Institut Olahraga Australia (AIS) menerapkan aturan keras layaknya perekrutan personil pasukan elit komando Special air force (SAS) Australia dalam menyeleksi dan menggembleng generasi atlet sepeda putri Australia agar bisa meraih medali emas.Psikolog olahraga, David Martin mendesain program ini setelah mendapatkan penjelasan mengenai teknik rahasia kalangan militer dalam menyeleksi dan menggembleng prajurit terbaik dan terpandai mereka. "Mereka sangat pandai dalam menjelaskan bagaimana selama satu abad terakhir SAS telah mengembangkan dan terus memperbaiki teknik untuk memilih personil dimana tidak hanya soal perilaku saja yang menjadi ukuran tapi juga karakter bagi calon personil di unit mereka,” katanya. Program yang diterapkan AIS didasarkan pada prinsip yang sama dalam perekrutan pasukan komando Australia tersebur, yakni dari 20 orang pesepeda yang diseleksi, 12 diantaranya dipulangkan pada separuh babak seleksi sedangkan pemenang dari seleksi ini akan dikirim mewakili Australia dalam kejuaraan sepeda di Eropa. Segera setelah para pesepeda ini tiba di camp, nama mereka akan digantikan dengan angka dan permainan ketahanan mental kepada para atlet ini pun dimulai. Para pesepeda ini juga diberitahu kalau mereka tidak akan diberikan komentar atau masukan selama kamp ini berlangsung. Tujuan dari proses seperti ini menurut kepala pelatih di IAS, Martin Barras adalah untuk membuat para atlet sepeda tidak nyaman dan selalu berusaha untuk mengupayakan yang terbaik dari kemampuannnya. "Dalam kamp ini kita tidak mengayomi mereka dan tidak juga membantu mereka,” kata Dr Martin. "Tapi Kami mengamati mereka, jadi proses ini membuat semua staf berada dalam posisi yang unik,” Para atlet sepeda putri ini dengan segera akan melakukan serangkaian tantangan bolak balik yang melelahkan mulai dari lari melintasi bukit hingga judo, yang didesain untuk membantu mereka mendarat dengan aman ketika mereka terjatuh dari sepeda. Pesepeda ini tidak tahu hal tersebut, tapi para pelatih dan psikolog secara diam-diam mengawasi mereka dan tidak berusaha untuk membantu mereka. Mantan sersan komando Paul Cale, yang ditugaskan ke Afghanistan dan Irak, turut menjadi pengawas di kamp pesepeda putrid ini. "Sebenarnya kita sendiri yang menciptakan kegagalan, kita melakukan hal-hal yang memang mendorong kegagalan itu terjadi,” katanya. "Anda tidak mendapatkan kegagalan itu secara tiba-tiba, tapi kita menenggelamkan diri sendiri ke level pelatihan.” "Jika kegagalan menjadi bagian dari pelatihan Anda, maka Anda bisa mendorong orang lain untuk menuju kegagalan, mereka akan belajar untuk melalui kegagalan itu dan beradaptasi dan melaluinya,” Sementara itu para atlet yang ikut dalam kamp ini mengaku memang sangat kelelahan secara fisik dan mental apalagi ada ancaman dipulangkan. Atlet sepeda asal Tasmania, Georgia Baker berhasil melewati proses seleksi ini tapi mengaku beberapa temannya keluar dari kamp ini sambil menangis dan sangat kecewa karena gagal dan dipulangkan. "Semua peserta tidak banyak berbicara, saya bisa tahu kalau kami semua sangat resah karena program ini sangat berat dan kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di kamp ini,” katanya. Para atlet yang tidak berhasil lolos bisa kembali mengikuti program ini tahun depan tapi mereka harus memperbaiki prestasi dan kemampuannya.Dr Martin menolak dikatakan proses seleksi dan pembinaan ini kejam seperti dikatakan banyak kalangan. Menurutnya 8 orang atlet yang berhasil lolos harus menjalani hari-hari berat selama 4 hari tapi pada akhirnya tim AIS meyakini kalau mereka telah berhasil mengatasi tantangan yang jauh lebih besar dan berat dari tour sepeda manapun di Eropa. "Atlet sepeda putrid ini kembali dan mengatakan ‘ini adalah tour yang luar biasa, sangat sulit dan sama beratnya seperti di kamp seleksi di AIS,” kata Dr Martin,
BACA JUGA: Konsumen Timur Tengah Favoritkan Daging Sapi Halal Australia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demi Dapatkan Visa Australia bagi Pria India, Pasangan Ini Atur Pernikahan Palsu