Semoga Panglima TNI Tak Terprovokasi Gatot soal G30S/PKI

Jumat, 28 September 2018 – 22:26 WIB
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo (tengah) dalam sebuah acara kondangan. Foto: Radar Solo

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesti International Indonesia Usman Hamid meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Mulyono mengabaikan desakan tentang nonton bareng film G30S/PKI. Menurutnya, sudah semestinya TNI menghindari politisasi di balik imbauan menyaksikan film buatan pemerintah era Orde Baru itu.

“Mempersoalkan sikap Panglima TNI dan KSAD dengan kesan seolah-olah takut dan membuat prajurit menjadi penakut jika tidak memerintahkan nonton bareng film G30S/PKI, itu adalah upaya politisasi TNI,” ujar Usman melalui keterangan tertulis ke media, Jumat (28/9).

BACA JUGA: Ingat, Eks Menteri di Kubu Prabowo Penyetop Film G30S/PKI

Aktivis hak asasi manusia (HAM) itu menambahkan, baik anggota TNI ataupun masyarakat tidak bisa dipaksa untuk menerima satu versi sejarah. Oleh karena itu, tak perlu ada pemaksaan menonton film garapan Sutradara Arifin C Noer itu.

“Mereka sudah mengerti adanya versi sejarah yang berbeda. Adalah hak setiap orang apakah mau menonton film G30S/PKI atau merujuk film dan literatur alternatif lainnya” kata Usman.

BACA JUGA: Prajurit TNI-Polri Harus Menjamin Keamanan Jelang 2019

Lebih lanjut Usman mencontohkan dampak negatif ketika tahun lalu Gatot Nurmantyo semasa masih menjabat Panglima TNI menginstruksikan jajaran angkatan bersenjata itu hingga tingkat koramil menggelar nonton bareng G30S/PKI. Sedangkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menggelar diskusi tentang tragedi 1965 kena efeknya.

“Ada kelompok masyarakat yang terpengaruh oleh isu ini sehingga terlibat aksi penyerangan dan perusakan kantor Yayasan LBH Indonesia. Ini adalah intimidasi terhadap pembela HAM,” katanya.

BACA JUGA: PAN Pengin Jenderal Gatot Masuk Tim Prabowo - Sandi

Mantan koordinator KontraS itu menambahkan, brutalitas pelaku kekerasan membuat aparat keamanan baik anggota Polri maupun prajurit TNI yang ikut mengamankan kewalahan. “Beberapa polisi bahkan mengalami luka-luka, tapi pelaku tidak dihukum,” katanya.

Kekerasan juga terjadi tak lama setelah Gatot membuat pernyataan anti-PKI baru-baru ini. “Sekelompok massa membubarkan Aksi Kamisan di Malang dan Surabaya, pada 27 September, dengan menuduh mereka sebagai antek PKI,” lanjut Usman.

Menurut Usman, penghentian penayangan G30S/PKI justru terjadi pada era pemerintahan Presiden BJ Habibie. Yunus Yosfiah sebagai menteri penerangan pasca-keruntuhan Orde Baru mengakhiri keharusan memutar ulang G30S/PKI setiap 30 September.

Sedangkan Juwono Sudarsono selaku menteri pendidikan dan kebudayaan di Kabinet Reformasi Pembangunan membentuk tim khusus untuk meninjau ulang seluruh buku sejarah dalam versi G30S/PKI. “Ini adalah bukti bahwa sejarah peristiwa 30 September 1965 ditinjau ulang dan direvisi oleh pemerintah,” tegasnya.

Merujuk survei nasional SMRC 2017 dan 2018, terungkap bahwa 86 persen responden tidak percaya isu PKI sedang bangkit. “Jadi sebenarnya isu anti-PKI ini kecil, tapi dibesar-besarkan untuk membela kepentingan elite-elite yang membesar-besarkannya,” pungkasnya.(jpg/ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu Prabowo - Sandi Rayu Gatot Nurmantyo Masuk Tim Kampanye


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler