Temuan Radar Bogor (Grup JPNN), ada sekitar sembilan gedung yang dibangun tak sesuai dengan siteplan dan izin mendirikan bangunan(IMB). Itu belum ditambah delapan bangunan "siluman" yang berdiri tanpa ada izin. Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Tata Bangunan (DTBP) Yani Hasan membenarkan hal tersebut.
Di siteplan awal, proyek yang berdiri di perbukitan Hambalang dengan seluas 31,5 hektare itu hanya akan "dihuni" 21 bangunan. Jika ditotal, luasan seluruh bangunan itu mencapai 5,78 hektare. Namun kini, jumlah bangunannya sudah beranak pinak. Yang paling mencengangkan, dua bangunan yang semula di plot sebagai ruang terbuka hijau (taman), kemenpora kemudian menyulapnya menjadi dua wisma atlet.
“Ya benar, dua taman menjadi dua gedung. Selebihnya, kami belum memverifikasi ulang yang lainnya. Memang ada sekitar sembilan gedung baru tanpa izin,” papar Yani Hasan kepada Radar Bogor, kemarin.
Selain beranak pinak, dari 21 gedung yang diizinkan berdiri, ada delapan gedung yang dibangun tak sesuai siteplan. Yani menjelaskan, tinggi kedelapan bangunan itu lebih dari 14 meter. Sementara ketentuan tinggi gedung yang ditetapkan sesuai dengan IMB yakni tak boleh lebih dari 12 meter. Bangunannya pun tak boleh berloteng.
Kabarnya, delapan bangunan yang melanggar di antaranya asrama atlet junior (pria/perempuan), asrama atlet senior (pria/perempuan), gedung serbaguna, plaza, gedung penunjang. “Dalam perizinannya, hanya boleh satu lantai. Tapi bisa cek sekarang, nyaris semua gedung berlantai lebih dari dua lantai,” tukasnya.
Yani mengaku telah melaporkan sejumlah pelanggaran pembangunan proyek Hambalang tersebut ke Bupati Bogor, Rachmat Yasin. Dia pun telah melapirkannya ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat dimintai keterangan pada Agustus lalu. Terkait tidak adanya aksi peneguran hingga pembongkaran, Yani berasumsi, sejumlah gedung di proyek Hambalang saat ini merupakan barang bukti milik BPK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (BPK). Sebab itu tak bisa langsung diratakan meski terang-terangan melanggar.
“Secara umum, langkah yang bisa kami tempuh terkait pelanggaran ini dari mulai peneguran hingga pembongkaran. Tapi kami masih menunggu proses hukum yang sedang berjalan. Takutnya malah menjadi masalah baru,” bebernya.
Seperti diketahui, nama Yani Hasan masuk dalam hasil audit investigasi BPK bersama Bupati Rachmat Yasin, Kepala Badan Perizinan Terpadu (BPT) saat itu, Syarifah Sofiah, dan Kepala Dinas Tata Ruang, Burhanudin. Yani diduga melanggar Peraturan Bupati Bogor Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan dan Peta Situasi.
Menanggapi itu, Yani mengatakan, sebelum dirinya turut menyetujui terbitnya siteplan, Kementerian Pekerjaan Umum(PU) terlebih dahulu menyodorkan kajian perencanaan terkait pembangunan proyek Hambalang. Usai itu, mereka pun mengikuti prosedur yang ada. “Dari situ, saya percaya kalau proyek tersebut akan baik-baik saja. Eh, tahu nya seperti ini jadinya,” tandasnya.
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, meminta Bupati Rachmat Yasin tegas melihat sejumlah pelanggaran ini. Karena jika tetap dibiarkan pun, kesalahan pemkab bakal bertambah. “Kenapa tak suruh satpol pp nya datang ke lokasi. Atau mungkin satpol pp nya takut dengan tim penjaga di sana?,” ujar Emerson.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Bogor, Junedi Sirait menilai, sikap Pemkab Bogor terlampau berlebihan kala terjerat proyek Hambalang. Anggota Fraksi Demokrat ini mengatakan, reaksi yang berlebihan itu justru menjadi pembenaran adanya ketidakberesan proses perizinan di pembangunan sarana atlet itu.
“Bupati tak perlu menghubung-hubungkan kasus ini dengan persoalan politik(Demokrat dan PPP). Tinggal dijelaskan saja kepada KPK bagaimana sesungguhnya semua proses perizinannya,” cetus Junedi. (gar)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Proklamator Merupakan Gelar Tertinggi
Redaktur : Tim Redaksi