Seluruh Pemda di Sumut Tangguk Berkah

Kamis, 27 Desember 2012 – 07:19 WIB
JAKARTA - Kandungan gas di Desa Tanjung Jati, Kecamatan Binjai Barat, Kabupaten Langkat, Sumut, yang mencapai 13,2 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), masuk kategori sedang. Meski demikian, menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, angka itu sudah lumayan untuk menambah pasokan gas dalam negeri.

"Itu sedang-sedang saja lah. Setidaknya kalau dibandingkan dengan Blok Mahakam (di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, red) yang mencapai 2000 MMSCFD. Sedang tapi untuk upaya meningkatkan produksi gas, ya lumayan," ujar Marwan Batubara kepada JPNN di Jakarta, kemarin (26/12).

Meski masuk kategori sedang, pria kelahiran Delitua, Sumut, itu menyebut sisi lain yang menguntungkan dari apsek biaya produksi. Yakni, lokasinya yang di daratan. Berbeda jika di lepas pantai, biaya produksinya sangat tinggi.

"Yang pasti kita perlu mengapresiasi Pertamina EP dalam upayanya menghidupkan kembali ladang-ladang migas yang sudah lama ditinggalkan," kata Marwan.

Lebih lanjut dia mengatakan, yang lebih penting lagi untuk segera diketahui adalah berapa sebenarnya cadangan migas yang ada di Kecamatan Binjai Barat itu. Pasalnya, kata dia, bicara temuan ladang migas, selalu bicara soal cadangan yang terkandung di dalamnya.

Dia menduga, jumlah cadangan belum diumumkan karena memang saat ini masih dalam proses. "Data angka mengenai cadangan itu penting untuk mengetahui untuk berapa lama gas itu bisa terus disedot," kata dia.

Sebelumnya Kepala Layanan Operasional PT Pertamina EP Region Sumatera, Daniel Munthe, sudah menjelaskan, bahwa eksplorasi atau pengeboran awal telah dilakukan sejak 3 bulan yang lalu dan ini merupakan proyek kedua tahun 2012. Dan saat ini, hasil dari pengeboran sudah masuk laboratorium untuk menganalisa berapa banyak kandungan dalam sumur tersebut.

Terlepas dari berapa kandungan yang ada di sumur migas  itu, jika nantinya sudah berproduksi, maka Pemprov Sumut, Pemko Langkat, dan 32 kabupaten/kota di Sumut lainnya, bakal menangguk sumber pendapatan.

Sesuai ketentuan pasal UU No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, seluruh pemda mendapat jatah Dana Bagi Hasil (DBH) migas, sesuai porsinya masing-masing.

Pasal 14 huruf f UU Nomor 33 Tahun 2004 itu mengatur, penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan, 69,5 persen untuk Pemerintah, dan 30,5 persen untuk Daerah.

Selanjutnya di pasal 19 diatur bahwa angka 30,5 persen itu dibagi-bagi, dengan rincian 6 persen untuk provinsi, 12 persen untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 12 persen dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan. Sisanya sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

Seperti diketahui, dalam keterangnya Selasa (25/12), Manajer Humas Pertamina EP, Agus Amperianto, menjelaskan, selain gas, hasil uji produksi pada sumur Benggala (BGL-1) di Kecamatan Binjai juga menemukan kondensat sebesar 857,5 barel per hari (BCPD).

Kondensat adalah fraksi minyak bumi yang terkandung dalam aliran dari sumur gas. Kondensat merupakan hasil sampingan pengolahan gas, yang bisa menjadi bahan untuk pembuatan tiner dan digunakan sebagai minyak bakar seperti memanaskan aspal.

Nah, sesuai ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004 itu, Bagi Hasil untuk Minyak Bumi dibagi dengan imbangan 84,5 persen untuk Pemerintah Pusat dan 15,5 persen untuk pemda.

Selanjutnya angka 15,5 persen itu dirinci, 3 persen jatah Provinsi yang bersangkutan, 6 persenKabupaten/Kota penghasil, 6 persen untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. (sam/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Kecewa, Honorer Rusak Kantor BKD Donggala

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler