jpnn.com - JAKARTA - Pengamat energi Kurtubi mengatakan, DPR tidak perlu merevisi Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas (Migas). Menurut Kurtubi, latar belakang undang-undang tersebut sudah jelas sangat bertentangan dengan Pasal 3 UUD 45 dan sarat dengan kepentingan asing.
"Menurut saya tidak perlu direvisi. Buat saja undang-undang migas yang baru yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara ini," kata Kurtubi, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (10/9).
BACA JUGA: Rizal Ramli: Demokrat Bukan Konvensi Tapi Konveksi
Dikatakannya, UU Migas yang dimiliki oleh Indonesia saat ini adalah yang terburuk karena memaksa liberasasi sektor Migas, subsidi BBM dihapus dan harga dalam negeri diserahkan ke mekanisme pasar serta Pertamina hanya diberi ruang gerak pada sektor hilir.
"Bahkan Pansus BBM DPR sudah menemukan fakta bahwa UU tersebut dibuat atas pesanan dan dibiayai asing sehingga pasal-pasalnya secara keseluruhan merugikan negara," tegasnya.
Menurut Kurtubi, apa pun bentuknya, apakah satuan tugas atau badan pengelola sektor hulu Migas tidak perlu lagi dibentuk. "Saya mengingatkan tidak perlu lagi ada satgas atau badan pengelola hulu sektor Migas. Negara sebaiknya membentuk satu unit usaha baru (BUMN) yang dibuat berdasarkan undang-undang khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI," sarannya.
BACA JUGA: Istri Sukardi Tidak Menangkap Firasat Apa pun
"Kalau hanya dibuat berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas, perusahaan tersebut bisa saja dijual oleh pemerintah. Tapi kalau pendiriannya melalui undang-undang khusus maka tidak satupun pemerintahan berkuasa yang bisa menjualnya," kata Kurtubi.
Sebagai BUMN yang didirikan dengan UU khusus, menurut Kurtubi institusi tersebut juga bisa secara langsung melakukan perjanjian bisnis dengan pihak manapun tanpa melalui badan usaha lainnya sebagaimana yang terjadi selama ini.
BACA JUGA: KPU Jamin Aturan Baru Lebih Adil
"SKK atau dahulunya BP Migas, tidak bisa melakukan perjanjian bisnis. Perjanjian bisnis hanya bisa mereka lakukan melalui penunjukkan badan usaha swasta lainnya. Ini yang membuat peluang korupsi menjadi terbuka karena birokrasi terlalu panjang," ungkap dia. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Jangan Terlalu Yakin Pelaku Jaringan Teroris
Redaktur : Tim Redaksi