jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyebutkan, seharusnya Presiden Jokowi melakukan kajian mendalam sebelum menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk memimpin pengembangan lumbung pangan nasional.
Hal ini mengingat ketahanan pangan adalah isu strategis nasional dan saat ini negara sedang terdampak pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19).
BACA JUGA: Intip Spesifikasi Rantis Maung yang Digeber Menhan Prabowo
"Situasi krisis pangan memang sudah membayang, tetapi itu jangan disikapi dengan membuat keputusan secara terburu-buru," kata Sukamta dalam pesan singkatnya kepada JPNN, Selasa (14/7).
Sukamta tidak menginginkan penugasan Jokowi ke Prabowo berbuah blunder.
BACA JUGA: Ternyata Ini Alasan Jokowi Beri Tugas Istimewa kepada Prabowo di Kalimantan
"Apalagi jika melihat dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024, pengembangan lumbung pangan selain di Jawa dan Bali diarahkan ke Sumatera dan Sulawesi. Sementara di Kalimantan dimantapkan perannya sebagai lumbung energi nasional dan paru-paru dunia. Artinya rencana pengembangan di Kalimatan ini tidak sinkron dengan rencana pembangunan nasional yang sudah ada," katanya.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu mengungkap tiga persoalan terkait kebijakan Jokowi menunjuk Prabowo untuk memimpin pengembangan lumbung pangan nasional.
BACA JUGA: Pakar: Prabowo Dapat Tugas yang Tidak Masuk Akal dari Jokowi
Persoalan pertama, kata dia, pemahaman pangan sebagai unsur penting membangun ketahanan nasional bukan berarti sektor ini harus dipegang Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
"Ada beberapa sektor penting untuk membanguan ketahanan nasional, kan, tidak berarti Kemhan mengurusi semua hal. Kementerian Pertanian, Bulog, Badan Ketahan Pangan yang selama ini mengurusi soal pangan, harus dilihat sebagai satu kesatuan usaha membangun ketahanan nasional," ujarnya.
Persoalan kedua, lanjut dia, kebutuhan anggaran yang sangat besar.
Mengacu keterangan Wamenhan Wahyu Sakti Trenggono, pengembangan lumbuh pangan membutuhkan anggaran Rp 68 triliun.
Menurut Sukamta mengacu Trenggono, biaya itu didapat dari pengajuan kredit ke Bank Indonesia dalam bentuk penerbitan obligasi.
"Yang jadi soal saat ini pemerintah sedang minim pemasukan, sementara kondisi ekonomi ke depan masih belum menentu. Opsi utang akan semakin menambah beban yang sudah membengkak," ucap dia.
Persoalan ketiga, terang dia, soal komoditas singkong yang akan dikembangkan di lahan yang sedang disiapkan seluas 30 ribu hektare di di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
"Saya kira lebih tepat jika pemerintah saat ini menolong terlebih dulu para petani singkong. Berkali-kali petani alami anjloknya harga, seperti di bulan Juni kemarin harga 1 kg hanya 900 rupiah. Lebih baik pemerintah membuat pilot project industri untuk menyerap hasil panen singkong yang sudah ada, ini jelas akan menolong ribuan petani," ungkap dia.
Anggota DPR asal Yogyakarta ini berharap Prabowo bersama Kemenhan bisa menanggapi permintaan presiden dengan bijak.
Misalnya, Kemenhan mendorong instansi negara lain bekerja maksimal mewujudkan ketahanan pangan nasional.
"Akan lebih baik jika setiap sektor yang sudah ada dapat didorong bekerja secara profesional di bidang masing-masing. Ini juga bagian dari wujud membangun ketahanan nasional," beber dia. (mg10/jpnn)
VIDEO: Cerita Fadli Zon Soal Penunjukan Prabowo Sebagai Menhan
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan