Sepertinya RUU KKS Bakal Gagal Cetak Rekor Pembahasan Tercepat

Minggu, 29 September 2019 – 20:08 WIB
Ilustrasi: Ardissa Barack/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) gagal mencatat sejarah sebagai draf wet yang pembahasannya di DPR paling cepat. Sebab, hampir bisa dipastikan RUU KKS batal disetujui untuk disahkan oleh DPR periode 2014-2019.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas sejumlah LSM dengan fokus terhadap hak asasi manusia (HAM)  mencatat RUU KKS muncul sebagai inisiatif DPR pada Juli 2019. Pemerintah pun mencoba merampungkan penyusunan daftar inventarisir masalah (DIM) RUU KKS.

BACA JUGA: Marak Pencurian Data, Sudah Saatnya UU Perlindungan Data Pribadi Dituntaskan

Meski muncul sebagai inisiatif DPR sejak Juli lalu, RUU KKS baru dijadwalkan untuk dibahas pertama kali pada Jumat lalu (27/9). Dengan berakhirnya masa tugas DPR periode 2014-2019 pada 30 September mendatang, praktis hanya tersisa satu hari bagi para wakil rakyat untuk mengambil keputusan atas RUU KKS.

“Jika disahkan, RUU ini akan mencatat sejarah supercepat, mengalahkan UU KPK dan pembahasan RUU KUHP yang saat ini menjadi polemik di masyarakat,” kata Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar.

BACA JUGA: RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Belum Layak Disahkan

Wahyudi mengaku khawatir jika RUU KKS dipaksakan untuk disahkan pada DPR periode ini, efeknya pada RUU Perlindungan Data Pribadi. Menurutnya, kedua RUU itu seharusnya disusun dan dibahas secara pararel sehingga tidak saling mengunci.

Dia menegaskan, ada dua hal penting untuk memastikan kedaulatan individu di ruang siber, yakni data security dan data protection. "Misalnya pemilik data memiliki akses mengubah, menghapus, menolak, sementara data security memastikan langkah pengelola bagaimana mengamankannya agar tidak ada kebocoran,” ucap Wahyudi.

Karena itu Wahyudi menegaskan, jika RUU KKS dibahas lebih dulu, klausul-klausul yang seharusnya masuk dalam RUU Perlindungan Data Pribadi berpotensi tak terakomodasi. "Seperti monitoring kebocoran data pribadi, akses perlindungan terhadap kebocoran atau penyalahgunaan monitoring data,“ imbuhnya.

Wahyudi menambahkan, RUU KKS punya cakupan luas. Karena itu, dia mendorong kaji ulang atas RUU tersebut, terutama terkait keamanan siber, identifikasi aktor, hingga pelibatan pemangku kepentingan.


“DPR seharusnya membuka ruang lebih panjang dan luas dengan pemangku kepentingan, tidak hanya pemerintah, tetapi rakyat dan pemangku kepentingan bisnis,” pesan Wahyudi.

Hal lain yang menjadi perhatian serius Koalisi Masyarakat Sipil adalah menerjemahkan pendekatan berbasis HAM dalam perumusan RUU KKS demi menjamin keamanan individi, protokol, perangkat, data, jaringan dan infrastruktur penting lainnya. "Bukan sebaliknya, justru mengancam kebebasan sipil dan menciptakan ketidakamanan individu," jelasnya.

Sementara Direktur Indonesia Legal Round Table (ILRL) Erwin Natosmal Oemar menyebut kaitan RUU KKS dengan regulasi lain tidak pernah dievaluasi. Misalnya, terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

“Saya lihat ada dua delik pidana yang sebenarnya menjadi problem, UU ITE saja sudah ada korban. Ketika belum ada evaluasi atas UU ITE, sudah ada lagi RUU dengan pasal karet yang ancaman hukumannya tinggi,” papar Erwin.

Peneliti senior Imparsial Anton Aliabbas menilai RUU KKS hanya akan menambah kegaduhan di Indonesia. “Jika dipaksa tetap disahkan hanya akan menambah komplikasi dalam kegaduhan yang ada,” kata mantan wartawan itu.

Sebelumnya Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan, RUU KKS akan ditunda. Alasannya selain untuk menghargai masukan dari pemerintah dan masyarakat, juga agar pembahasan RUU itu bisa secara cermat.

“Masih ada beberapa isu krusial di dalam RUU tersebut yang memerlukan pendalaman agar dapat memajukan ekonomi digital serta mengatur peran negara dalam mengelola keamanan siber di era digital dan keterbukaan informasi,” katanya.(boy/jpnn)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler