"Realisasi ini ekuivalen dengan 52 persen dari target 2012 sebesar Rp76,7 triliun (PMDN) dan Rp206,8 triliun (PMA)," kata Staf Khusus Presiden RI Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Profesor Firmanzah, di Jakarta, Kamis (2/8).
Tingginya investasi baik PMA dan PMDN lanjut Firmanzah, indikasi mulai meningkatnya kembali peran industri nasional. Pada tahun 2011, pertumbuhan industri pengolahan non-migas telah melewati pertumbuhan nasional yaitu sebesar 6.83 persen dengan nilai ekspor industri non-migas berjumlah US$ 122,18 miliar atau 60 persen dari total ekspor nasional.
Sedangkan pada akhir tahun 2012, pertumbuhan industry pengolahan non-migas diharapkan dapat tumbuh sebesar 7.05 persen dan pada tahun 2013 tumbuh sebesar 8.02 persen. "Kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia tahun 2011 sebesar 24.28 persen. Industri kecil masih mendominasi sebanyak 3.8 juta unit dan industri besar berjumlah 24.232 unit dengan total serapan tenaga kerja sebesar 14.54 juta orang," ujar Firmanzah.
Dikatakannya, menguatnya sektor industri khususnya non-migas juga merupakan respon dari perkembangan impor periode Januari-Mei 2012 untuk barang modal mencapai US$ 58,4 miliar (naik 13,1 persen dari periode yang sama pada 2011), dan bahan baku penolong US$ 15,9 miliar (meningkat 37,1 persen).
"Meningkatnya impor barang modal dan bahan baku penolong merupakan salah satu indikasi bergeliatnya industri dalam negeri khususnya sektor manufaktur, yang juga memberi sinyal posisitf bagi potensi aliran investasi," ungkap mantan Dekan Fakultas Ekonomi UI itu.
Perkembangan industri pengolahan non-migas diarahkan untuk membangun basis industri hilir khususnya dalam meningkatkan nilai tambah industri. Peningkatan nilai tambah pengolahan barang mineral seperti bauksit, nikel, bijih besi dan tembaga perlu terus dilakukan.
Begitu juga program hilirisasi untuk pengolahan hasil perkebunan (CPO, karet dan cokelat), pertanian, peternakan dan perikanan, menurut Firmanzah menjadi keniscayaan untuk membangun struktur industri berbasis keunggulan komparatif.
"Proporsi ekspor barang mentah Indonesia perlu terus dikurangi agar nilai tambah, tenaga kerja dan lapangan usaha baru terus berkembang dalam sistem rantai nilai produksi," harapnya.
Keinginan sejumlah investor baik dalam negeri dan asing berinvestasi di sektor manufaktur membutuhkan dukungan SDM yang kompetitif. Hal ini kata Firmanzah harus didukung optimalisasi lembaga-lembaga penelitian dan riset nasional perlu diintensifkan untuk menunjang proses industrialisasi nasional.
Terakhir dikatakannya, persoalan hard infrastructure (seperti jalan, jembatan, pelabuhan, listrik) dan soft infrastructure (birokrasi, perizinan, regulasi dan ICT) menjadi prioritas ke depan untuk tetap mempertahankan kinerja ekonomi di samping mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas untuk akselarasi pembangunan nasional.
"Peluang untuk menguatkan industri domestik terbuka lebar dengan perkembangan data-data di atas," kata Guru Besar Universitas Indonesia itu. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Pertimbangkan HPP Kedelai
Redaktur : Tim Redaksi