Sekitar sepertiga perusahaan besar di Australia sama sekali tidak membayar pajak meskipun menghasilkan laba. Namun kantor pajak setempat (ATO) mengatakan sebagian di antaranya memiliki alasan yang masuk akal.
Dari 2.109 perusahaan yang dipantau ATO pada periode 2016/17, 66 persen telah membayar pajak. Sisanya tidak membayar pajak dengan alasan mengalami kerugian selama beberapa tahun.
BACA JUGA: Kardinal Australia George Pell Diberhentikan Dari Vatikan
"Meski sebagian besar entitas perusahaan ini menghasilkan laba dan membayar pajak pada 2016/17, sebagian lainnya tidak bayar pajak," kata laporan transparansi yang dirilis ATO hari Kamis (13/12/2018).
ATO menyebutkan pihaknya memeriksa berbagai faktor sehingga perusahaan-perusahaan tersebut tidak membayar pajak.
BACA JUGA: Bahasa Apa Yang Semakin Berkurang Penggunanya di Australia?
Termasuk faktor kerugian, kondisi ekonomi, reinvestasi, distribusi keuntungan ke entitas lain, dan pengurangan pajak.
Total pajak penghasilan perusahaan dalam periode tersebut meningkat 19 persen menjadi 45,7 miliar dolar (sekitar Rp 457 triliun) atau naik 7,5 miliar dolar antara lain karena tambahan objek pajak sebanyak 68 perusahaan.
BACA JUGA: Kebiasaan Pelihara Hewan Di Belakang Rumah Jadi Bom Waktu Wabah Penyakit
Komisioner ATO Jeremy Hirschhorn menjelaskan penindakan terhadap perusahaan multinasional pengemplang pajak mulai menampakkan hasil.
Di tahun-tahun mendatang, katanya, efek penuh dari UU Multinational Anti-Avoidance Law (MAAL) akan mulai masuk. Karena perusahaan multinasional membukukan penjualan domestik lebih besar.
Dia menjelaskan, laporan ini juga mencerminkan restrukturisasi telah dilakukan guna menghindari pembayaran pajak keuntungan yang dialihkan serta meningkatkan kepatuhan terhadap pelaporan pajak antarnegara.
Meskipun pendapatan pajak meningkat, Hirschhorn mengatakan ATO tak akan henti-hentinya memastikan perusahaan membayar pajak secara adil.
"Meski kondisi ekonomi dapat berubah dari tahun ke tahun, data ini menunjukkan ATO memiliki pengawasan yang kuat dan berkelanjutan atas wajib pajak terbesar di Australia," ujar Hirschhorn.
Dia memastikan komitmen ATO untuk memastikan wajib pajak perusahaan besar membayar kewajiban mereka secara benar.
ATO, katanya, terus memantau pasar dan memberikan panduan terhadap isu-isu yang dialami wajib pajak, serta menjaga keterlibatan langsung dengan semua wajib pajak besar.
Laporan ATO ini mencakup 1.721 perusahaan milik Australia dan asing dengan pendapatan 100 juta dolar atau lebih. Selain itu 388 perusahaan swasta Australia yang menghasilkan 200 juta dolar lebih.
Peningkatan pajak didorong oleh industri pertambangan, energi dan air, mencerminkan pulihnya harga komoditas.
Perusahaan milik Australia menyumbang 6,4 miliar dolar, disusul 626 juta dolar dari perusahaan asing. Sementara perusahaan swasta Australia menyumbang 429 juta dolar.
Sekitar 81 persen entitas swasta Australia merupakan perusahaan yang dikendalikan individu-individu kaya yang mencakup 11.000 perusahaan, trust, kemitraan, dan dana pensiun.
ATO mengatakan kepatuhan membayar Pajak Sewa Sumber Daya Petroleum (PRRT) meningkat. 98 persen pajak ini dibayar secara sukarela, meningkat jadi 946 juta dolar pada periode tersebut.
Pada hari Kamis, ATO juga merevisi perkiraan mereka tentang jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan besar dengan omzet lebih dari 250 juta dolar.
ATO menyatakan mengubah metodologi penghitungannya dan memperkirakan kesenjangan pajak perusahaan besar pada 2015/16 mencapai 1,8 miliar dolar.
Tahun lalu ATO melaporkan kesenjangan itu mencapai 2,5 miliar dolar pada 2014/15, tetapi kemudian merevisi perkiraannya lebih rendah tahun ini.
"Kesenjangan ini terutama mencerminkan perbedaan interpretasi dari aspek-aspek hukum pajak yang rumit," kata ATO.
Kesenjangan pajak penghasilan perusahaan besar, katanya, telah menurun beberapa tahun terakhir bertepatan dengan perbaikan metodologi ATO dalam menghitung pajak.
ATO mengatakan kesenjangan pajak PRRT mencapai 18 juta dolar pada 2015/16.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Karyawan Asing Terancam Penjara 5 Tahun Di Singapura Karena Suap Rp10.000