Selamat Jalan, Bung Rizal Ramli

Oleh: Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina*

Kamis, 04 Januari 2024 – 08:46 WIB
Direktur Archipelago Solidarity Foundation Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina. Foto: dok.pribadi for JPNN.com

jpnn.com - KABAR mengejutkan muncul ketika sebuah masuk telepon seluler yang menginfokan ekonom Dr. Rizal Ramli berpulang pada Selasa (2/1/2024) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Memang sudah beberapa waktu belakangan ini, tidak ada kabar mengenai Rizal Ramli yang selalu mewarnai berbagai diskusi publik mengenai berbagai persoalan negara, terutama masalah ekonomi.

BACA JUGA: Semangat Martha Christina Tiahahu dan Kolonialisme Modern

Beberapa pesan yang penulis kirim ke telepon selulernya hanya centang satu, yang artinya tidak terbaca. Sebenarnya, sempat bertanya-tanya ada apa dengan Bung Rizal?

Karena biasanya kami berdiskusi lewat pesan WhatsApp ataupun saling bertelepon. Tetapi, belakangan sangat sulit untuk berkomunikasi karena teleponnya sering tidak aktif.

BACA JUGA: Yang Terhormat Presiden Jokowi, Inilah Petisi Rakyat Maluku soal Blok Masela

Penulis mengenai Bung Rizal Ramli sebagai mitra kerja, ketika penulis masih menjadi anggota DPR RI/MPR RI periode 1999-2004. Sementara Bung Rizal merupakan Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Ekonomi.

Persahabatan sebagai mitra kerja ini terjalin sampai dengan saat ini. Sosok Bung Rizal memiliki sikap yang konsisten dalam setiap persoalan mengenai rakyat. Hal ini tidak perlu diragukan. Sikapnya tetap sama berada dalam sistem kekuasaan ataupun di luar kekuasaan.

BACA JUGA: Engelina: Pemuda Maluku Harus Kawal Kebijakan Presiden Jokowi soal Blok Masela

Namun, dalam suatu kesempatan pada tahun 2015, kami bertemu secara tidak sengaja di pusat berbelanjaan di Jakarta. Bung Rizal tampaknya baru selesai diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi yang berada di gedung yang sama.

Saat itu, Bung Rizal sedang mencari café untuk beristirahat sejenak. Dalam diskusi itu, kami secara khusus membahas pengembangan Blok Masela (Maluku), di mana hendak dikelola melalui kilang terapung.

Intinya, dalam diskusi itu, kami sepikiran kalau pengelolaan seperti itu tidak membawa dampak ekonomi apa pun terhadap ekonomi rakyat.

Sebab, gas yang diambil segera diangkut ke kapal untuk dikirim ke berbagai tempat dan tidak memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Hanya saja diskusi berakhir begitu saja. Karena Bung Rizal dan penulis tidak berada dalam sistem kekuasaan, sehingga praktis hanya berusaha mendorong kesadaran mengenai publikasi di ruang publik.

Namun, tidak lama setelah diskusi di pusat berbelanjaan itu, Presiden Joko Widodo melakukan perombakan cabinet. Bung Rizal Ramli diangkat sebagai Menko Kemaritiman, yang juga mengkoordinir bidang energi.

Setelah penulis melakukan diskusi dengan Bung Rizal, ternyata tetap pada sikapnya tidak setuju dengan pengembangan kilang terapung, karena tidak memberikan multiplier effect terhadap ekonomi Maluku.

Sikap Bung Rizal ini menjadi daya dorong bagi penulis dan rekan-rekan dari Maluku untuk terus mendorong agar Presiden Joko Widodo memindahkan kilang terapung menjadi kilang darat.

Hanya saja tidak mudah, karena sejumlah tokoh kunci dan berada di sekitar Presiden dan sangat menentukan dalam pengambilan kebijakan justru tetap bersikukuh untuk mengembangkan kilang terapung, dengan satu argumen yang seragam kalau pengembangan itu lebih murah.

Meskipun alasan ini dengan mudah dipatahkan tetapi tidak semudah untuk mempengaruhi kebijakan, dimana arus besar para pengambil kebijakan mulai dari pusat sampai ke daerah bersikeras mempertahankan kilang terapung, yang sesuai dengan kehendak investor.

Silang pendapat tak terelakkan di ruang publik. Bung Rizal secara terbuka mendorong agar Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan untuk memindahkan kilang Blok Masela dari laut ke darat.

Namun, pandangan Bung Rizal sangat objektif, karena memikirkan dampak ekonomi bagi Maluku, agar kekayaan Maluku tidak hanya dikuras begitu saja tetapi membawa kesejahteraan. Sebab, keberadaan kilang darat bisa menjadi pusat pertumbuhan baru di Maluku.

Selain itu, Bung Rizal juga mengidentifikasi ratusan industri turunan dari gas, sehingga kalau industri itu dibangun di Maluku, maka akan membawa dampak ekonomi yang sangat besar, sehingga bisa mengangkat Maluku dari keterpurukan ekonomi.

Dengan argumen yang meyakinkan dan objektif, serta tekanan berbagai elemen dan tokoh Maluku di Jakarta dan Maluku, yang saat itu ikut bersama penulis, menyebabkan Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan secara mendadak untuk memindahkan kilang Blok Masela dari laut ke darat.

Kebijakan ini sudah tentu tidak disukai para investor dari berbagai pihak yang mengambil keuntungan, tetapi bagi Maluku, keputusan ini sangat tepat, karena Maluku berhak menikmati kesejahteraan dari keberadaan kilang Blok Masela.

Sikap konsisten Bung Rizal dalam memperjuangkan pemindahan Kilang Blok Masela patut diacungi jempol dan dikenang, karena seandainya Bung Rizal tidak menjabat sebagai Menko Kemaritiman hamper mustahil untuk memindahkan kilang terapung menjadi kilang darat. Tetapi, keteguhan sikap Bung Rizal yang pro terhadap rakyat Maluku sebagai pemilik sumber daya alam telah menularkan semangat dan keberanian Presiden Joko Widodo untuk mengubah kebijakan yang telah diambil pendahulunya.

Koreksi kebijakan ini tentu sangat mengganggu investor, tetapi apalah artinya investor berbahagia di atas kemiskinan rakyat Maluku.

Hanya keberpihakan yang nyata terhadap nasib rakyat Maluku yang melahirkan keberanian untuk melawan arus besar kekuasaan dengan pemodal besar untuk mengeruk kekayaan alam Maluku tanpa memikirkan rakyat dapat apa dari sumber alam yang dikeruk. Tapi, satu yang jelas dari pro kontra kilang Blok Masela pada masa lalu, sikap para penguasa yang pro pada kepentingan investor semata dan bersyukur masih ada figure seperti Rizal Ramli yang memiliki hati untuk rakyat Maluku.

Keberanian Bung Rizal Ramli ini tak mengherankan ketika Presiden Joko Widodo telah memutuskan kilang Blok Masela dikelola di darat, Bung Rizal mendapat sambutan besar dan hangat dari rakyat Maluku.

Tentu, rakyat bisa membedakan mana pejabat yang membela kepentingan mereka dan mereka yang hanya mengabdi kepada kepentingan investor semata.

Bahkan, dalam upaya mendorong kilang Blok Masela ke darat, Bung Rizal tak segan mengajak tokoh-tokoh Maluku dan akademisi Maluku untuk menjadi peserta rapat koordinasi tingkat Menteri di Kantor Menko Kemaritiman.

Tentu, ajakan itu bukan sekadar memperoleh masukan dari orang Maluku, tetapi Bung Rizal juga ingin agar orang Maluku mengetahui posisi Menko Kemaritiman yang memang hendak mendorong kilang Blok Masela ke darat.

Hanya saja, entah kebetulan atau karena sebab lain, Bung Rizal tidak menjabat lama sebagai Menko Kemaritiman, karena segera diganti meski menjabat belum terlalu lama. Namun, dalam masa jabatan yang sangat singkat itu, Bung Rizal mampu menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap kepentingan rakyat Maluku.

Yang jelas, rakyat Maluku patut berterima kasih kepada Bung Rizal Ramli karena tidak mempedulikan kepentingan jabatan, tetapi berhasil membuktikan kepentingan rakyat ada di atas jabatan. Setidaknya, sikap Bung Rizal dalam pro dan kontra kilang Blok Masela telah membuktikan hal itu.

Kini, Bung Rizal telah berpulang. Tuhan akan memberikan tempat terbaik bagi Bung Rizal. Selamat beristirahat. Jasamu senantiasa akan dikenang oleh rakyat Maluku. Selamat jalan, Bung Rizal.(***)

*Penulis adalah Direktur Archipelago Solidaritty Foundation


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler