JAKARTA - Besarnya pangsa pasar menengah ke atas terus mengerek tingginya permintaan maupun harga dari sektor properti.
Konsultan properti internasional yang berbasis di AS, Jones Lang LaSalle mencatat adanya kenaikan permintaan dan harga baik sektor properti komersial maupun residensial sepanjang semester pertama 2013.
Head of Research Jones Lang LaSalle Anton Sitorus mengemukakan, di sektor perkantoran komersial, penyerapan ruang kantor di kawasan central business district (CBD) selama kuartal kedua 2013 mencapai 93.400 meter persegi.
Sehingga, penyerapan perkantoran komersial hingga akhir paro pertama tahun ini sebanyak 213.400 meter persegi, dari total existing supply sebesar 4,7 juta meter persegi. "Capaian tersebut naik 35 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy)," paparnya di kantornya, kemarin (17/7).
Tak pelak, penyerapan yang tinggi tersebut mendorong kenaikan harga sewa properti perkantoran dalam satu semester secara bervariasi, antara 14-23 persen. Dengan occupancy rate sebesar 92 persen, harga sewa ruang kantor di kawasan CBD kurang lebih Rp 228.100 per meter persegi.
Tren peningkatan harga sewa tersebut juga direspon oleh perkantoran di luar CBD, yakni mencapai 8-20 persen sejak awal tahun. Dengan existing supply mencapai 1,7 juta meter persegi, harga sewa pasar perkantoran di luar CBD mencapai Rp 146 ribu per meter persegi.
"Penyerapan ruang kantor di luar CBD sendiri sudah mencapai 34.800 meter persegi per kuartal satu, dan sebanyak 91.400 meter persegi pada semester pertama. Tingkat hunian pun naik menjadi 93 persen," terang Angela Wibawa, project leasing Jones Lang LaSalle.
Bagaimana dengan performa sektor residential? Head of Residential Jones Lang LaSalle Luke Rowe memaparkan, penjualan sektor kondominium strata di pasar primer di Jakarta pada periode April hingga Juni 2013 memiliki posisi yang hampir sama dengan periode Januari sampai Maret sekitar 4.280 unit.
Sepanjang semester satu 2013, harga kondominium di Jakarta pun ikut naik di kisaran 11-17 persen. "Permintaan end-user terhadap hunian vertikal di dalam kota meningkat. Apalagi saat ini Jakarta sendiri merupakan wilayah bertaraf internasional," terangnya.
Rowe menjelaskan, selama kuartal kedua, para developer telah meluncurkan proyek 4 ribu unit kondominium strata. Sementara total proyek yang sedang dibangun saat ini lebih dari 37.800 unit, dengan catatan sebanyak 70 persen telah terserap oleh pasar.
"Kami proyeksi, peluncuran proyek kondominium baru terus berlangsung dalam beberapa triwulan ke depan. Namun cenderung melambat pada periode pemilu tahun depan," katanya.
Di sisi lain, Country Head Jones Lang LaSalle Todd Lauchlan mengatakan, perkembangan positif sektor properti secara keseluruhan di Indonesia masih akan berlanjut. Bahkan, perkembangan tidak akan hanya dinikmati oleh pasar Jakarta, namun juga sejumlah kota besar di tanah air.
"Pasar properti Indonesia masih relatif aman dari dampak kemungkinan crash atau bubble. Situasi sekarang berbeda jauh jika dibandingkan 1997-1998," terangnya.
Lauchlan menilai, kondisi di Indonesia saat ini belum mengindikasikan dua aspek bubble real estate, seperti kenaikan harga properti yang sangat tidak masuk akal, dan aspek utang atau kredit macet properti.
Tak hanya itu, kendati mengalami pertumbuhan, perkembangan properti di Indonesia masih terjaga. Pada 2012, rasio kredit properti terhadap kredit nasional di Indonesia relatif rendah, yakni 13,6 persen dibandingkan 1995 dan 1997 yang tembus 20 persen dan 17 persen.
Sementara dibanding PDB, rasio kredit properti di Indonesia juga masih rendah sebesar 4,5 persen. Berbeda dengan Malaysia yang mencapai 31 persen, atau Hongkong yang sebesar 42 persen.
"Yang jelas harus tetap ada development control dari Pemerintah, purchasing restriction dari Bank Indonesia untuk menghindari spekulasi," tandasnya. (gal)
Konsultan properti internasional yang berbasis di AS, Jones Lang LaSalle mencatat adanya kenaikan permintaan dan harga baik sektor properti komersial maupun residensial sepanjang semester pertama 2013.
Head of Research Jones Lang LaSalle Anton Sitorus mengemukakan, di sektor perkantoran komersial, penyerapan ruang kantor di kawasan central business district (CBD) selama kuartal kedua 2013 mencapai 93.400 meter persegi.
Sehingga, penyerapan perkantoran komersial hingga akhir paro pertama tahun ini sebanyak 213.400 meter persegi, dari total existing supply sebesar 4,7 juta meter persegi. "Capaian tersebut naik 35 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy)," paparnya di kantornya, kemarin (17/7).
Tak pelak, penyerapan yang tinggi tersebut mendorong kenaikan harga sewa properti perkantoran dalam satu semester secara bervariasi, antara 14-23 persen. Dengan occupancy rate sebesar 92 persen, harga sewa ruang kantor di kawasan CBD kurang lebih Rp 228.100 per meter persegi.
Tren peningkatan harga sewa tersebut juga direspon oleh perkantoran di luar CBD, yakni mencapai 8-20 persen sejak awal tahun. Dengan existing supply mencapai 1,7 juta meter persegi, harga sewa pasar perkantoran di luar CBD mencapai Rp 146 ribu per meter persegi.
"Penyerapan ruang kantor di luar CBD sendiri sudah mencapai 34.800 meter persegi per kuartal satu, dan sebanyak 91.400 meter persegi pada semester pertama. Tingkat hunian pun naik menjadi 93 persen," terang Angela Wibawa, project leasing Jones Lang LaSalle.
Bagaimana dengan performa sektor residential? Head of Residential Jones Lang LaSalle Luke Rowe memaparkan, penjualan sektor kondominium strata di pasar primer di Jakarta pada periode April hingga Juni 2013 memiliki posisi yang hampir sama dengan periode Januari sampai Maret sekitar 4.280 unit.
Sepanjang semester satu 2013, harga kondominium di Jakarta pun ikut naik di kisaran 11-17 persen. "Permintaan end-user terhadap hunian vertikal di dalam kota meningkat. Apalagi saat ini Jakarta sendiri merupakan wilayah bertaraf internasional," terangnya.
Rowe menjelaskan, selama kuartal kedua, para developer telah meluncurkan proyek 4 ribu unit kondominium strata. Sementara total proyek yang sedang dibangun saat ini lebih dari 37.800 unit, dengan catatan sebanyak 70 persen telah terserap oleh pasar.
"Kami proyeksi, peluncuran proyek kondominium baru terus berlangsung dalam beberapa triwulan ke depan. Namun cenderung melambat pada periode pemilu tahun depan," katanya.
Di sisi lain, Country Head Jones Lang LaSalle Todd Lauchlan mengatakan, perkembangan positif sektor properti secara keseluruhan di Indonesia masih akan berlanjut. Bahkan, perkembangan tidak akan hanya dinikmati oleh pasar Jakarta, namun juga sejumlah kota besar di tanah air.
"Pasar properti Indonesia masih relatif aman dari dampak kemungkinan crash atau bubble. Situasi sekarang berbeda jauh jika dibandingkan 1997-1998," terangnya.
Lauchlan menilai, kondisi di Indonesia saat ini belum mengindikasikan dua aspek bubble real estate, seperti kenaikan harga properti yang sangat tidak masuk akal, dan aspek utang atau kredit macet properti.
Tak hanya itu, kendati mengalami pertumbuhan, perkembangan properti di Indonesia masih terjaga. Pada 2012, rasio kredit properti terhadap kredit nasional di Indonesia relatif rendah, yakni 13,6 persen dibandingkan 1995 dan 1997 yang tembus 20 persen dan 17 persen.
Sementara dibanding PDB, rasio kredit properti di Indonesia juga masih rendah sebesar 4,5 persen. Berbeda dengan Malaysia yang mencapai 31 persen, atau Hongkong yang sebesar 42 persen.
"Yang jelas harus tetap ada development control dari Pemerintah, purchasing restriction dari Bank Indonesia untuk menghindari spekulasi," tandasnya. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Minta Bulog Carter Pesawat Angkut Daging
Redaktur : Tim Redaksi