DAMASKUS - Kekhawatiran terhadap senjata kimia dan biologi serta senjata pemusnah masal (weapon of mass destruction atau WMD) yang dimiliki Syria beralasan. Informasi menyebutkan bahwa rezim Presiden Bashar al-Assad memiliki dan menyimpan senjata jenis itu. Bahkan, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Syria mengakuinya.
Dalam perkembangan terbaru, kelompok tentara oposisi Syria menyatakan kemarin (24/7) bahwa senjata kimia dan biologi rezim Assad itu telah dipindahkan atau dialihkan lokasinya. Menurut Tentara Syria Merdeka atau FSA (para personel militer yang membelot dan bergabung ke oposisi), yang mengutip sumber intelijen di kalangan dalam rezim Assad, seluruh stok atau persediaan dipindahkan sekitar 15 hari yang lalu.
Kolonel Mustapha Sheikh dari FSA menuturkan kepada CNN bahwa sebagian senjata kimia dan biologi tersebut ditransfer ke wilayah pantai Syria. "Sebagian besar lainnya dipindahkan ke bandara-bandara di sepanjang perbatasan di selatan," ungkapnya.
Tak diketahui kenapa senjata kimia maupun biologi itu dipindahkan. Juga tak jelas apakah pemindahan dilakukan agar bisa dioperasikan kapan saja atau setiap saat.
Sebelumnya, oposisi Syria merilis bahwa rezim Assad bisa mengerahkan senjata kimia dan biologi setiap saat jika terpojok. Dalam jumpa pers di Damaskus pada Senin lalu (23/7), jubir Kemenlu Syria Jihad Makdissi membenarkan kepemilikan senjata-senjata itu oleh pemerintahan Assad. Tetapi, dia membantah bahwa pihaknya akan menggunakan untuk menyerang warga sipil yang pro-oposisi.
"Setiap stok WMD atau senjata nonkonvensional lain yang dimiliki oleh Republik Arab Syria tidak akan pernah digunakan untuk melawan warga sipil atau rakyat Syria selama krisis ini maupun dalam kondisi apapun," ungkap Makdissi saat itu.
"Seluruh senjata tersebut terus dimonitor dan dijaga oleh tentara Syria. Senjata-senjata itu hanya akan digunakan jika ada agresi eksternal terhadap Republik Arab Syria," lanjutnya.
Pernyataan Makdissi itu dilontarkan setelah ada usulan dan wacana yang diajukan sejumlah negara soal perlunya intervensi militer dari luar untuk mengakhiri pertumpahan darah di Syria. Namun, Makdissi kemarin membantah dan mengklarifikasi kembali pernyataannya.
Klarifikasi itu terutama terkait komentar perihal WMD Syria yang hanya digunakan jika terjadi agresi dari luar. "Pernyataan Kemenlu itu hanya respons atas tuduhan palsu soal WMD yang dimiliki Syria sekaligus penjelasan soal panduan garis kebijakan pertahanan pemerintahan Assad," tulis Makdissi dalam pernyataannya kemarin.
Pemerintahan Assad menuduh media salah menangkap pernyataan Makdisi dan menulis keluar dari konteks. Media juga dianggap telah menyimpulkan pernyataan Makdisi itu sebagai deklarasi Damaskus mengenai kepemilikan senjata nontradisional.
"Kemenlu menyatakan bahwa tujuan pernyataan dan konferensi pers itu bukanlah pengakuan atas kepemilikan WMD, tapi lebih kepada respon terhadap sebuah metode kampanye media yang menarget Syria. Saat ini media Barat menyiapkan opini publik bahwa Syria memiliki WMD dan komunitas internasional layak melakukan intervensi militer dengan argumen salah," papar Makdissi, seperti dikutip kantor berita milik pemerintah, Syrian Arab News Agency (SANA), kemarin.
Namun, bantahan itu direspons Israel. Seorang pejabat pertahanan Negeri Zionis tersebut berani memastikan soal kepemilikan senjata kimia dan biologi oleh rezim Assad. "Saat ini rezim Syria memang harus berjuang keras untuk mempertahankan kekuasaan. Namun, semua senjata kimia dan pemusnah masal masih di bawah kontrol penuh rezim Assad," ujar Amos Gilad, pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Israel, dalam wawancara dengan radio. "Yang ditakutkan, ketika rezim goyah, kontrol atas senjata-senjata tersebut juga akan ikut goyah," tambahnya.
Dua hari sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengingatkan bahwa pihaknya tak akan menoleransi peralihan sistem senjata canggih (senjata kimia) dari Syria ke kelompok Hizbullah di Lebanon. Menurut dia, skenario dan rencana seperti itu akan direspons oleh militer Israel.
"Dari informasi yang kami peroleh, Hizbullah sejauh ini belum menerima senjata kimia apapun dari Syria. Selain itu, juga belum ada transfer senjata kimia kepada organisasi seperti Al Qaeda," papar Gilad.
Dalam perkembangan lain, kekerasan terus berlanjut di Syria. Aktivis oposisi menyebut, sedikitnya 37 orang tewas akibat bentrok di berbagai wilayah Syria kemarin.
Di antara para korban tewas, terdapat sembilan narapidana (napi) di sebuah penjara di Aleppo. Mereka ditembak mati saat para sipir berupaya meredam demonstrasi yang terjadi di penjara tersebut. (AFP/CNN/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... WWF Rilis Negara Pelanggar Terburuk
Redaktur : Tim Redaksi