jpnn.com, JAKARTA - Kaspersky melaporkan, sebanyak 1,6 juta lebih upaya penambangan kripto (cryptomining) pada paruh pertama tahun 2020 yang menargetkan UKM di Asia Tenggara (SEA).
Meski begitu angka percobaan tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan penipuan daring (phishing) yang terdeteksi sebanyak 1,7 juta lebih.
BACA JUGA: Kaspersky Tolak Pensiunkan Windows XP
Kemudian, upaya ransomware (Malware yang mampu mengambil alih sistem komputer yang ditargetkan) dengan 504.304 upaya terdeteksi selama periode Januari hingga Juni 2020.
"Ancaman ini (cryptomining, red) hadir secara diam-diam, tersembunyi di dalam perangkat dan jaringan, kemudian perlahan menyedot bandwidth, listrik, hingga merusak perangkat keras yang semuanya jelas merugikan dan memakan biaya, di mana bisnis sangat tergantung akan seluruh operasi tersebut,” kata General Manager Kaspersky Asia Tenggara Yeo Siang Tiong, Senin (21/9).
BACA JUGA: Industri Siber Bisa Membantu Lompatan Ekonomi Besar Seperti Ajakan Jokowi
Data Kaspersky juga menunjukkan, empat dari enam negara Asia Tenggara berada di 15 besar dunia dalam hal upaya cryptomining.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah deteksi cryptomining tertinggi terhadap UKM untuk paruh pertama 2020, meskipun terjadi penurunan 40 persen ketimbang periode sama tahun lalu.
BACA JUGA: Pakar Keamanan Siber Sebut 91 Juta Data Akun Tokopedia Bocor
Di peringkat global, Rusia merupakan negara dengan jumlah cryptomining terbanyak yang berhasil dicegah oleh Kaspersky pada kuartal ke II tahun ini, diikuti oleh Tiongkok, India, Indonesia dan Vietnam.
"Dengan situasi pandemi yang secara tidak langsung mendorong perkembangan transformasi digital di kawasan Asia Tenggara, sudah selayaknya (UKM, red) memahami potensi risiko cryptomining," tegas Yeo Siang Tiong.
Dia mengungkapkan, cryptomining merupakan penggunaan akses tidak sah dari komputer orang lain untuk mengambil alih mata uang kripto (cryptocurrency) yang ditargetkan, atau dikenal juga sebagai penambangan berbahaya (malicious mining).
Para pelaku menggunakan berbagai cara rahasia untuk memasang program penambangan di komputer korban (pemilik UKM), dan mengambil semua keuntungan mereka.
"Kesimpulannya, para pelaku kejahatan siber seperti penambang kripto sangat mampu melakukan aktivitasnya selama bertahun-tahun tanpa menarik perhatian, sehingga tidak terdeteksi untuk jangka waktu cukup lama," pungkasnya. (mcr2/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rizki Sandi Saputra