Seolah-olah Saya Terpidana

Minggu, 05 Februari 2012 – 02:02 WIB
Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum bersama sejumlah fungsionaris PD dalam kunjungan ke Desa Karanganyar Ilir, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat Kamis (26/1), guna menemui para petambak udang. Foto : JPPhoto

SEJAK kasus suap wisma Atlet SEA Games yang menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin mencuat, nama Anas Urbaningrum seolah tak pernah lepas dari pemberitaan. Hampir setap hari, media mengurai kasus Wisma Atlet yang membelit para politisi di Partai Demokrat (PD).

Anas yang duduk di kursi Ketua Umum PD hasil Kongres di Bandung, 2010 silam, ikut terseret-seret. Setiap hari, Anas seolah menjadi sasaran tembak menyusul semakin nyaringnya "nyanyian" Nazaruddin.

Tak hanya itu, mantan anggota KPU yang pernah mengembalikan mobil dinas karena tak kuat meladeni tekanan publik itu juga menjadi sasaran tembak secara politis. Posisinya sebagai ketua umum di partai binaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu pun terus digoyang. "Seolah-olah saya ini terpidana," kata Anas saat ditemui di sela-sela kunjungan ke para petani udang di Indramayu, Jawa Barat baru-baru ini.

Meski demikian, Anas tetap santai menghadapi berbagai pemberitaan atau pun manuver politik dari rival-rivalnya. Mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu justru semakin rajin menyambangi kader-kader PD di daerah demi konsolidasi.

Wisata kuliner pun menjadi kegiatan lain Anas saat menemui kader-kadernya di daerah. Sementara kasus hukum maupun politik, seolah tak membuat  berat badan pria kelahiran Blitar, 15 Juli 1969 itu jadi susut. "Malah bertambah," katanya kepada Arwan Mannaungeng dari JPNN.

Berikut kutipan wawancara dengan Anas :
 
Sejak kasus suap wisma atlet terus bergulir dan menyeret nama Anas, citra PD terus menurun. Bagaimana tanggapan Anda?

Kalau citra itu kan kompleks. Saya kira citra partai itu, tidak ditentukan oleh satu atau dua hal. Citra partai itu menyangkut dinamika yang sangat luas, faktor-faktor yang sangat banyak. Apalagi PD itu partai pemerintah, partai yang ada dalam koalisi pemerintahan.

Bahwa sekarang ini sudah ada suasana politik untuk pra-2014, itu kita dapat rasakan. Saya melihatnya bukan opini, tetapi memang pembentukan opini sebagai bagian dari persiapan kompetisi 2014. Dan menurut saya, itu juga bukan sesuatu yang perlu ditangisi, itu harus dihadapi.

Bagaimana dengan kesaksian Yulianis yang menyatakan telah memberikan uang untuk kongres Demokrat di Bandung tahun 2010 lalu?

Kalau persoalan hukum, jangan bekerja di opini. Kalau soal hukum bekerja di opini, yang terjadi  adalah peradilan jalanan. (tangan Anas mengisyaratkan tanda petik untuk memberi makna lain pada istilah peradilan jalanan). Peradilan opini itu yang menang adalah siapa yang menguasai opini. Kalau keadilan hukum bekerja pada prinsip-prinsip hukum. Nah, itu yang kita harapkan.

Sebut saja begini, saya ini kan bukan tersangka, bukan terdakwa, saksi saja bukan. Tapi seolah-seolah saya ini terpidana, itu karena opini yang dibentuk. Nah ini menurut saya, keadilan hukum dekati secara hukum.

Apakah ini bentuk kelemahan dari Departemen Komunikasi dan Informasi PD?

Kalau dalam bahasa lugas di kampung saya, bahasa Jawa Timuran, karena PD tidak punya televisi, tidak punya koran dan radio. Realitasnya seperti itu. Karena itu menurut saya, ini situasi yang harus dihadapai. Buat saya, dinamika ini biarkan berjalan. Tapi sekali lagi kalau soal hukum, dekati dan seleseaikan dengan prinsip keadilan hukum. Kalau politik ya politik. Dengan begitu akan jelas semua dan sehat serta menyehatkan.

Anda merasa terzalimi dengan situasi ini?

Politik itu kan kadang-kadang keras dan kasar. Ya diserap saja. Dilempar dengan senyum.

Jika ini dianggap pembentukan opini,  siapa yang sengaja membentukanya?

Buat saya karena bukan isu yang pokok di PD, saya tidak ingin menduga-duga. Kalau saya anggap isu yang penting baru saya bisa menduga-duga.

Desakan mundur sudah mulai muncul. Apakah Anda bersedia mundur bila benar-benar Dewan Pembina menghendakinya?

Saya yakin tidak. Karena tidak ada relevansinya, tidak ada kaitannya dan tidak ada urgensinya. Sehari sebelumnya (23 Januari 2012) saya bertemu dengan Ketua Dewan Pembina (Susilo Bambang Yudhoyono), Sekjen (Edhie Baskoro Yudhoyono). Pertemuan itu membahas agenda-agenda partai ke depan.

Bukan karena kasus wisma atlet dan membahas pergantian Anda?

No…! Membahas konsolidasi partai.

Ada jaminan dari SBY kepada Anda untuk menjabat sebagai ketua umum hingga masa jabatan berakhir?

Hal yang tidak perlu dibicarakan,  tidak usah dibicarakan. Yang perlu dibicarakan itu kan isunya yang penting melanjutkan konsolidasi partai, meningkatkan kinerja kader-kader partai di eksekutif, legislatif, kader-kader yang mengurus organisasi sehari-hari, agar konstituen terurus dengan baik. Itu isu utama PD. Tidak pernah ada bicara (pergantian Ketua Umum) karena bukan isu utama. Yang utama PD konsolidasi, isu dari luar barangkali itu (pelengseran), tapidi dalam konsolidasi.

Beberapa anggota Wanbin menyatakan sudah nama yang dipersiapkan untuk mengganti Anda sebagai ketua umum seperti Djoko Suyanto. Bagaimana tanggapannya?

Rumor seperti itu biasa terjadi juga di dalam politik. Tetapi yang saya yakini, kader-kader PD apalagi tokoh-tokohnya, berpikirnya sehat, dewasa, waras, dan juga melihat kepentingan partai secara keseluruhan. Jadi, kalau ada rumor-rumor seperti itu, biarkan statusnya tetap menjadi rumor. Indonesia itu kalau tidak ada rumor politik tidak seru. Jadi biarkan, yang jalan terus kerja.

Kalau benar-benar KPK menetapkan Anda sebagai tersangka, apakah siap mengundurkan diri?

Apa alasannya dan saya yakin tidak. Karena tidak ada relevansinya.

Tapi citra PD terus menurun. Bagaimana cara Anda memulihkannya?

Kami harus berjuang keras agar Pemerintahan SBY itu berhasil dengan baik, selesai dengan baik tahun 2014 yang akan datang. Itu yang pertama, yang menentukan masa depan Partai Demokrat.

Yang kedua, yang menentukan masa depan Partai Demokrat adalah kemampuan Partai Demokrat untuk melembagakan dirinya sebagai institusi partai modern. Karena itu, periode ini priortiasnya adalah pelembagaan, institusionalisasi. Kalau partai sudah terlembagakan secara institusi kuat maka partai itu sudah kuat akarnya. Sudah bisa bekerja layaknya mesin politik.

Nah, partai seperti itu tidak kenal musim. Partai seeperti itu akan panjang usia dan umur politiknya. Jadi dua itu yang menentukan. Kalau pemerintah berhasil dan kalau Partai Demokrat bisa melakukan pelembagaan dengan sukses, kami yakin masa depan Partai Demokrat akan baik, bukan saja 2014, tapi seterusnya dan seterusnya.

Di internal PD juga muncul faksi. Bagaimana mengatasinya?

Semua partai itu sesungguhnya punya faksi. Baik partai besar, menengah atau kecil, pasti ada faksinya. Yang besar tentu potensi faksinya lebih besar lagi. Yang paling penting sesungguhnya adalah manajemen faksi. Manajemen faksi itu basis dasarnya, kalau ingin sehat adalah kematangan dan kedewasaan. Kalau matang dan dewasa, faksionalisme itu bisa dikelola jadi energi partai yang dinamis. Kalau tidak dewasa tentu akan menimbulkan kontraksi-kontraksi politik yang tidak perlu.

PD harus diakui partai yang masih muda, tetapi saya ingin mengatakan bahwa meskipun masih muda cukup disikapi dengan relatif dewasa, tapi memang  belum dewasa betul. Jadi dinamikanya menurut saya, cukup baik, cukup sehat, kadang-kadang muncul di luar, dan kadang-kadang yang ditangkap di luar itu tidak seseru yang ada di dalam.

Selama tiga sampai empat bulan ini, berat badan anda turun ya?

Bertambah, harus ditimbang dulu berapa tambahannya. Anda kan bisa lihat.

Jadi tidak benar bila terpengaruh dengan pemberitaan sekarang ini?

Tidak perlu dikatakan kan, anda bisa melihat sendiri. Seperti wartawan bekerja, saya juga bekerja dengan vitalitas yang tinggi. Lebih baik kita kuliner saja.

Di tengah pemberitaan kasus wisma atlet dan internal PD, Anda terlihat masih tenang dan melakukan kunjungan ke daerah. Seperti apa menghadapinya?

Politik itu kadang keras. Karena kadang keras, kalau terjun ke politik, memang harus sudah siap lahir batin dan intelektual. Jadi, kalau tidak siap lahir batin, justeru bisa tertekan karena tantangan-tantangan di dalam dunia politik di Indonesia, bahkan di mana pun, itu keras.

Apalagi di dalam kehidupan politik, atau dinamika politik yang belum dewasa. Kalau belum dewasa, itu biasanya lebih keras dan lebih kasar. Karena itu harus siap.

Tetapi di dalam dinamika seperti itu, tidak boleh melupakan subtansi dasar politik. Subtansi  dasar politik itu adalah mengurus, memperhatikan kepentingan publik dan rakyat. Karena itu, di dalam situasi macam apapun, orientasi ini harus tetap diutamakan. Jadi tidak boleh terganggu, terhenti, harus jalan terus. Karena itu subtansi utama politik sesungguhnya berbicara dengan keperntingan publik dan rakyat.(awa/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalau Hanya Berwacana, Pulang Kampung Saja


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler