SURABAYA - Kapasitas produksi sepatu Jatim rupanya masih belum mampu memenuhi permintaan pangsa pasar domestik. Alhasil, pemenuhan permintaan sepatu lokal selama ini disokong oleh membanjirnya sepatu impor. Executive Manager Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) DPD Jawa Timur Tukidjan mengatakan kondisi tersebut membuat pebisnis sepatu lokal makin tergencet.
Disebutkan, kapasitas produksi sepatu Jatim sebenarnya mencapai 80 juta pasang per tahunnya. Akan tetapi, yang diperuntukkan kebutuhan ekspor mencapai 60-70 persennya. Selama ini, besarnya volume ekspor datang dari pabrik-pabrik sepatu besar yang ada di Jatim. Tercatat, pabrik sepatu besar di Jatim mencapai 20 perusahaan. "Pemintaan domestik hampir sama dengan kapasitas produksi. Tapi karena yang dijual di pasar lokal hanya 30-40 persen, akhirnya kekurangannya ditutup impor," paparnya di Surabaya, Senin (26/3).
Tukidjan menambahkan, saat ini sepatu produksi lokal masih belum mampu menyaingi serbuan sepatu impor. Hal ini dikarenakan pengenaan bea masuk bahan baku hingga asesoris sepatu yang memang masih lebih banyak impor, dipatok lebih tinggi dibandingkan bea masuk produk sepatu jadi. "Akhirnya sepatu buatan pengusaha lokal, khususnya UKM semakin tak mampu bersaing," jelasnya.
Adanya bea impor produk-produk sepatu impor yang rendah, semakin memperburuk siatuasi. Akibatnya, terang dia, serbuan sepatu impor, khususnya dari Tiongkok, semakin besar. "Bea masuk sepatu jadi saat ini sekitar lima persen. Rendahnya bea masuk karena regulasi dagang antara Tiongkok dan Indonesia ini membuat impor jadi gencar," terangnya.
Dia menuturkan, supaya sepatu lokal mampu bersaing, maka Pemerintah harus bisa mengendalikan impor melalui pengetatan regulasi dan menurunkan bea impor bahan baku. "Memang dengan adanya ratifikasi perjanjian dengan Tiongkok, perubahan bea impor barang jadi tidak mudah. Namun mungkin bisa ditempuh dengan cara pembicarakan ulang," paparnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Importir Nasional Indonesia (Ginsi) Jatim mengatakan sangat sulit untuk menaikkan bea masuk impor barang jadi. "Nanti malah ekspor kita yang akan dicegat di negara tujuan ekspor," ucapnya. Tercatat, saat ini impor Jatim didominasi oleh impor bahan baku, yakni sekitar 85 persen. Sementara untuk impor barang-barang konsumtif hanya sekita 14 persen. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sanksi Tunda DAU untuk Shock Therapy
Redaktur : Tim Redaksi