jpnn.com, JAKARTA - Perusahaan pengembang properti terkemuka di Australia, Crown Group, memberikan informasi terkait perkembangan pasar properti di Australia.
Menurut KPMG Economics, harga properti Australia telah meningkat jauh di atas apa yang seharusnya terjadi jika COVID-19 tidak pernah terjadi.
BACA JUGA: Dituding Pelakor, Pesinetron Cantik ini Didepak dari Brand Ambassador Produk Kecantikan
Sebagian besar kota di Australia mengalami kenaikan pada 2020, menurut laporan dari KPMG Economics.
“Harga properti naik dalam enam hingga sembilan bulan terakhir, melewati titik di mana mereka akan meningkat di bawah skenario tanpa COVID," ujar Kepala ekonom KPMG Australia Dr. Brendan Rynne.
BACA JUGA: Lewat Cara ini BRI Life Menjamin Keamanan Polis Nasabah
Menurut Direktur Penjualan Crown Group, Prisca Edwards, harga hunian terus naik di Sydney, sebagai imbas dari pandemi COVID-19.
“Penelitian menunjukkan kesenjangan harga sebesar 66% antara pasar rumah tapak dan apartemen. Di Crown Group, kami telah melihat minat baru dalam pembelian apartemen terutama dari konsumen lokal yang menghuni, yang ingin meningkatkan kualitas kehidupan mereka ke depan jika lock down COVID terus berlanjut, yang tercermin dalam penjualan baru-baru ini," tutur dia.
BACA JUGA: Kuartal II, Laba dan Kredit BTN Tubuh
Prisca menuturkan sepanjang Lock Down Sydney terbaru, kami telah melihat permintaan yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
"Melihat tren yang berkelanjutan, saya tidak akan terkejut melihat harga segera naik," katanya
Senada dengan penjelasan tersebut, Direktur Penjualan dan Pemasaran Crown Group Indonesia, Tyas Sudaryomo menyebut seperti halnya pisau, pandemi Covid-19 ini memiliki dua sisi yang saling bertentangan.
“Kita tidak menutup mata dampak pandemi ini sangatlah luar biasa terutama jika dilihat dari varian baru yang lebih menular. Namun di sisi lain, pandemi yang telah berjalan sekitar 1,5 tahun ini menciptakan kebiasaan, baru terutama dalam hal keuangan, baik itu dari sisi pemerintah maupun swasta dan rumah tangga," sebutnya.
Menurut alumnus University of Sydney ini, meskipun Australia sedang menghadapi gelombang kedua Covid-19 seperti halnya di Indonesia, namun Tyas memiliki keyakinan bahwa pasar properti Austalia akan lebih siap.
“Mengingat pengalaman dan keberhasilan Negara Kangguru dalam menangani gelombang pertama Covid-19, saya memiliki keyakinan bahwa pasar properti di Australia kali ini akan lebih tahan banting," ujar Tyas.
Dr Rynne juga menambahkan ada faktor negatif jangka panjang seperti kenaikan suku bunga hipotek dan pertumbuhan populasi yang lebih rendah.
Populasi Australia sekarang diperkirakan akan lebih rendah sekitar 1 juta orang pada akhir dekade ini dibandingkan dengan perkiraan pra-pandemi akan memoderasi laju pertumbuhan ekonomi harga menjadi naik.
“Pasokan juga berperan. Analisis kami tentang pemberian izin pemerintah akan tempat tinggal di kota-kota besar menunjukkan di Melbourne dan Sydney, masing-masing ada 25 ribu dan 20 ribu lebih sedikit rumah dan unit yang tersedia daripada yang terjadi dalam skenario tanpa COVID,” kata Rynne.(chi/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Yessy