Sekretariat Gabungan (Setgab)

Selasa, 22 Oktober 2013 – 12:08 WIB

jpnn.com - HUBUNGAN koalisi politik itu bisa diperumpamakan dengan pernikahan. Ia pasti menghadapi masa-masa sulit dan melelahkan, meski pada akhirnya disebut sebagai proses yang memuaskan. Koalisi politik membutuhkan sifat saling pengertian dan kesabaran, karena tidak bisa dipungkiri satu sama lain memiliki prioritas yang berbeda.

Sebuah koalisi yang efektif (sama halnya dengan pernikahan yang langgeng) adalah dimana kedua pihak memiliki kesepahaman dalam mencapai tujuan utama dan visi yang terbentang. Sehingga tidak perlu ada istilah pengorbanan atas individualitas yang dimiliki masing-masing.

BACA JUGA: Asia Tenggara Mencintai Obama

Tentu, ketika pernikahan mulai terjadi keributan dan kedua rekan hidup sering berselisih, segala hal bisa berubah dengan cepat menjadi bencana. Kita semua sudah mafhum, jika bencana itu adalah hal yang buruk dan sangat berbahaya dalam  sebuah hubungan.

Koalisi yang berkuasa di Indonesia saat ini adalah Sekretariat Gabungan (Setgab). Total yang masuk dalam Setgab berjumlah enam partai (menguasai 75.5% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat). Tak heran jika banyak ruang yang memuat kesalahpahaman.

BACA JUGA: Museum di Istanbul

Mengingat Indonesia yang berskala besar dan memiliki segudang kepentingan, koalisi politik telah menjadi adat di Indonesia, setidaknya pasca-Reformasi.

Tetapi detik-detik mendekati 2014, hubungan Setgab menjadi sangat tegang. Pertanyaan yang perlu kita ajukan sederhana: apakah hubungan pernikahan ini sedang berada di titik rendahnya, semacam mengalami mid-life crisis, atau inikah bukti adanya “perbedaan yang tak bisa didamaikan” dan menimbulkan perceraian?

BACA JUGA: Istanbul, Kota Impian Olimpiade

Permasalahan telah muncul selang beberapa waktu lalu. Pada awal Februari 2011, baik Golkar dan PKS menentang pemerintah yang menolak pembentukan komite dalam menyelidiki kasus korupsi pajak. Pada saat itu, tak satupun dari kedua partai mendapat teguran. PKS justru kemudian kembali menentang suara terbanyak koalisi dalam mengusung kenaikan harga BBM.

Celah-celah dalam koalisi semakin jelas. Bahkan baik Demokrat dan Golkar, dua partai paling berpengaruh dalam koalisi telah mengumumkan bahwa mereka membuka gagasan membentuk koalisi dengan PDI-P setelah pemilu legislatif mendatang.

Hal menarik lain datang dari mantan Jenderal Pramono Edhie Wibowo, adik ipar Presiden Yudhoyono yang telah menggunakan kantor Setgab sebagai markas tim suksesnya demi persiapan konvensi Partai Demokrat.

Perkembangan politik Indonesia baru-baru ini juga menambah bahan bakar dalam memperburuk hubungan Setgab.

Pertama, Ruhut Sitompul, seorang Demokrat yang berkecimpung di bidang hukum dan memiliki kedekatan dengan Presiden Yudhoyono, harus menarik diri dari pencalonan sebagai ketua komisi III DPR yang mengawasi bidang hukum, sebagai akibat dari tingginya reaksi anggota parlemen lainnya. Menengok ke belakang, penolakan terhadap Ruhut, meski dilakukan oleh anggota koalisi, dapat diartikan sebagai bentuk penolakan tidak langsung terhadap Presiden Yudhoyono.

Kedua, koalisi juga digoyang oleh pengakuan yang dibuat oleh Lutfi Hassan Ishaaq, mantan Presiden PKS yang menyebut ada perempuan bayangan yang memiliki peran sangat berpengaruh bernama Bunda Putri sebagai teman dekat Presiden Yudhoyono. Serangan demikian tidak bagus untuk keharmonisan Setgab dan hubungan partai PKS-Demokrat  yang telah memanas sebelumnya.

Ketiga, jatuhnya Akil Mochtar dari kursi Mahkamah Konstitusi menyeret Partai Golkar dan Demokrat ke pusaran konflik. Masing-masing saling menuduh adanya dinasti politik. Pertama di Banten Gubernur Ratu Atut berdiri di bawah Golkar, sedangkan kedua, di tingkat nasional SBY sedang membangun klan dengan Sarwo Edhi Wibowo.

Ketiga kejadian yang mencolok tersebut menandai ketegangan yang menjalar di tubuh Setgab, terutama di partai Demokrat, Golkar dan PKS. Jika diibaratkan pernikahan yang harmonis seyogyanya akan terdapat banyak waktu kedua pihak bertatap muka dan berjabat tangan. Sebaliknya, masing-masing pihak justru saling ‘meninju’ di depan publik. Sangat jelas dilihat jika partai memilih mengedepankan agendanya masing-masing daripada kepentingan koalisi.

Untuk mendorong hubungan yang lebih harmonis saya memiliki gagasan untuk merekomendasikan seorang konsultan pernikahan. Tetapi siapa yang layak anda pilih? Saya rasa mereka harus berasal dari orang-orang yang memiliki kepercayaan diri dan masih dipercayai oleh semua pihak – Mungkinkah itu Mantan Wakil Presiden Pak Jusuf Kalla, atau Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Pak Syafii Maarif? Atau jalan yang terbaik biarkan masing-masing partai berjuang mencari jalan keluarnya sendiri-sendiri.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jusuf Kalla


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler