jpnn.com, JAKARTA - Sebagai bagian dari rangkaian even Galang Gerak Budaya Tapal Kuda, panitia Kabupaten Lumajang menggelar pertunjukan multibentuk di Gedung Serbaguna Pura Mandara Giri Semeru Agung, Senduro pada 29 Oktober lalu
Tidak jauh berbeda dengan pertunjukan di Lumajang, pertunjukan di Senduro juga menghadirkan ragam pertunjukan yang mayoritas penarinya adalah gen Z.
BACA JUGA: Prajurit TNI AL Gelar Pementasan Seni dan Budaya Indonesia di Afrika
Mereka berasal dari sanggar-sanggar seni di kawasan Senduro dan Lumajang.
“Kami memang melibatkan kaum muda agar mereka memiliki pengalaman estetik dan emosional dalam memajukan ragam budaya lokal. Sebagus apapun budaya kita, kalau kaum muda tidak mau melanjutkan, ya percuma,” jelas Wira Dharma, panitia even di Senduro.
BACA JUGA: Pentas Budaya dan Kuliner Minangkabau Takana Jo Kampuang di Cibubur Junction
Suara alunan musik gamelan rancak segera mengalun, mengiringi para penari remo Lumajangan menyambut ratusan warga masyarakat dan undangan.
Para penari yang merupakan pelajar SMA seperti mengajak penonton untuk hidup dalam kegembiraan dan semangat di tengah-tengah permasalahan yang dihadapi.
BACA JUGA: Kemendikbudristek Tetapkan 213 WBTB dan 19 Cagar Budaya Nasional
Tari Batik Lumajang menjadi sajian berikutnya yang tidak kalah menarik. Tari ini bertutur tentang keunikan batik Lumajang yang bermotif pisang.
Selain menghibur, tari ini juga mengajak masyarakat untuk mencintai dan menggunakan batik sebagai karya budaya yang mengusung karakteristik lokal Lumajang.
Tari godril kreasi dan godril klasik yang diambil dari pertunjukan tayub menyapa penonton melalui gerak gemulai penari.
Mereka diajak kembali untuk menikmati kasanah lokal yang sudah dikreasi-ulang sehingga kaum muda tertarik untuk ikut menari.
Tari topeng Kaliwungu kembali dihadirkan karena kesenian ini merupakan salah satu kekayaan budaya Lumajang yang sudah diakui sebagai warisan budaya tak benda (WBTB), sehingga perlu terus disebarluaskan.
Para penari dengan pakaian merah yang melambangkan ketegasan dan keberanian menyuguhkan gerakan-gerakan atraktif Prabu Baladewa.
Setelah itu, para penonton diajak bergeser ke halaman gedung serbaguna untuk menyaksikan atraksi dua jaran kincak beserta pemiliknya. Atraksi kedua kuda tersebut memukau penonton, sehingga banyak dari mereka yang merekam dengan kamera HP.
Untuk menunjukkan semangat kerjasama antarsanggar dan gen Z, panitia juga menyuguhkan tari kolaborasi yang diikuti semua penampil. Mereka menyuguhkan tari dan musik yang memadukan kekayaan budaya Jawa, Madura, dan Tengger.
Ini membuktikan bahwa kegaraman etnis dan agama di Senduro merupakan keindahan kalau warga masyarakat dan pelaku seni bisa memaknainya dengan jalan kebudayaan. Artinya, bermodal kreativitas dan semangat kerukunan, perbedaan akan menjadi sumber kultural untuk menghasilkan karya estetik yang menghibur sekaligus menuntun.
Sebagai penutup, para seniman mempersembahkan jaranan campursari yang sangat digemari kaum muda.
Para penari jaranan dan penyanyi mengajak penonton untuk menari dan menyanyi bersama, meluapkan kegembiraan karena even GGBTK di Lumajang berlangsung sukses.
“Kesuksesan GGBTK di Pura Mandara Giri Semeru Agung membuktikan bahwa kaum muda, sanggar seni, tokoh adat, dan tokoh agama, bisa melakukan kerjasama untuk terus memajukan budaya Lumajang sebagai bagian dari kawasan Tapal Kuda. Kami berharap, event ini bisa berlangsung tahunan dan bisa melibatkan semakin banyak pelaku budaya,” kata Wira yang diamini banyak penampil di sela-sela istirahat.
Even GGBTK di Lumajang dan Senduro memang memiliki keistimewaan karena mampu merangkul gen Z sebagai penampil dan mengajak para content creator.
Kehadiran mereka menunjukkan kerja-kerja pemajuan budaya di Tapal Kuda bisa menghadirkan energi muda untuk keragaman Indonesia dan menjaga benteng bangsa melalui aktivitas yang meluas di peradaban digital. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi