Semen Masih Lesu, Ini Datanya

Sabtu, 27 Juni 2015 – 09:51 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Lesunya pasar semen di dalam negeri masih menjadi indikasi masih banyak proyek infrastruktur belum terealisasi dan industri properti masih berupaya lepas dari tekanan.

Semester kedua diperkirakan rebound 3 persen meskipun secara kumulatif sepanjang tahun ini industri semen diperkirakan turun 2 persen, kemudian berbalik naik tahun depan dengan perkiraan pertumbuhan mencapai 9 persen.

BACA JUGA: Harga Sembako Stabil, DPR Apresiasi Menteri Gobel

Data Indonesia Cement Association mencatat konsumsi semen sepanjang bulan Mei 2015 sebanyak 4,824 juta ton atau turun 7,1 persen dibandingkan 5,194 juta ton pada Mei 2014. Secara kumulatif sepanjang Januari - Mei 2015 konsumsi semen sebanyak 23,078 juta ton atau turun 3,1 persen dibandingkan 23,817 juta ton pada periode sama tahun lalu.

Angka tersebut sedikit tertolong dengan kenaikan signifikan angka ekspor semen dari produsen dalam negeri. Pada Mei 2015 ekspor semen melesat 564,3 persen menjadi 47.833 ton dibandingkan 7.200 ton pada Mei 2014. Secara kumulatif sepanjang Januari - Mei 2015 ekspor semen meningkat 536,6 persen menjadi 204.712 ton dibandingkan 32.155 ton pada periode sama tahun 2014.

BACA JUGA: AirNav Indonesia Datangkan 4 Radar Baru Rp 117 miliar

Analis PT Mandiri Sekuritas, Liliana S Bambang, menyatakan pihaknya memangkas prediksi pertumbuhan pasar semen tahun ini.

"Saat ini kami memiliki prediksi akan ada penurunan penjualan semen sebesar 2 persen pada FY 2015 (setahun penuh 2015) dari 59,9 juta Metrik ton (MT) menjadi 58,7 juta MT," ungkapnya, kemarin.
       
Meskipun demikian, kata dia, pihaknya memerediksi kondisi akan lebih baik pada semester kedua 2015 dengan pertumbuhan penjualan sebesar 3 persen. "Pada awalnya, kami memerediksi akan ada kenaikan besar pada pertumbuhan penjualan tahun ini. Namun karena ada beberapa gangguan pada sektor properti ditambah lagi dengan risiko eksekusi proyek infrastruktur, kami menilai pertumbuhan besar tersebut tidak terjadi tahun ini," terusnya.

BACA JUGA: Dukung Kenaikan Batas Penghasilan Bebas Pajak agar Perekonomian Terdongkrak

Liliana memerkirakan pertumbuhan penjualan semen akan membaik pada tahun 2016 - 2017 menjadi 9 persen. Sejalan dengan prediksi untuk pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) yang diyakini akan lebih baik pada tahun depan.

"Kami lebih yakin potensi pertumbuhan infrastruktur pada full year 2016 karena pertama, realisasi dari proyek infrastruktur masif dari pemerintahaan Jokowi. Kedua, dampak positif dari aturan pembebasan tanah (yang akan mulai diimplementasikan pada 2015). Risiko terhadap prediksi 2016 - 2017 adalah jika target pertumbuhan GDP tidak tercapai," ulasnya.

Meskipun ada potensi pertumbuhan penjualan yang baik pada 2016 - 2017, pihaknya masih memangkas rekomendasi pada saham sektor semen dari Neutral menjadi Underweight karena menjadi khawatir permintaan tidak dapat mengimbangi derasnya suplai baru semen pada semester kedua 2015 terutama karena adanya ancaman oversupply di sektor semen.

"Kami memerediksi suplai baru dalam dua tahun ke depan akan mencapai 21 juta MT. Dengan adanya perlambatan ekonomi, kami khawatir akan memicu kompetisi agresif. Kami juga memerediksi tingkat utilisasi turun dari 88 persen pada 2014 menjadi 73 persen pada 2016. Kami juga memerediksi pertumbuhan rata-rata harga jual (Average Selling Price / ASP) akan teredam karena adanya oversupply," pikirnya.
       
Sementara dari sektor properti yang merupakan bagian penting bagi industri semen, saat ini mendapat kepastian dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang merevisi penghitungan PPh 22 sehingga aturan yang baru sudah mengecualikan pajak barang mewah (20 persen) dan pajak pertambahan nilai (10 persen) pada penghitungan harga produk Rp 5 miliar.

"Karena itu, properti yang dijual pada harga Rp 5 miliar ke atas saja yang dikenai pajak barang super mewah 5 persen," terusnya.

Revisi itu mulai berlaku per 12 Juni. Liliana menilai hal itu positif bagi industri properti dan diartikan bahwa Ditjen Pajak melonggarkan pendapatan pajak yang agresif pada sektor properti. Wajib pajak dapat mengajukan pengecualian PPh 22 dalam beberapa kondisi yaitu pertama, Pajak penghasilan yang dibayarkan lebih dari PPh 22.

Kedua, wajib pajak adalah individu yang pendapatannya sudah terkena potongan pajak. Ketiga, membayar pajak final untuk penghasilannya, dan keempat, mengalami kerugian finansial. (gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Minta REI Berikan Data Rumah Murah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler