jpnn.com, MALUKU - Isak tangis mewarnai pemakaman bek kanan timnas U-16 Alfin Lestaluhu di kampung halamannya, Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah, Jumat (1/11).
Alfin meninggal dunia akibat radang otak, Kamis (31/10). Suasana duka yang mendalam tampak menyelimuti kawasan tempat pemakaman umum (TPU) Kampung Baru, Desa Tulehu sekitar pukul 14.20 WIT.
BACA JUGA: Mengenang Alfin Lestaluhu, Pemain yang Bikin SKO Ragunan Bangga
Rasa sedih tak kuasa ditahan oleh keluarga, kerabat, dan teman seangkatan almarhum saat bersekolah di SD Negeri 2 Tulehu dan Madrasah Tsanawiyah (Mts) 5 Salahutu, juga kawan-kawannya semasa masih bergabung di Sekolah Sepak Bola (SSB) Maehanu Tulehu.
Mereka menangisi kepergian atlet muda yang baru memulai setahun kariernya di persepakbolaan nasional, dan telah ikut mengharumkan nama bangsa dengan memperkuat skuad timnas di beberapa laga internasional U-16.
BACA JUGA: Seperti Ini Ketua Umum PSSI Idaman Jokowi
Seorang sahabat yang sangat dekat dengan mendiang Alfin, tak bisa menahan rasa sedihnya yang mendalam, dia menangis keras begitu usai menaburkan bunga di atas makam kawan karibnya itu.
Sementara itu, kedua orang tua almarhum, Erwin Lestaluhu dan Eka Lestaluhu juga tak kalah sedih dan kehilangan. Air mata terus bercucuran.
Alfin Farhan Lestaluhu yang merupakan anak sulung dari empat bersaudara memang dikenal sopan, ramah dan taat beribadah. Ia juga mudah bergaul dengan siapa saja dan tidak segan untuk menyapa seseorang terlebih dulu.
Menurut Said Lestaluhu (45), paman Alfin, almarhum yang baru saja merayakan ulang tahunnya ke-15 pada 1 September 2019 merupakan anak yang membanggakan, dia ikut membantu perekonomian keluarganya.
Kendati telah menorehkan prestasi yang baik di bidang sepak bola dan berpenghasilan sendiri, siswa Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Ragunan itu tetap bersikap rendah hati. "Alfin itu anak harapan kedua orang tuanya, bisa dibilang dia itu juga tulang punggung keluarga karena ikut membantu perekonomian keluarganya," ucapnya.
Ia menceritakan sebelum didiagonas oleh dokter menderita encephalitis (radang infeksi otak), Alfin yang baru pulang kampung pada 24 September 2019 tampak sehat dan bugar.
Dua hari berada di Tulehu, Alfin dan keluarga kemudian terpaksa harus mengungsi ke kompleks perkuliahan Universitas Darussalam, karena rumah mereka retak akibat guncangan gempa tektonik magnitudo 6,5 pada 26 September 2019.
Beberapa hari di lokasi pengungsian, kondisi kesehatan Alfin mulai tampak menurun, ia mulai sulit tidur, makan tidak teratur dan mengeluhkan sakit kepala. Oleh orang tuanya, Alfin kemudian dibawa ke RSUD dr. Ishak Umarela yang sementara beroperasi di kompleks perkuliahan Universitas Darussalam.
Alfin kemudian dirujuk ke RST Tk II Prof dr JA Latumeten Ambon dan hampir sepekan dirawat di sana, kondisi kesehatannya tidak menunjukkan perubahan signifikan. Oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Alfin kemudian dibawa ke RS Royal Progress Jakarta pada 10 Oktober 2019.
Tak kunjung sembuh, Alfin yang selama di rumah sakit didampingi oleh sang ayah, lalu dipindahkan ke RS Harapan Kita dan mengembuskan napas terakhirnya pada Kamis 31 Oktober 2019, sekitar pukul 22.11 WIB.
"Alfin itu anaknya pendiam, walau sakit dia tidak pernah mengeluh, bahkan sama kedua orang tuanya juga tidak pernah, tak mau menyusahkan mereka. Dia hanya mengeluh merasa sakit kepala kepada temannya," ujar Said Lestaluhu. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adek