah melihat proses transformasi yang luar biasa.
"Sekolah kami, yang dulunya hanya sekolah sementara yang menggunakan bangunan berdinding triplek dan beralaskan lantai tanah, kini sudah menjadi sekolah eco-block yang sangat indah dan rapi." Murid-murid menjadi semangat ke sekolah
SDN 4 Taman Sari yang memiliki lima ruang kelas hanya membutuhkan sekitar enam hari untuk dibangun kembali karena bahannya, yakni 'eco-block' dapat dirakit dengan tangan, seperti lego.
Pazila Aulia, seorang siswa kelas 5 SD, mengatakan dirinya menjadi semakin semangat untuk pergi ke sekolah barunya.
"Saya senang melihat bangunan eco-block, dindingnya yang disusun seperti lego sangat rapi dan indah," ujarnya.
"Apalagi bentuknya mirip bambu…. Saya sangat menikmati sekolah ini.
"Saya semakin semangat belajar karena sudah tidak kepanasan lagi."
Classroom of Hope juga bekerja sama pemerintah daerah setempat agar sekolah darurat lainnya dapat dibangun.
Kini sudah ada, 23 sekolah sementara yang dibangun dengan materi daur ulang plastik dan 4.000 anak-anak bisa kembali ke sekolah. Menyelamatkan lingkungan dari sampah plastik
Duncan mengatakan ia tidak ingin membangun sekolah dari batu bata karena bangunan seringkali hancur menjadi puing-puing karena guncangan gempa.
Saat gempa bumi di Lombok terjadi, Duncan tinggal di Bali dengan keluarganya.
"Saya ingat bangun dan berlari untuk meraih putri saya dan berlari ke luar ke sawah bersama istri saya karena seluruh rumah bergetar."
"Keesokan paginya, telepon saya dibanjiri pesan dari orang-orang yang saya kenal yang tinggal di Lombok, di pulau-pulau Gili… yang rumahnya telah hancur."
Setelah Duncan tiba di Lombok dan melihat sendiri sekolah-sekolah yang hancur, ia kemudian menghubungi Block Solutions, perusahaan asal Finlandia yang menciptakan bahan material eco-block tersebut.
Block Solutions menggunakan sampah plastik daur ulang, yang diolah dengan mencampurkan serat kayu untuk menciptakan materi seperti batu bata.
Menurut Duncan, materi ini menjadi bahan baku yang ideal untuk membangun sekolah permanen.
Tak hanya itu, bahan baku yang digunakan juga membantu lingkungan karena memanfaatkan plastik yang banyak dibuang.
"Untuk setiap ruang kelas yang Anda bangun, Anda mencegah 2-3 ton sampah plastik dibuang ke tempat pembuangan sampah," kata Duncan.
"Indonesia adalah pencemar tebesar kedua di dunia, jadi sistem ini masuk akal."
Marizal, guru dari SDN 4 Taman Sari berharap metode ini akan menjadi model untuk membangun sekolah yang lebih berkelanjutan di Lombok.
"Menurut saya, bangunan eco-block adalah solusi yang sangat tepat buat bangunan sekolah dan pendidikan untuk menunjang sistem pembangunan sekolah yang aman dan nyaman."
Tujuan Classroom of Hope selanjutnya adalah membangun pabrik di Indonesia agar sampah plastik bisa dikumpul dari daerah lokal, bukan dari Finlandia.
Mereka juga berharap untuk dapat membangun rumah bagi warga yang tempat tinggalnya rusak karena gempa bumi di Lombok pada tahun 2018.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Upaya Perlindungan Hewan yang Hampir Punah Terganggu Oleh Penutupan Perbatasan COVID-19