Salah satu warga Indonesia yang bekerja di sektor energi di Australia terpaksa kehilangan pekerjaanya, setelah harga komoditi dari sektor ini terus melemah. Kini Dewi Ratih Naim mencoba membuat bisnis yang sesuai dengan kegemarannya sejak lama: membuat martabak.
Melesunya industri energi di Australia, termasuk di sektor pertambangan, minyak dan gas, telah menyebabkan ribuan pekerja di sektor ini terpaksa kehilangan pekerjaannya, sejak tahun 2014.
BACA JUGA: Menteri Australia Mundur Setelah Perjalanan Kontroversial ke China
Dewi Ratih Naim, warga Indonesia yang sempat bekerja di sektor minyak dan gas di Australia adalah salah satunya.
"Saya mengalami termination dari pekerjaan saya, dan kesulitan untuk masuk kembali ke industri di bidang saya," ujar Atje, nama panggilan Dewi yang kini bermukim di Melbourne.
BACA JUGA: Penulis Adelaide Luncurkan Buku Untuk Anak-anak Atasi Bullying
"Jadi saya berpikir, mungkin saatnya bagi saya untuk bergerak di bidang lain, mengikuti passion saya," katanya yang memang suka membuat hidangan pencuci mulut. Tak heran, jika ia pun memilih membuat martabak manis asal Bandung, kota asalnya.
Bisnis martabak rumahannya ini ia mulai sekitar delapan bulan lalu. Atje masih ingat pertama kali berjualan saat dirinya berpartisipasi di acara Satay Festival pada bulan Mei 2015.
BACA JUGA: 2 Ekor Bayi Harimau Sumatra Lahir di Kebun Binatang Sunshine Coast
Atje sekarang beralih berjualan martabak, setelah sebelumnya kerja di bidang mineral.
Sebagai seorang yang pernah bekerja sebagai cost engineering dan cost controller, Atje sangat jeli melihat pangsa pasar martabak manis di kota Melbourne.
"Saya melihat ada potensi market untuk martabak manis yang cukup luas. Martabak itu makanan yang disukai semua umur, dan snack yang digemari orang Indonesia sejak jaman dulu dan sekarang. Tak hanya itu, martabak juga dikenal oleh warga negara Asia Tenggara lainnya,"
Atje yang pertama kali datang ke Brisbane, Australia di tahun 1997 sebagai mahasiswa teringat betapa sulitnya menemukan martabak manis yang autentik, seperti di Indonesia.
Awalnya ia hanya membuat martabak untuk acara-acara bersama teman-teman sesama warga Indonesia, tidak pernah terlintas dalam benaknya jika kini menjadi bisnis yang ia jalani dengan serius.
Bagi Atje modal utama tentu saja keahlian dalam membuat martabak, selain juga beberapa peralatan untuk membuat martabak.
"Saya percaya jika ingin memulai sesuatu itu dari yang kecil saja dulu, melihat bagaimana pasar menanggapi produk kita," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Australia Plus Indonesia.
"Modal saya pun juga hanya kompor gas, mixer yang ada di rumah, memang ada loyang khusus martabak manis dari Indonesia," tambahnya.
Martabak yang dibuat Atje di rumahnya sendiri. Koleksi pribadi.
Dalam seminggu, Atje bisa menjual sekitar 12 hingga 15 loyang martabak. Sementara kalau ia berjualan di acara-acara pameran bisa laku sekitar 40 loyang.
Anda bisa bayangkan berapa omsetnya, jika harga satu loyang berkisar $15 hingga $17, tergantung jenis rasanya.
Atje pun terus gencar melakukan upaya untuk memperkenalkan produknya, tak hanya terbatasa bagi komunitas Indonesia di kota Melbourne.
"Strategi pemasaran yang saat ini dilakukan utamanya adalah lewat jejaring sosial, aktif promosikan produk di Facebook, Instagram, memberikan informasi ke Whatsapp Group dari berbagai komunitas... dan yang penting, saya harus aktif ikutan pameran atau bazza," jelasnya.
Atje memiliki cita-cita untuk membuat gerai martabak ke depannya.
"Tetapi tentu membutuhkan modal yang besar dan saya pun masih mempelajari persyaratannya."
Saat ini, Atje sudah memiliki beberapa pelanggan tetap dan ia pun berbagi tips bagaimana memulai bisnis kuliner rumahan bagi warga Indonesia di luar negeri.
"Harus se-friendly mungkin sesuai kebutuhan dan keinginan customer. Misalnya, saya sangat fleksibel soal waktu pengiriman. Kedua harus peka dan kreatif dengan memperkenalkan rasa-rasa baru, riset dan memantau makanan apa yang sedang tren di Indonesia, kemudian coba bawa kesini untuk memberikan kemudahan bagi mereka yang kangen makanan Indonesia," ujarnya.
"Tambahan lainnya, sedapat mungkin menjaga kandungan halal, sebagai kepedulian bagi kebutuhan konsumsi halal pelanggan Muslim dan sekreatif mungkin dalam membuat promosi atau special offer, misalnya buy 5 get 1," jelas Atje yang juga aktif sebagai bendahara Australia Indonesian Association of Victoria.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aplikasi Ini Bantu Ingatkan Orang untuk Mendaur Ulang Sampah