jpnn.com, JAKARTA - Pembentukan holding BUMN hingga saat ini masih ramai dibicarakan. Seolah tak menggubris masukan dari banyak pihak, Menteri BUMN Rini Soemarno tetap menjalankan pembentukan holding BUMN.
"Pertama yang dibentuk adalah Holding BUMN Tambang. Padahal terdapat peringatan dari DPR dalam rekomendasi Panja Komisi 6 DPR RI tahun 2014 yang sangat jelas untuk menghentikan inisiatif pembentukan Holding BUMN. Jelas semua itu ditabrak," ucap Komisi VI DPR Narsil Bahar.
BACA JUGA: Komisi VII Usul Kewenangan Kementerian BUMN Dikurangi
"Kami semua menyetujui semangat dan arahan Presiden Jokowi untuk menciptakan BUMN yang profesional dan berkelas dunia. Namun sepertinya Menteri BUMN tidak menerjemahkan arahan tersebut dengan tepat, karena seluruh permasalahan yang ada di BUMN seperti duplikasi antar BUMN, semua dianggap akan selesai dengan pembentukan Holding BUMN," imbuh Narsil.
Holding BUMN Tambang diharapkan akan menciptakan kemampuan keuangan yang besar sehingga dapat membeli saham Freeport sampai minimum 51 persen.
BACA JUGA: Holding Migas Dinilai Munculkan Banyak Masalah Baru
"Tapi nyatanya divestasi Freeport tidak sesederhana itu dan akhirnya gagal dilaksanakan pada 2017," tuturnya.
Disisi lain, mekanisme pembentukan holding ini pun masih disinyalir bermasalah besar karena diawalnya PP No 72 Tahun 2016 sudah dimasukan ke Mahkamah Agung untuk di Judicial Review.
BACA JUGA: Holding BUMN, Pemerintah Kembali Diingatkan Agar Hati-hati
"Hasilnya memang ditolak, tapi bila melihat penggugatnya adalah Prof. Mahfud MD, sang ahli ilmu hukum konstitusi, perlu diperhatikan benar apakah subtansi pengaturan ini benar benar sesuai. Karena hasil analisis hukum lain dari UGM juga menyatakan hal yang sama dengan analisis dari Prof Mahfud MD. Langkah ini berpotensi inkonstitusional. Saat ini PP No 47 Tahun 2017 tentang pembentukan Holding BUMN Tambang ini kembali digugat ke Mahkamah Agung," terang dia.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Semua Permasalahan BUMN Bisa Selesai dengan Holding
Redaktur & Reporter : Yessy