JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meminta DPD RI agar ikut mewaspadai pelaksanaan pemilukada yang berlangsung di Papua. Pasalnya, di daerah tersebut siapapun yang kalah dalam perhitungan suara akan mengajukan gugatan ke MK. Dan jika kalah lagi, anarkisme yang muncul.
"Siapapun yang kalah pasti ribut. Di Papua semuanya yang berperkara ngamuk," kata Mahfud, saat rapat konsultasi dengan pimpinan DPD, Selasa (17/1).
Ditambahkan Mahfud, ketidakpuasan mereka sering dibarengi ancaman untuk memisahkan diri dari NKRI. "Nggak main-main, bakar-bakaran, dan selalu ngancam kami akan keluar dari NKRI," ungkap Mahfud.
Berdasarkan pengalaman menyidangkan perkara pemilukada Papua, Mahfud menyimpulkan prinsip pemilukada yang langsung, umum, bebas dan rahasia tak berlangsung di Papua. Seringkali yang menentukan dukungan politik adalah kepala suku. Kepala sukulah yang menentukan sepenuhnya suara akan diberikan pada pasangan atau partai mana, tanpa adanya pencoblosan dari pemilih sebenarnya.
Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida sempat mempertanyakan mahalnya berperkara di MK karena pemohon harus mendatangkan saksi dari daerah. "Coba bayangkan satu daerah aja harus keluarkan satu miliar untuk berperkara, bayangkan jika yang berperkara hampir 400 berarti 400 m iliar yang harus dikeluarkan," tanya La Ode.
Menjawab pertanyaan tersebut, menurut hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, sebenarnya sejak lama MK menyediakan sidang jarak jauh melalui teleconference di beberapa Universitas Negeri. Dengan cara ini, pelaksanaan sidang lebih murah dan cepat. Nyatanya, mereka yang berperkara di MK lebih suka mendatangkan sendiri saksi ke Jakarta. "Mungkin itu hadiah balas jasa bagi tim sukses," selorohnya. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Proyek di DPR Menghina Akal Sehat dan Khianati Rakyat
Redaktur : Tim Redaksi