jpnn.com, LAMPUNG - Industri BPR – BPRS telah menghadapi pasang surut industri keuangan di Indonesia. Hal itu disampaikan dalam Rakernas bertema Penguatan Sinergi BPR-BPRS Untuk Memperluas Akses Layanan Perbankan Menuju Kemandirian Ekonomi di Lampung.
Ketua Perbarindo Joko Suyanto menuturkan industri BPR – BPRS saat ini hidup dalam ekosistem ekonomi yang sangat dinamis, penuh dengan persaingan usaha, regulasi yang dinamis dan hadirnya disrupsi teknologi.
BACA JUGA: Kunci Sukses Penjualan BPR
Industri ini tetap survive dan hadir melayani masyarakat pedesaan dan pelaku UMKM.
Hal ini terlihat dari indikator kinerja Industri BPR – BPRS yang masih tumbuh positif, sampai dengan Agustus 2019, Aset Industri BPR mencapai Rp 143 triliun atau tumbuh 9,47% dibandingkan posisi tahun lalu, kredit yang disalurkan kepada pelaku UMKM mencapai Rp 106 triliun atau tumbuh 11,44%.
BACA JUGA: Industri BPR-BPRS jadi Mitra Strategis Pelaku UMKM
Fungsi intermediasi juga dapat dengan jalankan dengan baik, hal ini terlihat dari tabungan yang tumbuh sebesar 9,98% dan deposito tumbuh sebesar 11,07% dibanding setahun yang lalu. Selain itu, hal yang menggembirakan Jumlah nasabah yang dilayani mencapai 15,6 juta rekening, nasabah tersebut didominasi oleh penabung sebanyak 11,5 juta rekening dan rata – rata jumlah tabungannya sebesar Rp 2 juta.
Sedangkan nasabah debitur sebanyak 3,6 juta rekening dan rata – rata pinjamannya adalah Rp 29 juta. Hal ini tentunya mencerminkan, Industri BPR – BPRS memang hadir untuk melayani masyarakat kecil dan pelaku UMKM di seluruh wilayah Indonesia.
BACA JUGA: Industri BPR â BPRS Siap Lakukan Digitalisasi
"Seperti kita saksikan bersama, khususnya dalam beberapa waktu terakhir, teknologi informasi dan komunikasi, khususnya penetrasi internet dan smartphone telah mengalami perkembangan yang sangat luar biasa," jelasnya.
Di Indonesia misalnya, laporan dari McKinsey 2018 dan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2018 menunjukkan bahwa dari 265 juta penduduk Indonesia, 178 juta merupakan pengguna telepon seluler, 171 juta penduduk merupakan pengguna internet dan 130 juta merupakan pengguna media sosial aktif.
Revolusi digital yang saat ini sedang terjadi telah menyadarkan kita bahwa saat ini kita telah berada pada tahap permulaan dari revolusi industri 4.0, yaitu revolusi yang mentransformasi proses bisnis dengan lebih memanfaatkan teknologi informasi, otomasi, termasuk artificial intelligence, internet of things, dan digital economy.
Revolusi digital tersebut kemudian secara signifikan telah mengubah cara pandang dalam melakukan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia seperti penggunaan e-commerce yang masif dan telah melahirkan model-model bisnis baru di antaranya berupa layanan peer-to-peer lending dan sharing economy.
Melihat kenyataan tersebut, Industri BPR - BPRS harus melakukan inovasi dan adaptif terhadap perkembangan teknologi yang ada. Walaupun keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Industri BPR – BPRS yang tidak akan pernah tersaingi yaitu fokus melayani UMKM, pendekatan personal, pelayanan mudah dan cepat, BPR sebagai community Bank dan keberadaannya menyebar merata di seluruh Indonesia.
"Untuk itu, pilihan Industri BPR - BPRS dalam merespon revolusi digital adalah melakukan strategic partnership dan kolaborasi. Tentunya dengan model bisnis yang saling melengkapi, menguntungkan dan mendorong tumbuh bersama. Sehingga dampak akhirnya, masyarakat yang dilayani lebih mudah, cepat dan aman," papar dia.
Dalam acara Seminar Nasional nanti, akan dihadiri oleh narasumber dari berbagai Industri yang dalam waktu dekat ini, tidak tertutup kemungkinan akan bersinergi dan berkolaborasi dengan Industri BPR – BPRS, yaitu antara lain KEIN RI, Koinwork, OVO, Investree, Bukalapak dan GETI (Authorized Global Channer Partner Alibaba.com).
Industri BPR - BPRS yakin sinergi dan koloborasi dengan berbagai pihak strategis merupakan kunci untuk meningkatkan dan memperkuat daya saing dalam menghadapi tantangan perekonomian global.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy