jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menyoroti soal biaya logistik.
Menurut Teuku, masih banyak faktor lain yang menurutnya juga perlu mendapat perhatian pemerintah.
BACA JUGA: Efisiensi Biaya Logistik, Peremajaan Kapal Harus Segera Dilakukan Â
Sejumlah aspek lain mulai dari sinkronisasi antar kementerian dan regulasi yang tumpang tindih antara pusat dengan daerah, serta antar kementerian maupun lembaga pemerintah, turut menghambat investasi.
Bahkan kehadiran Omnibus Law dan terbitnya sovereign wealth fund (SWF) juga tidak serta-merta memuluskan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
BACA JUGA: Ruben Onsu: Dia Tempat Sampah Gue, Kalau Ivan Gunawan Mati, Kelar
“Butuh kebijakan turunan yang perlu dilakukan pada level daerah karena memang ada ketidaksinkronan antara pusat dengan daerah. Periode pertama misalnya ada delapan paket kebijakan, pemerintah bisa dikatakan gagal menarik investasi,” ujar Teuku.
Rifky juga menilai faktor lain yang kerap jadi penghambat masuknya investasi ke Indonesia adalah soal biaya tenaga kerja yang relatif mahal, ditambah dengan kemampuan yang rendah.
BACA JUGA: Airasia.com Hadirkan Asean Unlimited, Terbang Berkali-kali Hanya Rp1,6 Juta
Selain itu, aspek insentif investasi juga menjadi salah satu faktor penentu guna meningkatkan daya saing investasi nasional.
"Kepastian insentif investasi bukan hanya untuk mengundang investor baru saja, melainkan juga untuk memberikan perlakuan yang lebih baik bagi investor yang sudah menanamkan investasinya di Indonesia," sebut Teuku.
International Monetary Fund (IMF) dan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) juga pernah menyatakan insentif investasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam menjamin ekosistem kemudahan berusaha.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy