Selamat, Rieke Diah Pitaloka Raih Gelar Doktor Ilmu Komunikasi UI

Rabu, 25 Mei 2022 – 21:35 WIB
Rieke Diah Pitaloka foto bersama promotor dan dosen penguji seusai menjalani sidang promosi doktor Ilmu Komunikasi FISIP UI di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Depok pada Rabu (25/5/2022). Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Rieke Diah Pitaloka menjalani sidang promosi doktor Ilmu Komunikasi FISIP UI, bertempat di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Depok pada Rabu (25/5/2022).

Politikus PDIP ini tercatat, meraih gelar Doktor Bidang Ilmu Komunikasi tercepat (tanpa cuti) dengan nilai cumlaude.

BACA JUGA: Ujaran Pendeta Saifuddin Ibrahim Berpotensi Mengganggu Keluarga Bu Rieke

Dia menempuh studi dalam waktu 2 tahun 8 bulan 2 hari. Rieke tercatat sebagai Doktor Bidang Ilmu Komunikasi ke-124 FISIP UI  dan menjadi doktor perempuan ke-63 di kampus yang sama.

Rieke Diah Pitaloka berhasil mempertahankan sisertasinya berjudul ‘Kebijakan Rekolonialisasi: Kekerasan Simbolik Negara Melalui Pendataan Perdesaan’.

BACA JUGA: Rieke Diah Pitaloka Sampaikan Kabar Duka

Adapun Promotor yaitu Dr. Hendriyani dan Kopromotor adalah Dr. Eriyanto, M.Si dan Dr. J. Haryatmoko.

Sementara itu, Ketua Sidang adalah Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto bersama empat penguji, yaitu Yanuar Nugroho, Ph.D, Dr. Sofyan Sjaf, SPt., M.Si, Dr. Arie Sujito, dan Endah Triastuti, M.Si., Ph.D.

BACA JUGA: Dosen Unsrat Veronica Kumurur Meninggal Dunia, Kami Berbelasungkawa

Rieke menjelaskan disertasi ini merupakan deskripsi, analisis, dan interpretasi atas perbandingan dua jenis data, yaitu data perdesaan yang direproduksi institusi negara dengan pendekatan top down dan data yang diproduksi warga dengan pendekatan bottom up.

Menurut Rieke, temuan penelitian memperlihatkan data yang direproduksi negara tidak mengintegrasikan antara data spasial dan numerik.

Akibatnya, menurut Rike, data tersebut sulit dikonfirmasi, diverifikasi, dan divalidasi. Hal tersebut menyebabkan kualitas data negara tidak memenuhi prinsip-prinsip data yang aktual, akurat, dan relevan (pseudo data).

Namun, data tersebut tetap dianggap data yang memiliki legalitas sebagai basis data kebijakan pembangun, karena prosesnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

“Inilah yang disebut dengan kekerasan simbolik negara, kekerasan yang beroperasi dengan cara mengatur, mamaksakan, bahkan bisa saja merekayasa pendataan dan data perdesaan,” ujar Rieke.

Rieke menjelaskan ketika pseudo data dijadikan basis kebijakan publik, maka dampaknya adalah marginalisasi berkesinambungan oleh negara.

Dia menjelaskan disertasi ini membongkar kekerasan negara yang beroperasi melalui data yang tidak menginformasikan kondisi dan kebutuhan riil warga serta potensi riil perdesaan.

“Praktik ini mengakibatkan monopoli sumber daya publik berada di tangan biroksasi dan atau korporasi. Ruang komunikasi dan partisipasi masyarakat tertutup atas nama teknokrasi yang legal,” ujar Rieke.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler