Selebaran PGRI Kasus Guru Honorer Supriyani Bikin KPAD Prihatin

Jumat, 25 Oktober 2024 – 14:07 WIB
Guru Honorer SDN 4 Baito Supriyani saat menjalani sidang perdana di PN Andoolo, Konsel. Foto: ANTARA/La Ode Muh Deden Saputra

jpnn.com - KENDARI – Banyak kalangan memberikan perhatian dan pembelaan terhadap guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito Supriyani di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan.

Pada persidangan perdana, Kamis (24/10), Jaksa Penuntut Umum yang juga Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan Ujang Sutisna mengatakan Supriyani diduga telah melakukan kekerasan terhadap anak inisial D di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, menggunakan gagang sapu ijuk.

BACA JUGA: Mediasi Gagal karena Jaksa Meminta Guru Honorer Supriyani Segera Masuk Ruangan

"Akibat kekerasan yang dilakukan terdakwa mengakibatkan korban mengalami luka memar disertai lecet pada paha kanan dan kiri bagian belakang," kata Ujang Sutisna saat membacakan dakwaan dalam sidang perdana kasus Supriyani.

Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) menyebut hak anak inisial D, sebagai korban dalam perkara dugaan penganiayaan, harus terjamin untuk tetap mendapatkan ilmu pengetahuan di sekolah.

BACA JUGA: Didakwa dengan Pasal Berlapis, Guru Honorer Supriyani Mengaku Sangat Sedih

Ketua KPAD Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Asriani saat ditemui di Konsel, Jumat (25/10), mengatakan dalam perkara yang menimpa guru honorer Supriyani juga terdapat seorang anak yang masih duduk di kelas 2 SD, yang menjadi korban dalam dugaan penganiayaan.

"Kami berkomitmen untuk mengawal pemenuhan hak-hak anak dalam kasus itu," kata Asriani.

BACA JUGA: Lihatlah Solidaritas Guru Berseragam PGRI untuk Honorer Supriyani, Mengharukan

Dia mengatakan, meskipun proses hukum saat ini terus berjalan, hak-hak anak, terutama korban, dalam perkara itu juga harus tetap menjadi prioritas.

“Kami tidak ingin mengesampingkan proses hukum yang sedang berjalan, karena itu merupakan wewenang aparat penegak hukum. Namun, fokus kami adalah pemenuhan hak anak, terutama korban. Saat ini kami tengah menangani dampak psikologis korban dan memastikan keinginannya untuk kembali bersekolah,” ujarnya.

Asriani menyampaikan KPAD juga prihatin atas adanya selebaran yang dikeluarkan oleh PGRI Baito yang menyatakan tidak menerima korban dan saksi anak untuk kembali bersekolah di wilayah Kecamatan Baito.

“Kami sangat menyayangkan pernyataan tersebut. Proses hukum seharusnya tidak menyampingkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan,” kata Asriani.

Pihaknya mengingatkan terkait dengan situasi mogok mengajar yang terjadi akibat perkara tersebut bisa berdampak buruk pada kondusifitas proses belajar mengajar di sekolah.

“Anak-anak kita memiliki hak belajar yang harus tetap dijamin, terlepas dari kasus yang sedang berlangsung. Jangan sampai fokus kita pada kasus ini mengabaikan hak anak lainnya,” ucap Asriani.

Menurut Asriani, korban tersebut juga masih sangat ingin melanjutkan pendidikannya dan berharap bisa kembali bersekolah di SDN 4 Baito.

“Ketika kami bertemu dengan korban, ia menyatakan keinginan kuat untuk kembali bersekolah dan bermain dengan teman-temannya. Sebagai pemerhati pendidikan, kami harus memfasilitasi keinginan anak ini, jika memang ada jalannya,” ucap Asriani.

Dia berharap agar semua pihak terkait dapat lebih bijak dalam menangani kasus ini dan mengutamakan tugas mereka sebagai pendidik untuk mencerdaskan anak bangsa, tanpa mengabaikan hak-hak anak dalam prosesnya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler