Dita Indah Sari, Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menilai, penyebab utama dari seluruh masalah ketenagakerjaan khususnya mengenai upah minimum adalah kurangnya pemahaman regulasi.
Berikut petikan wawancara wartawati JPNN Nicha Ratnasari dengan Dita ketika ditemui di ruang kerjanya di Gedung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Jakarta, Senin (3/12).
Pembahasan upah buruh masih menimbulkan gejolak di daerah. Bagaimana tanggapan Anda?
Sebenarnya kebanyakan problem dalam penetapan upah minimum yang baru itu terjadi di sektor manufaktur dan padat karya. Dan umumnya kedua sektor itu memang berkelompok keberadaannya di daerah-daerah industri. Kondisi ini cukup bergejolak karena banyak pabrik-pabrik kedua sektor ini punya serikat pekerja (SP) di dalamnya. Sehingga mereka lebih terorganisir dalam menyampaikan haknya maka kemudian lebih kritis dan berani berkata tidak.
Inilah yang menyebabkan titik-titik industri terjadi ketegangan antara pihak pengusaha , buruh dan Pemerintah Daerah (Pemda). Jadi itu tidak terhindarkan. Karena memang ada situasi di mana buruh merasa mereka berhak mendapatkan kenaikan upah yang signifikan mengingat bahan kebutuhan pokok naik. Tapi pengusaha di satu sisi juga merasa bahwa kenaikan itu terlalu tinggi dan tiba-tiba. Sehingga, mereka tidak siap.
Apa yang sudah dilakukan pemerintah dalam menangani hal ini?
Dalam hal ini pemerintah bersikap tegas. Pertama, selesaikan secara bipartit. Kalau perusahaan memang menyatakan tidak mampu, ajak serikat pekerja berkomunikasi dan berbicara. Tunjukkan secara transparan mengenai bukti-bukti bahwa tidak mampu. Jadi yang terpenting memang komunikasi. Saya yakin, kalau memang perusahaanya tidak mampu dan mengusulkan alasan seperti itu, sudah sangat rasional kok. Daripada tutup atau PHK, lebih baik penangguhan kan?. Pasti pekerja juga akan berpikir rasional kok. Mereka pasti akan menyetujui opsi-opsi dalam pengajuan penangguhan upah. Tapi tetap yang paling penting itu adalah komunikasi bipartit. Kalau komunikasi bipartit sudah jalan, maka proses penangguhan bisa disampaikan ke Gubernur dan Kepala Dinas.
Koordinasi dengan pemerintah daerah sampai saat ini bagaimana? Intervensi pusat itu sampai di tingkat mana ?
Kalau situasinya sudah seperti ini, sudah tidak ada ceritanya lagi Pemda tidak fokus. Karena sudah terjadi demonstrasi dimana-mana. Tegangan terus. Jadi tidak ada alasan lagi semestinya. Proses penetapan keputusan upah itu kan di tingkat daerah. Kalau Pemda mengatakan tidak siap, itu aneh sekali. Itu tidak bisa dijadikan alasan. Jelas penangguhan upah itu ada di Undang-Undang dan perinciannya ada di Kepmen No.231 tahun 2003. Semuanya jelas dijabarkan. Pemda bisa pelajari regulasinya dan kemudian sesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Jadi, kami pikir sekarang sudah saatnya Pemda mengambil porsi perannya lebih besar karena ini kan diotonomikan. Jangan tunggu sampai meledak dulu, baru Pemda gelagapan 'bagaimana ini penetapan upah?'. Kalau ditanya begitu, kita tinggal jawab 'kan sudah ada dan jelas aturannya'.
Kemudian, Menakertrans juga sudah mengeluarkan surat edaran kepada gubernur agar proses penangguhan upah dipermudah. Maksudnya, bukan disuruh supaya tidak usah memenuhi persyaratan. Jangan disalahartikan juga. Artinya, kalau semuanya sudah memenuhi syarat, ya dipercepat prosesnya. Jangan digantung berlama-lama bahkan sampai pengusaha mengeluarkan uang tambahan. Jangan begitu. Kalau memang sudah memenuhi syarat semuanya, ya dipercepat saja. Supaya 2013 suasanya jadi lebih baik. Jangan Serikat Pekerja (SP) memplintir lagi seolah-olah kita menyuruh Pemda melanggar persyaratan.
Kami meminta kepada teman-teman SP supaya membuka diri juga untuk bipartit. Coba kenali benar-benar situasi perusahaan. Selidiki situasi di perusahaan. Bagaimana arus bahan baku, tingkat produktivitas , penjualan, situasi di gudang bagaimana? Apa tidak laku? Itu kan mereka bisa tahu semua. Digali lagi jadinya. Sehingga, kalau berdiskusi dalam bipartit, masing-masing bisa punya argumentasi yang ilmiah. Jadi, tidak sekadar marah-marah.
Sudah ada laporan belum mengenai daerah mana saja yang bergejolak?
Terutama DKI Jakarta dan sekitarnya. Misalnya, Bekasi, Tangerang, Depok, Banten.
Ada tidak antisipasi dari pemerintah terhadap daerah-daerah ini? Bagaimana pengawasannya?
Pertama, pasti koordinasi dengan masing-masing Pemdanya. Ini betul-betul harus kuat dan solid. Ketika penentuan upah kemarin, Menakertrans kan juga bertemu dengan 3 Gubernur untuk bicara dan memperkuat koordinasi. Tapi, juga ada tindakan regulasi.
Jadi begini, sebetulnya, kalau kita kembalikan, ini ada salah persepsi di masyarakat. Buruh salah kaprah, semuanya salah kaprah. Upah minimum itu untuk usia kerja kurang dari satu tahun dan masih lajang. Artinya, yang sudah lebih dari itu, bukan lagi upah minimum tetapi upah riil. Itu dari negosiasi dengan pengusaha. 'Eh, aku sudah dua tahun nih, yuk kita nego. Kan minta tambah dong'. Tapi sering proses negosiasi ini tidak berjalan. Sehingga, kemudian terus 3 tahun kerja, masih tetap juga digaji dengan upah minimum.
Kemudian juga ketika terjadi pelanggaran, Pemda dan pengawas tidak menindak dengan tegas. Mungkin bisa disebabkan tidak tahu ada pelanggaran, bisa jadi juga kekurangan pengawas. Macam-macam lah. Sehingga, terbiarkan dan kemudian terjadi pola seperti ini.
Makanya, di dalam UU sudah ada aturan membuat struktur skala upah. Struktur skala upah ini adalah daftar upah pekerja berdasarkan masa kerja, jabatan, pendidikan dan skill. Kalau setiap perusahaan menyusun sekala upah, maka tidak akan ada lagi ceritanya setiap tahun ribut. Pokoknya, dilihat saja, kalau masa jabatan lebih dari satu tahun ya pasti harus naik gaji. Sekarang ini, karena di dalam UU itu tidak ada sanksinya, jadi perusahaan yang tidak membuat struktut skala upah ya tenang-tenang saja. Karena tidak ada sanksinya.
Nah, dengan kondisi itu lantas bagaimana?
Kita tidak bisa terus-terusan begitu. Pengalaman ini, kita akan menyusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang kewajiban perusahaan membuat struktur skala upah. Tiap perusahaan harus bikin struktur skala upah. Jadi, tidak ada ceritanya lagi sudah kerja tiga tahun tapi dibayar upah minimum. Jadi orang tidak pusing dengan upah minimum. Sudah jelas kan? Upah minimum itu untuk anak baru kerja dan bujangan. Nah, ini akan dibuat PPnya dengan mencantumkan sanksi.
Sanksinya apa ? Terhadap perusahaan?
Iya, sanksinya terhadap perusahaan. Bisa sanksi administratif. Denda misalnya. Harus ada begitu. Kita harus jaga sama-sama. Harus ada regulasi baru yang kita gunakan. Selanjutnya, PP tentang upah berdasarkan zona cluster industri kecil, menengah, dan besar.
Kalau industrinya besar, maka harus beda standar upahnya. Tapi industri kecil yang hanya memiliki pekerja 5 - 10 orang, itu lain. Jadi, yang paling mendesak adalah PP Struktur Skala Upah dan PP tentang berdasarkan zona cluster industri. Ini menurut kami sangat mendesak. Semoga ini bisa menghapus kemelut upah minimum dan salah kaprah pikiran dan praktek.
Salah kaprahnya itu, karena kurang maksimalnya sosialisasi ya?
Bukan kurang sosialisasi. Tapi kondisi ini sudah merupakan akumulasi dari berbagai sebab. Ada soal sosialisasi, soal tidak ada penindakkan pelanggaran, soal SP yang tidak paham, jadi sudah benang kusut.
Hal ini sama saja seperti masalah outsourcing. Dalam induknya UU ketenagakerjaan itu tidak ada sanksi untuk pelanggaran outsourcing. Bayangkan sendiri saja, ada sanksi saja kadang-kadang masih suka dilanggar. Apalagi tidak ada sanksi? Masalah struktur skala upah juga begitu, tidak ada sanksi. Ini keluputan dalam UU untuk mencantumkan sanksi. Maka itu, kita akan susun PP dan mencantumkan sanksi. Permenakertrans kan memang tidak boleh. Jadi semuanya kita harap pada taat dan takut pada aturan. Sehingga, semua manajemen bisa lebih jelas. Buruh juga lebih pasti, dua tahun sekali diperbarui kontraknya sama dengan perjanjian kerja bersama. Jadi, semua pihak harus tahu bahwa upah minimum untuk anak baru.
Untuk masalah penangguhan, itu sebenarnya ada nggak pembagian cluster industri? UMP itu harusnya atau layaknya ditetapkan di cluster yang mana? Apa sudah pernah didata?
Tidak ada. Jadi begini, upah minimum itu berlaku untuk semua industri. Apakah dia besar kecil atau menengah. Tapi dalam penetapan upah minimum itu memang ada kriteria. Yakni, nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi di tempat tersebut, kondisi pasar kerja, dan kondisi usaha yang marjinal.
Usaha yang paling minimal ini kan UMP-nya itu diambil dari upah minimum terendah di provinsi itu. Misalnya, Jawa Barat itu terendahnya di Majalengka yang nilainya Rp 840 ribu. Maka UMP Jawa Barat itu Rp 840 ribu karena diambil dari upah terendah untuk menyelamatkan usaha/industri yg kondisinya minimal tersebut.
Tapi, karena usaha minimal ini memang belum diatur, maka biasanya pembahasannya dilakukan secara bipartit. Pemilik usaha kecil berdiskusi dengan pekerjanya langsung. Tapi kalau tidak diberi ambang batas minimalnya, kan kasihan pekerjanya juga. Maka itu, perlu dibuat batas minimum itu supaya pekerja di sektor ini tidak dirugikan.
Lalu dalam proses penangguhan itu, ada proses audit. Siapa sih yang mengaudit?
Auditor independen. Itu memang proses yang tidak mudah.
Kalau begitu, apa tidak rawan ada pemalsuan data sehingga perusahaan yang sebenarnya mampu ditulis tidak mampu? Itu bagaimana? Apakah tidak ada pengawasan dari pusat?
Kalau pusat mengawasi proses audit itu satu per satu ya susah juga. Misalnya, satu kabupaten yang mengajukan penangguhan itu 50 perusahaan, masa kita harus melototi 50 perusahaan di satu kabupaten? Tidak mungkin. Lagipula itu bukan ranahnya Kemenakertrans , tapi ekonomi.
Jadi itu kewenangannya ada di pemerintah daerah. Mereka pun mengajukan penangguhannya juga kepada Gubernur, bukan ke pusat. Jadi yang berhak mengawasi itu ya Gubernur. Tapi ada satu hal yang menurut saya penting. Kita tidak bisa melihat masalah upah hanya dari sisi mikro. Selama ini orang berbicara upah itu ya urusan Kemenakertrans. Jadi masyarakat menilai bahwa upah tinggi, besar kecil itu tergantung menterinya. Itu salah sekali.
Apa yang menyebabkan upah di Indonesia cukup rendah apabila dibandingkan dengan Negara lain?
Jadi selama ini, jika upah di Indonesia itu tidak tinggi lebih banyak disebabkan karena industri kita kelebihan beban mengalokasikan uang dan biaya produksi yang tinggi. Selain itu, bunga bank yang tinggi, izin operasi, biaya logistik, dan masih banyak lagi. Itu sebenarnya yang menggerus upah.
Kita lihat saja, pengurusan izin ternyata juga jadi biang kerok upah rendah di Indonesia. Di Cina prosesnya hanya 41 hari. Di Indonesia 151 hari. Singapura 8 hari.
Tingkat suku bunga di Indonesia 10,3-13,7 persen. Negara asia lainnya hanya 5-7 persen. Biaya memulai bisnis di Indonesia sebesar 22,3 persen dari pendapatan per kapita. Sementara, Thailand sebesar 5,6 persen dari pendapatan per kapita, Vietnam 12,1 persen , Malaysia 17,5 persen, Filipina 30 persen. Biaya logistik di Indonesia mencapai 17 persen dari biaya produksi. Jepang hanya 5 persen, Singapura 6 persen, Filipna 7 persen, dan Malaysia 8 persen. Ini semua yang jadi biang kerok. Ini Pekerjaan Rumah (PR) untuk kementerian terkait. Bukan hanya di Kemenakertrans.
Jadi, tidak adil jika menganggap bahwa masalah upah ini hanya masalah Kemenakertrans. Inilah kita berharap, dengan adanya kenaikan upah yang signifikan menjadi stimulus Menjalankan PRnya. Jadi, Kemenakertrans itu sudah menjalankan PRnya. Apa? Ya upah dan outsourcing. Soal orang setuju atau tidak, itu pasti ada.
Tapi, PR-PR kementerian yang lain untuk mendukung industri kita lebih baik, sudah dikerjakan belum? Jadi, kalau sisi hulunya tidak dikerjakan, maka akan berantakan terus di sisi hilirnya. Bagian hulunya yang tidak efisien tadi jadi tidak tersentuh.
Kemarin pihak Kemenperin sempat mengeluh kenapa upahnya tinggi sekali. Itu perlu diketahui oleh publik. Keputusan kenaikan upah itu dan pembatasan outsourcing semuanya dibahas dan diputuskan di rapat Menkoekuin. Bukan di Kemenakertrans. Artinya, semua kementerian terkait tahu progressnya. Jadi, kalau kemudian diartikan ini keputusan Kemenakertrans, salah besar.
Jadi menurut kami, mari kita selesaikan PR kita masing-masing supaya pekerja kita lebih baik tanpa mengganggu industri. Semuanya happy. Biaya-biaya tinggi itu, ya dipangkas saja. Infrastruktur, jalan-jalan rusak, itu tugas siapa? Kan bukan Kemenakertrans.Maka itu, jangan parsial melihat upah. Dan jangan berprasangka ini keputusan sepihak Kemenakertrans. Ini keputusan bersama di Menko. Tapi tetap keputusan di daerah.
Sudah ada data yang masuk berapa jumlah perusahaan yang melakukan penangguhan?
Belum ada. Karena daerah kan juga masih mengumpulkan. Proses ini masih terus berjalan hingga tanggal 20 Desember. Minimal 10 hari sebelum pembayaran upah.
Syarat dan kriterianya untuk melakukan penangguhan?
Ada delapan poin. Antara lain, jumlah buruh di perusahaan itu, profesinya apa, gajinya berapa, company profile, naskah kesepakatan antara buruh dan pengusaha, laporan hasil pemasaran, laporan penjualan/pembelian, neraca keuangan 2 tahun terakhir. Jenis penangguhan juga ada 3 macam, yakni upah dibayar sesuai dengan UMP tahun sebelumnya, upah dibayar lebih tinggi dari tahun sebelumnya tapi lebih rendah dari upah tahun berikutnya, upah dinaikkan secara bertahap.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai banyaknya perusahaan yang terancam tutup karena pengusaha tidak tahan menghadapi aksi para pekerja?
Sebetulnya permintaan buruh banyak sudah dipenuhi. Artinya, penggunaan cara-cara sweeping sudah tidak pas lagi. Harusnya memang ada take and give dari buruh. Sekarang saatnya menghentikan pola-pola seperti itu, kecuali yang diminta tidak dikasih oleh perusahaan. Buktinya dikasih kok, tapi kinerjanya juga harus ada dong. Feedback dari pekerja juga harus ada dan positif. Jadi, kalau semua ingin kerja yang tenang.
Kedua, semua tidak ada yang kebal hukum. Jadi, aparat keamanan juga wajib untuk menyikapi ini. Buruhnya melakukan pelanggaran ya harus ditangkap. Tapi tidak usah pakai kekerasan sehingga tidak menimbulkan sakit hati dan kemarahan. Kalau polisi tidak bersikap seperti itu, akan sia-sia semua regulasi yang ada. Mau sebagus apapun regulasinya kalau begitu caranya ya tidak akan jalan. Jadi kalau mau tahu, institusi yang paling harus dikritisi adalah kepolisian. Karena pertaruhan ketenagakerjaan kita itu ada di penegakan hukum.
Tapi apakah memang permintaan buruh selama ini tidak rasional layaknya penilaian dari pihak pengusaha? Menurut Anda bagaimana?
Sebetulnya kalau kita lihat harga barang sudah naik semua. Pemerintah juga tidak berhasil amat untuk menekan kenaikan harga. Sekolah juga mahal. Kesehatan walaupun ada Jamkesda juga ada biaya yang tetap harus dikeluarkan. Rumah juga bunganya tinggi.Jadi menurut saya, kita sebaiknya melihat dari kebutuhan ekonomi mereka juga. Karena memang itu faktanya. Kalau dibilang berlebihan memang iya. Tapi, itu kesulitan mereka juga. Mereka hidupnya memang sulit.
Apa yang harus ditanggung negara, ya harus ditanggung negara. Apa yang ditanggung swasta ya harus ditanggung swasta. Ada tiga hal yang harus ditanggung negara, yakni pendidikan, kesehatan dan perumahan murah. Kalau tiga hal ini benar-benar ditanggung pemerintah dan pemda, maka upah tidak perlu dibebani untuk ketiga hal ini. Masalahnya sekarang ini, kega hal tersebut luput . Sehingga, tuntutan kenaikan upah meningkat. Karena, apa yang harus ditanggung pemerintah masih kurang, sehingga gaji pekerja tergerus.
Jadi, pekerja minta tuntutan kenaikan upah tidak salah dari segi kemanusiaan dan warga negara. Maka itu, saya imbau agar Pemda mengalokasikan yang benar untuk biaya pendidikan, kesehatan dan perumahan. ***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bicara Narkoba, Etis Ah
Redaktur : Tim Redaksi