jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, penyebutan radikalisme tanpa bukti telah menyusup di lembaga-lembaga pendidikan harus dihentikan.
Dia mengingatkan framing tanpa definisi yang benar dan tanpa bukti seperti itu malah menimbulkan saling curiga dan memecah belah generasi muda bangsa, yang ujungnya bisa melemahkan persatuan nasional.
BACA JUGA: Banyak Milenial Minati Khilafah & Jihad, Mahasiswa PTKI Harus Jadi Agen Islam Moderat
“Saya setuju dengan Sekjen MUI KH Amirsyah Tambunan. Framing radikalisme dan penyebarannya di lembaga pendidikan seperti madrasah dan pesantren harusnya ditolak," tegas Hidayat Nur Wahid yang akrab disapa HNW melalui keterangan tertulisnya, Minggu (20/9).
Menurut HNW, framing radikalisme dan penyebarannya di lembaga pendidikan seperti madrasah dan pesantren juga tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengapresiasi dunia pendidikan pesantren dengan menerbitkan Perpres 82/2021 tentang Pendanaan Pesantren.
BACA JUGA: Viral, Santri Tutup Telinga saat Mendengar Musik, Kiai Maman Bicara Hukum Islam
Sebelumnya, Sekjen MUI KH Amirsyah Tambunan merespon pernyataan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang menyebut paham radikal menyusup di lembaga pendidikan dan menjadi ancaman nyata yang akan merusak persatuan bangsa.
"Paham radikal sudah menyusup di tengah-tengah masyarakat dan lembaga pendidikan. Ini harus kita waspadai karena gerakannya tersistematis dan terstruktur," kata Moeldoko di Pondok pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (16/9).
BACA JUGA: Soal Santri Tutup Telinga Saat Mendengar Musik, Deddy Corbuzier Akhirnya Minta Maaf
Menanggapi hal itu Sekjen MUI KH Amirsyah Tambunan mengingatkan jangan mudah memberikan cap radikal yang berkonotasi negatif kepada lembaga pendidikan. Karena lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah telah terbukti melahirkan tokoh, kiyai, ulama pendiri bangsa dan memperjuangkan kemerdekaan NKRI.
HNW menegaskan, seharusnya semua pihak, terutama pemerintah fokus pada ancaman radikalisme yang nyata membahayakan NKRI, seperti peristiwa berdarah yang berulang kali terjadi Bumi Papua.
Belum lagi persoalan ini seperti kapal perang Tiongkok yang lalu lalang di perairan Indonesia di Natuna yang membuat nelayan daerah tersebut ketakutan.
"Atau sikap intoleran kalangan radikalis islamophobia yang menista Alquran maupun Nabi Muhammad serta sejarah terjadinya dua kali pemberontakan PKI pada September 1948 dan 1965,” kata HNW lagi.
Semua kejadian tersebut, kata HNW, jelas tidak ada hubungannya dengan lembaga pendidikan, apalagi madrasah atau pesantren.
Menurut HNW, justru kedua lembaga pendidikan tersebut sangat berjasa dalam perjuangan kemerdekaan, termasuk ikut menjaga keutuhan dan eksistensi NKRI dan Pancasila.
"Seharusnya pemerintah fokus mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah tersebut. Bukan justru membelah bangsa dan umat Islam dengan isu jualan radikalisme di madarasah atau pesantren," tegasnya.
HNW juga menekankan penting bagi pemerintah memperkokoh sendi dan pilar persatuan nasional, seperti merangkul umat Islam untuk mengulangi kembali peran mereka menjaga dan menyelamatkan Pancasila dan NKRI.
“Jadi, bukan malah menebarkan tuduhan yang meresahkan yang bisa memecah belah bangsa dan umat Islam, yang akan berdampak pada dirugikannya kepentingan nasional," tegasnya. (mrk/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi