Teh adalah minuman paling populer di dunia setelah air putih. Miliaran gelas teh diminum setiap harinya di dunia.

Dan inilah cerita tentang teh, yang pernah menyebabkan perang, konflik, hingga mengubah sejarah dunia. 

BACA JUGA: G7 Sepakat Terus Mendukung Ukraina, Tantang China Tegas kepada Rusia

Sebuah bar di kawasan Kings Cross, Sydney, selintas terlihat seperti kebanyakan bar lainnya di Australia. Tapi bar yang satu ini hanya menawarkan teh untuk pelanggannya.

Cathy Zhang, lulusan sains di bidang teh masih ingat bagaimana ia tidak sengaja membuka kedai teh ini, sama seperti bagaimana minuman teh ditemukan.

BACA JUGA: Dikecam China, Quad Ingin Ciptakan Indo-Pasifik Bebas Intimidasi dan Paksaan

"Teh ditemukan karena tidak sengaja, begitu juga dengan membuka toko ini yang juga tidak direncanakan," ujarnya.

Ada banyak mitos bagaimana teh ditemukan, salah satunya adalah saat seorang kaisar di Tiongkok yang senang minum air hangat, lalu tidak sengaja sehelai daun jatuh ke gelasnya. Menurut catatan, legenda ini terjadi ribuan tahun lalu. 

BACA JUGA: Chen Yu Fei Tersenyum Manis, China Juara Sudirman Cup 2023

Ada juga cerita seorang petani di Tiongkok yang tak sengaja keracunan setelah mencoba buah-buahan dan biji-bijian, lalu sehelai daun hinggap di mulutnya dan ketika ia mengunyahnya, racun dalam tubuhnya perlahan hilang.

"Semua yang indah dalam kehidupan terjadi karena tidak disengaja," kata Cathy.

Siapa pun yang memulai minum teh pasti tidak akan pernah menyangka kalau minuman ini mengubah sejarah dunia dan pastinya juga tidak menyangka jika teh akan menjadi minuman yang paling populer kedua setelah air putih.

Karenanya, di banyak budaya, teh bukan hanya sekedar minuman.'Tak ada yang benar atau salah'

Meski ada banyak mitos dan legenda, tapi semua setuju jika teh berasal dari tanaman camellia sinensis yang berasal dari Tiongkok dan sudah dikonsumsi ribuan tahun lalu.

Tapi awal mulanya teh menjadi semacam obat, karena bisa langsung dikunyah, atau ditambah pada sup, bubur, menjadikannya sebagai salah satu minuman untuk terapi.

"Secara tradisional, para biksu mengkonsumsi teh untuk membuat pikiran mereka jernih, meningkatkan konsentrasi, dan untuk bermeditasi," ujar Cathy.

"Obat" ini kemudian berubah bentuk, dalam bentuk teh hijau atau teh hitam yang sudah mengalami oksidasi, hingga menjadi minuman sekitar 1.500 tahun lalu.

Tidak membutuhkan waktu lama hingga akhirnya teh menjadi minuman pilihan keluarga kaisar, keluarga kerajaan, pejabat, hingga pemuka agama dan seniman, yang menjadi pembahasan dalam budaya populer. 

Ada banyak juga bentuk daun teh yang dikeringkan, mulai dalam bentuk 'cake' atau menggunakan kemasan sehingga dikenal istilah 'tea bag' yang banyak digunakan saat ini.

Saat ditemui di tokonya, Cathy membuat teh dengan salah satu metode tradisional di Tiongkok, yang disebut "Gong Fu". Teknik ini membutuhkan beberapa tahapan dan peralatan.

Tapi, Cathy mengatakan jika alasan mengapa tea begitu populer adalah karena "tak ada yang benar atau salah" untuk membuatnya.

"Ketika kita membuat teh, tergantung pada setiap orang, sangat personal," ujarnya.

"Teh yang Anda sukai pasti berbeda dengan teh yang saya ingin minum."

Selama berabad-abad, Tiongkok adalah satu-satunya negara yang memproduksi teh. Teh juga menjadi komoditi perdagangan dengan negara-negara tetangganya di Asia, seperti India dan Jepang.

Baru di tahun 1600-an, teh hitam dari Tiongkok mulai populer di Eropa setelah ditemukan oleh para pedagang Belanda, yang kemudian menyebabkan beberapa konflik dan ikut mengubah dunia seperti yang kita lihat saat ini.Dari masalah pajak hingga perang

Diyakini Ratu Catherine of Braganza, seorang putri dari Portugal, yang menikah dengan Raja Charles di tahun 1661, mempopulerkan teh di kalangan keluarga kerajaan Inggris.

Saat itu, Inggris sedang mencoba menyebarkan pengaruh dan ingin menjadi pusat kekuatan dunia. Termasuk dengan melakukan monopoli perdagangan teh ke negara-negara koloninya, di Amerika, Afrika, dan belakangan ke Australia.

Saat itu teh hanya diproduksi di Tiongkok, tak heran menjadi komoditi yang mewah, harganya bisa lebih mahal dari kopi.

Di akhir 1700-an, ada peristiwa yang sangat terkenal, yakni Boston Tea Party yang memprotes pajak yang dikenakan oleh Kerajaan Inggris untuk mengimpor teh.

Mereka melakukan protes dengan membuang ratusan peti berisi teh ke perairan di Pelabuhan Boston. Ini menjadi awal dari revolusi di Amerika dan memicu perang kemerdekaan bagi koloni Amerika.

Tak lama setelah itu, Tiongkok juga punya masalah sendiri dengan sikap Kerajaan Inggris sebagai mitra perdagangan teh.

"Pihak Tiongkok tidak mau uang kertas atau poundsterling, mereka hanya ingin perak," jelas Cathy.

Saat Inggris kehabisan perak untuk ditukar dengan teh, mereka mulai menukarnya dengan opium. Tapi ini jadi masalah bagi Tiongkok karena menyebabkan krisis kesehatan bagi warganya yang mengonsumi opium.

Sebagai tanggapan, Tiongkok memerintahkan untuk menghancurkan pengiriman opium dari Inggris di tahun 1800-an dan memicu perang opium.

"Opium Wars' terjadi beberapa kali, hingga berakhir Inggris mengambil alih Hong Kong sampai tahun 1997. Ini juga salah satu pemicu terpecahnya dunia barat dan timur.

Saat harga teh mulai turun, produksi dan popularitas teh semakin meningkat dan mulai bisa dinikmati oleh banyak orang hingga saat ini.'Lebih dari sekedar minuman'

Australia punya tradisi ngeteh sore atau 'Afternoon tea', yang sejarahnya dimulai di sejumlah tempat, termasuk di Windsor Hotel di pusat kota Melbourne.

Hotel ini sudah menghidangkan 'afternoon tea' sejak tahun 1883, menjadi kedai teh tertua di Melbourne.

Joseph Rozario sudah bekerja sebagai 'butler' di hotel ini selama 50 tahun, karenanya tak heran ia sudah menjamu tamu dari generasi ke generasi.

Anggota keluarga kerajaan, para perdana menteri Australia, hingga selebritas seperti Muhammad Ali, Anthony Hopkins hingga Barry Humpries termasuk yang pernag menikmati teh sore di hotel ini.

"Tamu-tamu di sini selalu berubah setiap tahunnya," kata Joseph. "Setiap hari kita melihat wajah baru atau juga pelanggan yang selalu balik lagi."

"Cara terbaik untuk menikmati teh ada dalam dengan rileks," ujarnya, sambil menunjuk pada kue-kue dan roti yang disajikan bertumpuk, lengkap dengan 'champagne', yang kini menjadi bagian dari ritual 'afternoon tea'.

"Kita harus rileks, kalau tidak, kita tak akan bisa menikmati apa yang dihidangkan di depan mata Anda."

Teh memang berasal dari tanaman 'camellia sinensis', tapi bukan hanya orang-orang di Tiongkok yang menikmati minuman dari dedaunan yang diseduh.

Selama ribuan tahun, warga Pribumi di Amerika Selatan hingga Australia juga meminum hasil seduhan dedaunan.

"Yerba Mate ini selalu diminum bersama, tidak berbeda dengan teh atau kopi," kata Jonathan Rivas, dari toko Yerba Mate di Australia. 

"Intinya adalah berbagi. Saat saya dibesarkan, ibu saya selalu membuat yerba dan berbagi dengan keluarga atau teman dan semua menikmatinya bersama-sama dari gelas yang sama."

Yerba Mate bahkan semakin terkenal karena Piala Dunia di Qatar tahun ini, ketika tim nasional Argentina terlihat meminumnya di tengah pertandingan.

"Punya efek yang sama dengan kopi, bisa meningkatkan energi," kata Jonathan.

Di Turki, tea dihidangkan dengan gelas kaca yang sangat tipis dan berbentuk seperti bunga tulip.

"Ini adalah contoh teh yang enak," kata Onur Kurt yang memiliki toko teh di Brunswick. Ia merujuk pada warna teh yang baru dibuatnya.

"Dalam budaya kita, warna teh yang baik itu seperti warna darah kelinci."

Onur mengatakan bunyi sendok di gelas teh selalu mengingatkannya pada budaya teh di kampung halamannya, di mana teh diminum seperti minum air putih atau setiap saat.

"Tante saya selalu menyeduh teh setiap saat, tetangga-tetangganya datang untuk menikmatinya," ujarnya.

Di India, biasanya teh dihidangkan dengan tambahan beberapa bumbu-bumbu dan dikenal dengan sebutan chai.

Chai juga berarti teh di banyak budaya lainnya.

Sebelum membuka kedai Dropout Chai Walla, pemiliknya Sanjith Konda House tidak yakin kalau ia bisa berkompetisi dengan budaya ngopi di Melbourne.

"Tapi kesuksesan [kedai chai yang sudah memiliki beberapa cabang] membuat saya bahwa ada tempat untuk chai, orang-orang menyukainya," ujarnya.

Keluar dari universitas karena di-'drop out', Sanjith mengatakan kesuksesan bisnis chai-nya saat ini membuat keluarganya di India juga bangga.

"Suatu malam ayah saya menelepon dan mengatakan mendiang kakek saya pasti bangga karena saya membuka toko chai," ujarnya yang bangga dengan pencapaiannya saat ini.

Diperkirakan tiga miliar gelas teh diminum setiap harinya di dunia, menjadikan sebagai minuman paling populer setelah air putih.

Popularitasnya pun semakin meningkat saat pandemi COVID-19, seperti dikatakan Cathy.

"Teh bukan sekedar minuman," kata Cathy. "Bukan cuma karena manfaatnya bagi kesehatan tapi karena membuat orang-orang menyatu."

"Seperti percakapan kita soal teh sekarang, tanpa teh ini tak akan pernah terjadi."

"Dan dengan begitu banyak orang di dunia saat ini yang tidak kita kenal, dengan minum teh bersama, kita jadi bisa mengobrol banyak hal dan bahkan percakapan yang mendalam."

"Inilah yang menyebabkan budaya ngeteh akan selalu ada."Penulis: Ilustrasi & Fotografer: Tambahan foto: Koleksi Ms.Cattea Tea Bar, Windsor Hotel, and ReutersProduksi & Penyunting: 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejutan Nyaris Terjadi di Final Sudirman Cup 2023, China 1, Korea 0

Berita Terkait