Senasib dengan Atasan, Dadong Dihukum 3 Tahun Penjara

Kamis, 29 Maret 2012 – 16:01 WIB
Dadong Irbarelawan pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/3). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta hari ini juga menjatuhkan vonis kepada Dadong Irbarelawan. Kepala Bagian Evaluasi Perencanaan dan Program pada Direktorat Jenderal Pengembangan dan Pembinaan Kawasan Transmigrasi (Sesditjen P2KT) Kemenakertrans itu dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.

Majelis hakim yang dipimpin Herdi Agusten menganggap Dadong dan atasannya, I Nyoman Suisnaya telah menerima hadiah Rp 2,01 miliar dari kuasa PT Alam Jaya Papua, Dharnawati. Uang itu sebagai commitment fee, karena empat kabupaten di Papua dan Papua Barat masuk dalam daftar penerima dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Kawasan Transmigrasi.

Anggota majelis, Ugo SH, mengatakan, Dadong setelah tahu adanya pengesahan alokasi anggaran PPID, mengadakan pertemuan dengan I Nyoman Suisnaya dan Dharnawati. Saat itu Dharnawati alias Nana menyerahkan buku Taplus BNI dengan saldo Rp 2,01 miliar berserta kartu atm dan nomor PIN. "Dengan maksud agar Nyoman dan terdakwa percaya bahwa saksi Dharnawati punya kemampuan membayar commitment fee 10 persen," ucap Ugo.

Commitment fee itu sudah disepakati sebelumnya saat usulan nama daerah calon penerima dana PPID masih disiapkan. Dalam sebuah pertemuan tentang dana PPID, commitment fee 10 persen muncul dari Sindu Malik Pribadi, seorang pensiunan PNS Departemen Keuangan.

Total dana PPID yang disepakati untuk empat kabupaten di Papua dan Papua Barat, yaitu Keerom, Mimika, Manokwari dan Teluk Wondama adalah Rp 73 miliar. "Sindu mengatakan, kalau mau ikut (masuk dalam daftar penerima PPID) harus menyetorkan 10 persen dari total anggaran alokasi daerah yang diminta," papar majelis.

Pada 25 Agustus 2011, Dharnawati mencairkan dana sebesar Rp 1,5 miliar yang dikemas dalam kardus durian, untuk selanjutnya diserahkan ke Dadong. "Selanjutnya terdakwa memberitahu ke Nyoman bahwa uang sudah ada," ucap Ugo.

Menurut majelis, unsur pemberian karena jabatan telah terpenuhi.  Karenanya majelis menganggap Dadong bersalah sebagaimana dakwaan kedua dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yakni melakukan perbuatan yang memenuhi unsur Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penerimaan suap juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Dadong Irbarelawan dengan penjara selama tiga tahun selama tiga tahun dan denda 100 juta subsider tiga bulan," kata hakim ketua Herdi Agusten saat membacakan putusan.

Putusan itu lebih ringan dari tuntuan JPU KPK yang meminta majelis menghukum Dadong dengan hukuman lima tahun penjara serta denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan. Hal yang dianggap meringankan putusan dari majelis, karena Dadong selalu bersikap sopan di persidangan, sudah mengabdi 25 tahun sebagai PNS dan punya tanggungan keluarga.

Sedangkan hal yang dianggap memberatkan hanya satu saja. "Terdakwa sebagai PNS tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," papar majelis.

Sama halnya dengan putusan atas Nyoman, nama Menakertrans Muhaimin Iskandar juga tidak disebut sebagai calon penerima uang dari Dharnawati. Sebab menurut majelis, yang terbukti adalah dakwaan kedua.

Majelis tidak sependapat dengan tim penasihat hukum Dadong yang menyebut pejabat eselon II Kemenakertrans itu hanya menjalankan perintah mantan tim asistensi Menakertrans, M Fauzi.   "Majelis hakim juga tidak sependapat dengan tuntutan penuntut umum sebagaimana dakwaan pertama," kata hakim anggota majelis, Ugo SH.

Atas putusan itu, Dadong dan tim penasihat hukumnya minta waktu untuk pikir-pikir. Demikian halnya dengan JPU yang juga menyatakan pikir-pikir. "Kami juga pikir-pikir dulu," kata koordinator tim JPU KPK, M Rum.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terima Commitment Fee, Pejabat Kemenakertrans Kena 3 Tahun Bui


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler