Seratus Smart City untuk Mengejar Ketertinggalan

Senin, 03 Agustus 2015 – 13:01 WIB

jpnn.com - INILAH kejutan terbaru dari pimpinan baru India hasil pemilu tahun lalu: membangun sekaligus seratus smart city. Kota baru yang didesain langsung meloncat menggunakan serba teknologi informasi. ”Ini memang janji dalam kampanye pemilu tahun lalu,” ujar Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi seperti dikutip luas media di India.

Yang menarik adalah cara mewujudkan program itu. Pemerintah pusat menawarkan kepada semua wali kota yang berminat membangun kota baru. Pemerintah pusat akan memberikan bantuan dana. Tidak semua usulan diterima. Dibatasi seratus kota baru. Dana yang disediakan memang tidak besar, hanya Rp 15 triliun.

BACA JUGA: Peta Baru yang Pengaruhi Hubungan Dua Suku

Usulan itu akan dinilai berdasar 13 kriteria. Antara lain keseriusan wali kotanya. Ini bisa dilihat dari track record (rekam jejak) wali kota dan pemerintahannya selama ini. Juga dilihat kedisiplinannya dalam menggunakan anggaran. Kesiapan aparatnya. Kemampuan mengelola sumber pendapatan. Yang tidak mencapai skor 70 langsung digugurkan.

Dalam enam bulan proses seleksi itu sudah selesai. Bulan lalu nama-nama calon seratus kota cerdas itu sudah diumumkan (lihat daftarnya di JPNN.com). Yang terbanyak dari Negara Bagian Gujarat, kampung halaman sang PM. Tujuh kota. Ini bukan karena kolusi. Gujarat memang paling siap.

BACA JUGA: 35.000 Triliun Hilang dalam Tiga Hari

Sejak saya ke Gujarat enam tahun lalu, negara bagian kelahiran Mahatma Gandhi itu sudah memiliki pengalaman membangun smart city. Yakni kota baru di dekat Gandhiabad, yakni Gandhinagar. Saya pernah menuliskannya waktu itu. Berarti dalam waktu dekat akan ada enam kota lagi yang dibangun dengan konsep seperti Gandhinagar.

Pengalaman membangun Gandhinagar itulah yang rupanya memberikan inspirasi bagi PM Modi untuk membangun seratus smart city di seluruh India. Waktu itu Modi memang menjadi gubernur Gujarat. Dua periode (2003–2012). Sukses besar. Pertumbuhan ekonomi Gujarat, selama masa pemerintahannya, adalah yang tertinggi di antara seluruh negara bagian di India. Sampai 10,3 persen. Menyamai prestasi pertumbuhan ekonomi di Tiongkok saat itu.

BACA JUGA: Saat 90 Juta Orang Marah Bersama

India kini memang lagi jadi ”bintang ekonomi” Asia. Terutama setelah pertumbuhan ekonomi Tiongkok merosot dua tahun terakhir. Apalagi, negara-negara yang termasuk ”bintang dunia” (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) mengalami penurunan ekonomi, kecuali India.

India yang selama ini kita kenal dengan kota-kotanya yang kotor dan kumuh kelihatannya menuju proses perubahan yang drastis. Tidak mau kalah dengan Tiongkok. Bahkan langsung meloncat. Di Tiongkok gerakan itu dimulai dari kota prototipe Shenzhen. Lalu menginspirasi Wali Kota Dalian, Provinsi Liaoning, Li Keqiang (kini PM Tiongkok). Sukses Dalian ditiru secara masal oleh seluruh kota di negara itu.

Di India dimulai oleh Gubernur Modi dari kota prototipe Gandhinagar di Gujarat. Langsung dikopi PM Modi ke seratus kota di semua negara bagian di India.

Dari mana para wali kota itu dapat pembiayaan? Bukankah bantuan pusat hanya kecil? Hanya lebih berfungsi sebagai stimulus.

Pusat mengizinkan pemkot menjalin kerja sama dengan investor. Maka investor asing akan banyak menyerbu negara itu. Mereka sangat percaya dengan reputasi dan prestasi PM Modi. India memang sudah lama meninggalkan prinsip swadesi atau berdikari. Sejak negara itu terancam bangkrut tahun 1989.

Sebagai negara demokrasi yang multipartai, program raksasa ini bukan tidak menghadapi tantangan. Apalagi, India juga menganut sistem desentralisasi yang kuat. Pengkritiknya tiap hari membuat bising media sosial. Yang meragukan kesiapan birokrasinya lah. Yang mengecam kemampuan pemerintah daerahnya lah. Yang mengkhawatirkan merebaknya korupsi lah. Yang ketakutan akan modal asing lah. Dan seterusnya. Sangat mirip seperti kita di Indonesia. Bahkan lebih banyak nehi-nehinya lagi.

”Yang diperlukan India adalah bantuan untuk membangun jutaan kakus umum. Bukan seratus smart city,” tulis aktivis di Twitter.

Tapi, Modi dikenal sangat keras dengan prinsipnya. Juga rasionalitasnya. Meski mengalahkan pemerintahan lama yang berbeda partai, Modi tetap meneruskan kebijakan ekonomi yang sudah terbukti sangat baik itu. Bahkan lebih agresif lagi. India sudah lebih sepuluh tahun berpengalaman mengatasi keruwetan membangun jalan tol. Terutama problem pembebasan tanahnya.

Ribuan gugatan dilancarkan para pemilik tanah. Jalan tol akan menggusur dan memiskinkan mereka. Sidang-sidang di pengadilan berjalan terus. Tapi, pembangunan jalan tol tidak berhenti. Sejak membangun jalan tol pertamanya sepanjang 27 km di dekat ibu kota New Delhi, kini India memiliki lebih 1.000 km jalan tol. Dan masih ribuan kilometer yang dalam proses pengerjaan. Satu perusahaan Spanyol saja, Isolux Corsan, mendapat konsesi selama 30 tahun untuk membangun jalan tol sepanjang 600 km. Yakni antara Mumbai ke Gujarat.

Pembangunan jalan tol itu semula ributnya bukan main. Sempat macet beberapa tahun. Tapi, lama-kelamaan rakyat merasakan enaknya lewat jalan tol. Bahkan bila gerbang tolnya bikin macet sedikit saja sudah marah. Banyak gerbang tol yang dirusak gara-gara lama antre bayar tol. Terpaksa pemerintahnnya turun tangan. Diubah semua menjadi gerbang tol otomatis.

Pengalaman ”dulu susah kini senang” itulah yang dimanfaatkan untuk melancarkan pembangunan seratus smart city. Kalau pembangunan smart city ini sukses, rakyat akan bangga. Tidak malu lagi disebut sebagai negara kumuh. Rakyat akan merasakan bedanya tinggal di tempat kumuh dan di smart city.

Tentu keluhan tak hanya datang dari rakyatnya, tapi juga dari investor. Banyak yang meragukan keruwetan birokrasinya. Termasuk keruwetan pengaturan hewannya. Banyak jalan tol yang terganggu karena lalu lintas sapi yang dibebaskan berkeliaran. Memang, di India polisi pun tidak akan menindak sapi. Sapi adalah hewan yang sangat dimuliakan setara dewa di sana.

Gema dan derap proyek seratus smart city ini akan meningkatkan gairah pembangunan dan optimisme di negara itu. Seperti juga Tiongkok dulu, kini India lagi mengejar ketertinggalannya. Bisa jadi, yang dikejar tiba-tiba saja sudah di belakang mereka. (*)

        Dahlan Iskan
Mantan CEO Jawa Pos

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dari Rencana Z sampai Kaki Infeksi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler