jpnn.com, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengawali semua kegiatan resmi di Grahadi dengan Selawat Nabi dan Yatiman atau santunan kepada anak-anak yatim.
Kegiatan selawat dan Yatiman ini sudah digelar sejak Khofifah Indar Parawansa menempati kursi Jatim Satu pada 2019 lalu.
BACA JUGA: Puji Prestasi Gubernur Khofifah, Deni Daruri Sebut Bisa Jadi Capres Alternatif
“Kegiatan di Grahadi atau di tempat lain pasti kami awali dengan Selawat Nabi dan Yatiman. Setiap kegiatan setidaknya didahului dengan selawatan selama sepuluh menit, dan pemberian santuan kepada anak-anak yatim. Termasuk kegiatan yang kami lakukan di tengah hutan,” kata Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Senin (24/1/2022).
Keputusan Khofifah sempat dipertanyakan beberapa pihak, tetapi bekas Menteri Sosial di Pemerintahan Jokowi ini bersikukuh.
BACA JUGA: Prabowo, Erick Thohir, Sandiaga Uno, dan Khofifah Perlu Membaca Ini
Dia menyebut bahwa warga Nahdlatul Ulama (NU) itu sangat toleran kepada budaya setempat.
Selama ini pelbagai kegiatan resmi kerap dimulai dengan tari-tarian yang merupakan warisan budaya Nusantara.
BACA JUGA: Usai Pertemuan Tertutup, Airlangga Mengaku Klop dengan Khofifah, Sinyal 2024
“Kalau tari-tarian yang menggunakan kemben bisa dilakukan tanpa protes, mengapa harus alergi dengan senandung selawat dan yatiman. Bukankah itu sangat dianjurkan agama?” ujar Khofifah.
Khofifah menuturkan keberkahan kini mulai turun di Jawa Timur. Sejak tiga tahun Khofifah memimpin Jawa Timur, penurunan angka kemiskinan Jatim tertinggi se-Indonesia sepanjang periode Maret hingga September 2021.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan angka kemiskinan Provinsi Jawa Timur pada periode tersebut mencapai 313,13 ribu jiwa. Itu mengoreksi kemiskinan dari 4,57 juta jiwa (11,40 persen) menjadi 4,25 juta jiwa (10,59 persen). Itu berarti berhasil turun 0,81 persen.
Sementara provinsi lainnya dengan penurunan kemiskinan tertinggi di bawah Jatim yakni Jawa Barat sebesar 190,48 ribu jiwa, Jawa Tengah 175,74 ribu jiwa,dan Lampung 76,91 ribu jiwa,
Prestasi Jatim itu secara Nasional berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan nasional sebesar 30,13 persen.
Secara nasional penurunan angka kemiskinan mencapai 1,03 juta jiwa dari total penduduk miskin di Indonesia mencapai 26,5 juta jiwa.
Dan yang menjadi catatan khusus, torehan ini dicapai ketika pandemi covid-19 masih melanda Indonesia, tak terkecuali Jawa Timur. Dampaknya pun luar biasa. Indeks ketimpangan (gini ratio) pun mulai menurun secara konsisten.
Khofifah menegaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk percepatan pengentasan kemiskinan di Jatim juga buah kerja sama dengan banyak pihak.
Bekas Menteri Sosial itu menyebut Jatim mengoptimalkan berbagai program perlindungan sosial dan berbagai bansos dari pemerintah pusat, kerja keras dari para Bupati, lembaga keuangan dan dunia usaha.
Gubernur Khofifah menjalankan dengan ketat berbagai program untuk pengentasan kemiskinan, antara lain: Jatim Puspa, Desa Berdaya, Bantuan Lansung Tunai, Sertifikat Gratis (PTSL), Elektrifikasi, Santunan Kematian Covid-19, BPJS Ketenagakerjaan, paket sembako dan berbagai program Pemprov telah disalurkan.
“Alhamdulillah, semua berdampak positif terhadap percepatan pemulihan ekonomi dan penurunan kemiskinan,” katanya.
Program intervensi Jatim Puspa (Pemberdayaan Usaha Perempuan), misalnya, Khofifah mengalokasikan anggaran Rp 15,606 miliar untuk stimulan modal usaha produktif senilai Rp 2,5 juta per keluarga penerima manfaat.
Program tersebut menjangkau 5.294 KPM di 175 Desa pada 30 kabupaten/kota se-Jatim. Sedangkan, Desa Berdaya diberikan sebagai reward kepada desa yang telah mampu meningkatkan kapasitasnya menjadi Desa Mandiri.
Masing-masing Desa Mandiri mendapatkan reward sebesar Rp 100 juta untuk 151 Desa Mandiri di 24 kabupaten dan Kota Batu.
Khofifah bercerita dirinya pernah bertemu tokoh kharismatik Sufi Muslim Lebanon-Amerika, Syaikh Muhammad Hisham al-Kabbani. Sang Guru Sufi itu mengatakan bahwa sangat mudah menemukan surga karena di Indonesia mudah mengumpulkan jamaiyah untuk bersholawat dan Istiqomah dengan jumlah jamaah yang luar biasa.
Apa rahasia sukses Khofifah lainnya? Profesor M. Mas’ud Said, sahabat dekat Khofifah, berbagi kisah pribadi. Bekas Koordinator Staf Khusus Menteri Sosial era Khofifah ini menuturkan kebiasaan Gubernur Jawa Timur itu.
“Khofifah itu santriwati NU tulen. Dia sangat berpegang pada aspek langitan, tak pernah meninggalkan salat malam. Setahu saya Beliau tak pernah absen menemui Tuhan di tengah malam. Sedangkan secara duniawi, Khofifah adalah seorang pekerja keras dan teguh menjalankan amanah,” ujar Mas’ud Said, yang kini diminta Khofifah mengawal Bank Jatim sebagai komisaris.
Mas’ud juga mengungkap cerita lain. Setelah Khofifah mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial karena maju Pilgub Jatim, akan ada serah terima jabatan dengan menteri penggantinya. Betapa terkejutnya Mas’ud saat Khofifah bilang bahwa dia tak punya mobil yang pantas untuk datang ke acara serah terima itu. Mas’ud akhirnya memutar otak agar Khofifah bisa datang ke Kementerian Sosial, untuk menghadiri acara, secara patut.
“Bayangkan, dia itu bekas Menteri Sosial yang baru menyerahkan jabatan. Padahal kalau kita lihat fakta, berapa banyak Menteri Sosial yang dicokok KPK?” ujar Mas’ud Said.
Politikus Mumpuni
Khofifah Indar Parawansa memang politikus mumpuni. Perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 ini menghabiskan masa kecilnya di Surabaya.
Saat mahasiswi dia mengambil dua jurusan yang berbeda di dua perguruan tinggi. Khofifah belajar politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga dan secara bersamaan belajar ilmu komunikasi dan agama di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya.
Karier politiknya dimulai saat berusia 27 tahun menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1992-1997.
Pada pemilu berikutnya, 1997, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR. Pada periode ini, Khofifah hanya bertahan dua tahun. Karena pada waktu itu, tahun 1998, terjadi peralihan rezim Orde Baru ke Era Reformasi.
Pemilu digelar kembali pada tahun 1999, pemilu pertama di Era Reformasi. Kali ini Khofifah berpindah partai ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai bentukan KH Abdurrahman Wahid.
Khofifah terpilih sebagai anggota dewan, tetapi dia tidak lama bertugas di sana. Pada tahun 1999, dia diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan oleh Presiden terpilih Abdurrahman Wahid pada kabinet Persatuan Indonesia.
Nasib Khofifah menjadi menteri juga tidak bertahan lama, hanya dua tahun, seiring jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid untuk periode 1999-2001.
Presiden baru Megawati tidak memasukkan Khofifah sebagai menterinya dalam Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004.
Berhenti jadi menteri, tidak membuat dirinya kecil hati. Dia makin aktif di berbagai kegiatan kemasyarakatan.
Dia aktif di organissi Muslimat, organisasi sayap perempuan Nahdlatul Ulama (NU). Dia memimpin Muslimat periode 2000-2005.
Kiprahnya di kemasyarakatan makin terasa dirasakan masyarakat. Masyarakat Jawa Timur mendorong Khofifah ikut Pemilihan Gubernur (Jawa Timur 2013. Khofifah ikut bertarung, tetapi belum berhasil.
Pada Pilpres 2014, Khofifah diminta menjadi salah satu juru bicara politik pasangan Jokowi-JK. Hasilnya berbuah manis. Jokowi menang, dan meminta Khofifah untuk menjadi menteri sosial pada kabinet Kerja 2014-2019.
Kini sebagai Gubernur Jawa Timur, kantong suara kaum Nahdliyin, Khofifah tentu mulai dilirik banyak partai.
Namun, perempuan berpenampilan sederhana ini menjawab ringan, “Wis tha, Aku ngurusin Jawa Timur sik. Ini amanah yang harus dituntaskan dengan baik,” ujar Khofifah.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich