jpnn.com - JAKARTA – Jutaan honorer sudah terlalu sering mendapatkan angin surga bahwa tahun ini akan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK 2024.
Bukan hanya pernyataan pejabat, tetapi juga secara regulasi. Amanat UU Nomor 20 Tahun 2023 bahwa penataan non-ASN harus tuntas akhir Desember 2024 juga memberikan angin surga bagi para honorer.
BACA JUGA: PPPK 2024: PP Manajemen ASN Molor, Honorer Database BKN pun Belum Aman
Mari, simak lagi beberapa poin penting kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR RI dan KemenPAN-RB pada Rabu, 13 Maret 2024.
Komisi ll DPR RI mendukung KemenPAN-RB untuk menyediakan alokasi formasi PPPK yang disesuaikan dengan jumlah tenaga non-ASN yang terdata dalam database BKN. Sehingga penataan tenaga non-ASN dapat diselesaikan pada tahun 2024.
BACA JUGA: Honorer yang Satu Ini Enggak Mungkin jadi PPPK 2024
Begitu kalimat kesimpulan raker yang dibacakan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat itu.
Poin kesimpulan raker berikutnya menyatakan, “Dalam rangka menyelesaikan pengangkatan tenaga non-ASN, Komisi ll DPR RI mendorong KemenPAN-RB meningkatkan koordinasi dengan instansi pusat dan daerah untuk segera mengusulkan formasi PPPK 2024 sesuaí dengan jumlah tenaga non-ASN yang ada di setiap instansi.”
BACA JUGA: 770 Ribu Honorer di Database BKN Bakal Tidak Terakomodasi PPPK 2024, Kasihan
Berikutnya dikatakan bahwa Komisi ll DPR RI meminta BKN segera menyelesaikan proses penetapan Nomor Induk Pegawai atau NIP PPPK tahun 2021-2023 terutama bagi peserta yang merupakan tenaga honorer yang telah terdata dalam database BKN agar segera bekerja dan mendapatkan penghasilan.
Sebelumnya, saat raker tersebut, Menteri PAN-RB Azwar Anas memastikan seluruh honorer yang masuk database BKN dan telah lulus verifikasi validasi (verval) akan diangkat menjadi PPPK.
Menteri Anas juga menyatakan bahwa bagi honorer yang sudah masuk database BKN, pelaksanaan tes PPPK hanya bersifat formalitas.
"Pengangkatan honorer menjadi PPPK akan melalui jalur tes. Namun, tes ini hanya formalitas," kata Menteri Anas.
Namun, proses pengangkatan sekitar 1,7 juta honorer tidak semudah menyusun kalimat yang tertuang dalam kesimpulan rapat.
Khusus mengenai jumlah usulan formasi, misalnya. Tetap saja jumlahnya masih jauh dari yang diharapkan.
Jangankan honorer tercecer, yakni honorer yang tidak masuk pendataan BKN pada 2022, honorer yang masuk database BKN pun belum dipastikan aman.
Termasuk honorer berstatus prioritas satu (P1). Mereka juga belum bisa tidur nyenyak.
Padahal, mereka tidak perlu lagi ikut tes, karena sudah lulus seleksi PPPK 2021, tetapi belum mendapatkan penempatan.
"Bagaimana mau selesai kalau usulan formasi PPPK 2024 untuk guru honorer minim sekali, bahkan untuk prioritas satu (P1) saja tidak semua mendapatkan formasi, apalagi yang P3 sampai P4, " kata Direktur jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani menjawab JPNN. com, Minggu (21/4).
Apakah masalah tersebut mutlak kesalahan pemda yang tidak mengusulkan formasi secara maksimal?
Memang, gaji PPPK ditanggung APBN yang disalurkan ke daerah melalui pos Dana Alokasi Umum (DAU).
Namun, siapa yang menanggung anggaran untuk beragam tunjangan, misal Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) atau Tunjangan Kinerja Daerah (TKD)?
Pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalimantan Selatan Dinansyah, tampaknya, bisa mewakili suara pemda.
Dia mengatakan, meskipun pengadaan PPPK mendapatkan respons positif dari pusat, tetapi pemerintah daerah memiliki batasan untuk mengajukan jumlah formasi karena keterbatasan anggaran.
“Kalau untuk PPPK ini kan dibebankan ke anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sehingga harus bijak menyesuaikan jumlah formasi sesuai dengan kondisi keuangan,” kata Dinansyah di Banjarbaru, Kamis (16/5).
Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah (Setda) Kalsel Galuh Tantri Narindra juga mengatakan hal senada.
Galuh Tantri mengatakan, penuntasan masalah honorer membutuhkan waktu karena selain kendala pada regulasi yang berubah setiap tahun, anggaran daerah juga menjadi faktor yang paling mempengaruhi karena harus terbagi untuk urusan pemerintahan selain pengadaan pegawai.
“PPPK ini dibebankan ke APBD, anggaran terbatas karena belanja daerah tidak boleh lebih dari yang sudah ditetapkan,” kata Tantri.
Bagaimana bagi daerah kaya? Apakah serta merta bisa mengusulkan formasi PPPK 2024 sesuai jumlah honorer yang ada agar semuanya bisa berubah status menjadi ASN tahun ini? Belum tentu.
Ada persoalan lain yang dihadapi daerah kaya, yakni masalah penempatan, terutama untuk para guru honorer yang diangkat jadi PPPK.
Masalah penempatan guru PPPK terbukti rumit. Semakin rumit ketika tidak sedikit guru swasta yang lulus seleksi PPPK, yang ditempatkan di sekolah negeri.
Sementara, di sekolah negeri itu ada guru honorer yang sudah lama mengabdi. Bagaimana bisa mengusulkan formasi semaksimal mungkin jika urusan rencana penempatan belum klir?
Pertanyaan lain yang patut diajukan, apakah KemenPAN-RB sudah koordinasi dengan pemda agar mengusulkan formasi PPPK 2024 sesuaí dengan jumlah honorer yang ada di setiap instansi, sebagaimana kesimpulan raker di DPR 13 Maret 2024?
Belum lagi masalah honorer tercecer. Pemerintah harus memastikan siapa honorer yang benar-benar tercecer, yang karena suatu hal tidak terdata di BKN pada 2022.
Jika benar tercecer, padahal sudah lama mengabdi dan rela menerima honor seadanya, maka menjadi hak yang bersangkutan ikut diangkat jadi PPPK 2024.
Namun, terhadap honorer bodong yang mengeklaim “tercecer”, wajar jika dicueki dalam proses seleksi PPPK 2024. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu